;
Promosi Blog Gratis
My Ping in TotalPing.com

Sabtu, 17 Maret 2012

Tugas Ke Daerah

Sabtu, 17 Maret 2012

Juni 1991 saya pergi ke Lombok Timur untuk suatu tugas dari bos tempat saya bekerja untuk menagih hutang bisnis, pada salah satu kolega bisnisnya. Dari kota Malang yang ada di Jawa aku menggunakan perjalanan darat sampai ke Banyuwangi lalu menyeberang ke Bali dan dilanjutkan perjalanan darat lagi hingga ke Padang Bai yang ada di pantai timur bali, kemudian menyeberang lagi hingga ke Lembar di pulau Lombok, setelah itu aku masih harus menggunakan jalan darat lagi hingga ke Desa Mamben Kecamatan Aikmel di ujung Timur pulau Lombok. Setelah kurang lebih 40 jam dalam perjalanan aku tiba di rumah Haji Mochtar, kolega bosku yang berhutang tersebut.



Setelah berbasa-basi sejenak dengan Haji Mochtar, beliau mempersilahkan aku untuk beristirahat terlebih dahulu. Karena memang capek akupun berterima kasih sekali. Untukku disediakan kamar yang cukup besar bersebelahan dengan kamar tidur utama tempat tidur Haji Mochtar. Cukup mewah untuk ukuran rumah desa, selain cukup luas bersih dan nyaman. Siang itu aku tidur cukup nyenyak setelah dua hari diguncang kendaraan dalam perjalanan dari Jawa hingga ke Lombok.

Sore harinya aku bangun dalam keadaan segar, keluar dari kamar kulihat duduk di beranda sambil menghisap rokok. Melihat aku keluar dari kamar, Haji Mochtar menyambutku lalu memperkenalkan aku dengan anggota keluarganya ; Masmah istrinya, Yati janda almarhum kakak Haji Mochtar yang juga kolegaku di Malang serta lima anak Haji Mochtar dan empat anak Yati. Setelah berbasa-basi sejenak Haji Mochtar menawarkan aku untuk mandi di sungai. Walaupun di rumah Haji Mochtar ada kamar mandi, namun keluarga itu masih senang mandi di sungai, lebih segar katanya. Karena belum pernah mandi di sungai, aku jadi tertarik juga.

Ternyata sungai tempat mandi yang tidak begitu jauh dari rumah Haji Mochtar itu tidak seperti sungai yang aku bayangkan, lebih tepatnya telaga menurutku bukan sungai. Air telaga itu jernih sekali hingga batu dan ikan yang ada di dasarpun tampak. Karena hari belum terlalu sore, belum tampak orang mandi di sana. Telaga itu di sekat menjadi tiga bagian dengan mempergunakan anyaman daun kelapa diatas air dan tumpukan batu dari pemukaan air hingga dasar sungai. Di sebelah paling hulu tempat mandi dewasa, demikian juga yang di tengah sedangkan di hilir yang airnya lebih dangkal untuk mandi anak-anak.

Melihat air telaga yang jernih aku jadi ingin segera mandi, karena masih sepi tanpa canggung aku melepas seluruh pakaianku dan segera masuk ke air. Segar juga rasanya mandi di sungai, ingin rasanya aku berlama-lama berendam. Haji Mochtarpun tampaknya juga mempunyai perasaan sepertiku.

Kurang lebih seperempat jam kami berendam aku mendengar ada suara beberapa perempuan datang ke tempat mandi kami, aku pikir tentunya bilik yang di tengah adalah untuk bilik pempuan karena tampak lebih rapat dan aku juga tidak tahu jalan masuknya. Aku tidak ambil pusing dengan suara perempuan yang datang, sambil berenang agak ke tengah aku memeriksa batu pembatas bilik, sebab aku penasaran kenapa batu yang di tengah nampak terputus kurang lebih satu meter panjangnya.

Sesekali aku menyelam agar tahu apakah batas tersebut memang tidak sampai ke dasar, setelah tahu batas tersebut memang terputus sampai ke dasar, aku segera kembali ke tepi karena ingin bertanya pada Haji Mochtar kenapa batas itu terputus. Sewaktu aku menyembul ke permukaan untuk mengambil nafas, aku mendapati pemandangan yang sangat mengejutkan ; ternyata di tepian di dekat aku meletakan bajuku, aku melihat beberapa perempuan sedang melepas baju, hendak mandi. Lebih terkejut lagi mereka nampak tidak terkejut sama sekali dan nampak biasa-biasa saja. Diantara perempuan-perempuan itu aku melihat Yati dan Masmah istri Haji Mochtar, sambil melepas celana dalam Masmah menyapaku yang masih di dalam air, “Segarkan pak, mandi di sungai?”

“I i i ya bu,” jawabku tergagap, sambil mataku tidak lepas dari bukit kecil di belahan pahanya yang ditumbuhi bulu yang lumayan lebat dan kasar. Melihat pemandangan seperti itu aku jadi belingsatan sendiri, penisku mulai mengembang karena pemandangan tersebut. Bagaimana tidak jika dalam jarak kurang dari 4 meter di depanku ada enam orang perempuan yang semuanya telanjang bulat.

Aku jadi berpikir apakah aku tadi terbawa arus waktu di bawah air hingga aku terseret ke bilik tengah ? namun anehnya kenapa para perempuan itu tidak terkejut? Dalam kegalauan seperti itu aku melihat Yati yang juga telah telanjang bulat segera menceburkan diri ke air dan berenang mendekatiku.

Nampaknya dia tahu apa yang tengah aku pikirkan. Setelah mencapai jarak kurang dari 1 meter dariku Yati berbicara pelan padaku, “Ndak usah bingung pak, disini kami mandi barengan, campur laki-laki dan perempuan. Kalau bapak mau lihat, lihat aja mereka juga ndak marah kok kalau diperhatikan.”

“Kalau suami mereka tahu bagaimana ?” tanyaku.

“Santai saja, sebab di sini wanita adalah konsumsi. Mereka tidak berhak marah. Itu yang disebelah kiri itu kan suaminya yang itu,” kata Yati sambil menunjuk seorang wanita yang tengah menggosok betisnya dengan batu.

Di tepian aku memperhatikan Masmah masih belum menceburkan diri ke air, dia asyik berbincang dengan seorang wanita. Nampaknya mereka berdua merasa kalau sedang aku perhatikan. Merasa diperhatikan seperti itu mereka sama sekali tidak merasa risih, bahkan mereka duduk pada sebuah batu yang letaknya lebih dekat denganku.

“Tidak usah ditutupi pak, kita semua di sini telanjang kok jadi ndak usah malu,” kata Yati sambil tangannya berusaha untuk menyingkirkan tanganku yang menutupi penisku.

“Kalau baru pertama mandi di sini pasti ngaceng,” kata Yati yang entah sengaja atau tidak menyentuh penisku.

“Pak Haji mana tanyaku ?” sambil berbisik.

“Mungkin di sebelah,” jawab Yati.

“Kalau begitu aku menyusul ke sebelah saja,” jawabku sambil berbalik.

“Jangan pak, nanti bisa dapat masalah, kalau masuk ke sana harus berpasangan,” jawab Yati pelan.

“Memang kenapa ?” tanyaku.

“Nanti aja ceriteranya di rumah, sekarang kita ke tepi saja, kalau masih malu keluar dari air duduk saja di batu itu,” jawab Yati, sambil menunjuk sebuah batu yang letaknya di dalam air kurang lebih satu meter dari tempat Masmah duduk. Aku masih bengong dan belum ada respon. Tiba-tiba Yati melakukan gerakan yang cukup mengejutkan aku, digenggamnya penisku lalu ditarik sambil berkata, “Ayo duduk di situ, capek nih berdiri terus.”

“I i iya,” jawabku tergagap karena masih asyik memperhatikan Masmah dan kawannya.

“Duduk situ saja pak, kalau malu keluar dari air,” kata Masmah sambil membetulkan duduknya lebih masuk ke air hingga pantatnya masuk ke air.

“Sudah duduk sini dulu saya mandi dulu,” kata Yati setelah sampai di batu yang dimaksud.

“Pak Theo kalau mau lihat jangan sungkan sebab disini bebas untuk melihat tapi haram untuk memegang,” kata Masmah sambil membenahi duduknya lebih mengangkang karena akan membersihkan selangkangannya, dalam posisi duduk seperti itu begitu nampak jelas belahan vagina Masmah yang berada kurang lebih satu meter di hadapanku. Melihat pemandangan seperti itu makin bertambah tegang saja penisku.

Tanpa kusadari ketiga wanita di depanku juga tengah asyik memperhatikan batang penisku yang makin mengembang, dan nampak mata mereka begitu horny memandang batang penisku di air yang jernih itu. Karena merasa tidak tahan lagi kulihat ketiga wanita dihadapanku itu mulai menggosok-gosok bibir vagina mereka dengan tangan, aku segera keluar dari air dan langsung meraih handukku yang tadi kuletakan diatas batu, lalu dengan cepat aku memakai celana dalam dan celana pendekku dengan tergesa-gesa.

“Saya duluan bu Yati, tolong pamitkan pak Haji. Mari bu Masmah saya udah kedinginan nih,” kata ku berbohong. sebenarnya aku ingin segera pulang untuk onani karena aku ingin segera menyalurkan hasratku dan tidak ada lawan untuk menyalurkan hasrat tersebut. Lagian aku belum terbiasa dengan pemandangan seperti tadi.

“Ya pak, segera kami menyusul”, jawab Masmah dan Yati hampir bersamaan.

Setibanya di rumah aku lansung masuk kamar dan melepaskan celana pendekku untuk segera melakukan onani, namun baru aku mengelus batang penisku sendiri, aku mendengar suara dari kamar Haji Mochtar, aku tak ambil pusing. baru aku mau melanjutkan aksiku, aku mendengar pintu tembusan yang menghubungkan kamarku dan kamar Haji Mochtar terbuka, tentu saja aku terkejut dan berusaha menutupi bagian bawah tubuhku yang tidak bercelana. Namun sekali lagi aku dibuat terkejut, dari arah pintu itu aku melihat Haji Mochtar bersama Masmah istrinya dan dua perempuan yang salah satunya tadi bertemu aku di sungai memasuki kamarku, lebih mengejutkan lagi mereka berlima dalam keadaan telanjang bulat.

Sambil tersenyum Haji Mochtar berkata,

“Maaf lho pak tadi di sungai saya tinggal sebab saya bertemu dia.” sambil menunjuk wanita di sebelahnya yang belum aku kenal sama sekali.

“Oh ndak apa-apa pak, toh saya bisa pulang sendiri,” jawabku.

Lalu Haji Mochtar berkata lagi, “Begini pak, bapak kan tamu saya.Disini ada adat tidak tertulis yang mewajibkan kami untuk menjamu bapak sepenuhnya termasuk meminjamkan istri kami sebagai teman tidur jika bapak menghendaki, seperti bapak menjamu kami kalau kami ke Jawa. Bedanya kalau di Jawa bapak tidak meminjamkan istri tapi bisa membelikan perempuan untuk kami, yang seperti itu disini tidak boleh karena itu zinah.”

“Jadi saya boleh nih pinjam bu Masmah untuk teman tidur saya malam ini,” tanyaku sembrono.

“O boleh pak, bukan hanya Masmah tapi juga kedelapan istri saya yang lain. Nanti mereka akan saya panggil ke sini semua dengan suami-suami mereka jika mau. O ya hampir lupa, kenalkan ini Hindun istri saya yang ke tiga,” kata Haji Mochtar sambil menunjuk wanita yang tadi bertemu aku di sungai. Perempuan itu lalu mendekatiku dan menjabat tanganku sambil berkata ;

“Hindun, tadi kita sudah bertemu di sungai kan.”

“Theo, ya tadi kita sudah ketemu,” jawabku.

“Dan ini Mukti, istri saya yang ke sembilan. Sementara ini istri termuda saya,” kata Haji Mochtar.

“Mukti,” Kata perempuan yang berusia kurang lebih 20 tahun itu menjabat tanganku sambil tersenyum.

“Theo,” sambil menyambut uluran tangannya.

“Nah sekarang pak Theo mau pilih siapa untuk menyalurkan hasrat pak Theo. Silahkan pilih, atau mau pakai ketiganya juga boleh. Tapi kalau bapak mau pakai kak Yati silahkan nego sendiri karena dia-kan bukan istri saya jadi saya tidak berhak untuk menawarkan, tapi karena kak Yati juga merupakan tuan rumah di rumah ini, kak yati juga wajib untuk menjamu pak Theo,” terang Haji Mochtar lagi.

“Sudah karena aku juga wajib untuk menjamu, maka sekarang aku putuskan aku yang akan menemani pak Theo tidur, lagian selama dua tahun aku ditinggal suamiku baru kali ini aku merasa terangsang melihat laki-laki telanjang. Masmah dan Hindun sekarang juga harus melayani pak Theo, karena tadi di sungai sudah bikin pak Theo ngaceng, jadi kalian berdua harus tanggung jawab. Haji Mochtar sekarang harus menunggui kami bermain supaya bisa belajar bagaimana seharusnya orang bersetubuh, jangan seperti laki-laki disini yang bisanya hanya bisa main diatas dan perempuan dibawah terlentang tanpa perlawanan. Mari kita mulai,” potong yati sambil langsung mendekatiku, seraya melepaskan selimut yang kubelitkan di pinggang karena aku tidak bercelana.

Setelah berhasil melepaskan selimut itu Yati memagut bibirku sambil berusaha melepaskan kaosku, setelah kaosku juga terlepas, Yati menoleh sambil berkata ;

“Kalian berempat perhatikan kami, biar bisa main lebih bagus.”

Setelah itu Yati lansung berjongkok dan memasukan penisku ke mulutnya, kulihat keempat orang di depanku terbeliak karena baru kali itu mereka melihat orang melakukan oral sex. Pada saat Yati melakukan oral sex padaku, kulambaikan tanganku memberi tanda agar Masmah mendekat. Setelah dekat denganku, lansung kutarik tangan Masmah agar lebih dekat denganku. Setelah itu kupeluk Masmah dan kupagut bibirnya, nampaknya Masmah belum pernah ciuman dengan cara seperti itu. Terpaksa aku ajarkan dia bagaimana harus memberikan perlawanan. Tak lama kemudian Masmah mulai bisa mengimbangi permainan mulutku di mulutnya. Pada saat Masmah mulai lancar memagut bibir, kulambai Hindun untuk mendekat, lalu aku berkata pada Masmah,

“Sekarang ibu coba berciuman dengan bu Hindun.”

Nampak canggung sekali Masmah dan Hindun melakukan perintahku, karena mereka belum pernah berciuman sesama wanita. Melihat hal itu, lalu kudorong tubuh masmah agar tidur terlentang di tepi Kasur dengan kaki menjuntai ke lantai. Kemudian akusuruh Hindun untuk tengkurap diatasnya untuk kembali mencumbui Masmah. Dalam posisi seperti itu, kurentangkan kaki Masmah agar selangkanganya membuka, lalu kujambak rambut Yati untuk melepaskan mulutnya dari penisku. Kemudian aku mmerangkak di lantai seraya mendekati selangkangan Masmah dan Hindun yang terbuka lebar. Dengan rakus lalu kubuka belahan vagina Masmah seraya memasukan ujung lidahku kedalam liang vaginanya.

“Ouuuugh, teeeerrrrrrrus phak Theoh,” Masmah menlenguh panjang sambil tangannya berusaha untuk meraih belakang kepalaku.

Sementara itu dari bawahku Yati telentang dan masih berusaha untuk mengoral penisku kembali. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, aku merasa kedua perempuan di depanku mengenjang dan nampak cairan bening meleleh dari liang vagina mereka berdua, sambil mulut mereka menceracau ;

“Aaaaaduh kak, aku keluuuuuuuuuuuaaaaaaar,” racau Hindun.

“Aaaaaaaaaaku juuuuuughaaaaa,” timpal Masmah.

Aku menjilati seluruh cairan yang keluar dari kedua vagina itu hingga bersih, lalu berdiri dan kujambak rambut Yati untuk berdiri juga. Aku menoleh untuk melihat reaksi Haji Mochtar melihat itu.

“Lho kok berdiri terus, duduk situ kan nyaman pak,” kataku sambil menunjuk sofa yang terletak di seberang tempat tidur. Setelah Haji Mochtar dan Mukti duduk berdampingan di sofa itu, kusuruh Yati untuk meng-oral Haji Mochtar. Yati lalu membungkukkan badannya ke depan, sementara dari arah belakang aku berusaha untuk memasukan penisku kedalam vaginanya. Walaupun Yati seorang janda dengan empat anak, namun vaginanya masih terasa sangat sempit, apalagi dalam dua tahun menjanda tidak ada satu bendapun yang menerobosnya, agak sulit juga aku berusaha memasukkan penisku pada vagina yati yang sudah lumayan basah itu. Setelah menempel pada bibir vagina Yati yang kubuka dengan dua jariku, kutekan kuat-kuat pinggulku ke depan.

“Ouuuuuuuugh, ssssssssshh, aaaaaaaaah,” mulut Yati melenguh dan mendesis seperti orang kepedasan.

“Hhhhhhhh, hhhhhhhh, yeesssss,” timpalku saat batang penisku berhasil menerobos liang vagina Yati.

“Ouuuuuuugh aaaaaaah, eeeeeenaaaaak kaaak,” sambung Haji Mochtar, yang baru pertamakali itu merasakan oral sex.

Setelah kutahan beberapa saat, kutarik pinggulku ke belakang hingga penisku terlepas dari vagina Yati. Setelah penisku terlepas lalu kumasukkan lagi pada liang vagina Yati, demikian kuulangi hingga tiga kali.

“Ouuuuuuuugh, Ouuuuuuuugh,” desah Yati setiap kali penisku menembus bibir vaginanya.

Setelah aku merasa mantap posisiku, kupegang pinggul Yati yang cukup besar itu dengan kedua tanganku lalu kuayun maju mundur.

“Ouuuuuuuuuuughhhhh aaaaaaaah,” desah Yati dengan mulut penuh karena sedang mengulum penis Haji Mochtar.

“Aaaaaaaaah teeeeeeerus phak Theeo, eeeeeeenaaaaaakk,” lenguh Yati lagi.

“Auuuuuuuuuh aaawaass kaaak, aku hampir keluar !!!!!!!” pekik Haji Mochtar tertahan.

Mendengar itu Yati bukannya melepas penis Haji Mochtar, tapi malah mempergencar serangannya pada penis Haji Mochtar. Dikulumnya seluruh batang penis Haji Mochtar yang tidak begitu besar itu hingga sampai kepangkalnya, lalu Yati menggeleng kekiri dan kekanan dengan cepat sambil menghisap batang penis itu. Diperlakukan seperti itu Haji Mochtar semakin tak tahan, tubuhnya mulai mengejang dan mulutnya melenguh ;

“Aaaaaaawaaaaas kaaaaaaaak, aku keluarhhhhh !!!!”

“Sseerrrrrrrrrt, ssssssseeeeert,” penis Haji Mochtar memuntahkan lahar panasnya.

“Gllk, glek, aaaaaaah,” Yati menelan seluruh sperma Haji Mochtar yang tertumpah di mulutnya.

Tigapuluh detik kemudian kulihat Haji Mochtar lunglai tak berdaya, sementara Yati masih sibuk menjilati ujung penis Haji Mochtar.

“Ouuuuuugh sudah kak aku sudah tak tahan lagi, aakku suudaah taaak kuuuat,” erang Haji Mochtar, sambil menjambak rambut Yati, dan berusaha menjauhkan mulut Yati dari penisnya.

Melihat itu aku jadi kasihan juga dengan Haji Mochtar, lalu kutarik pinggul Yati yang dari tadi kupegang sambil berkata,

“Ganti posisi hhhhhh!”

Tanpa melepas penisku dari vagina Yati kutarik dia kebelakang lalu aku berjalan mundur berputar hingga kearah sofa, lalu aku duduk di sofa di sebelah mukti yang sedari tadi kulihat sibuk menggosok-gosok vaginanya dengan telapak tangannya sambil memperhatikan kami bertiga. Dengan posisi aku terduduk di sofa dan Yati berada diatasku dalam posisi membelakangiku, yati mulai beraksi dengan cara bergerak naik turun diatasku hingga penisku bergerak keluar-masuk dalam vaginanya. Tanganku tidak lagi memegangi pinggulnya tetapi kumainkan clitoris Yati dengan kedua tanganku. Kuperlakukan seperti itu Yati semakin tak tahan. Gerakannya makin cepat dan mulutnya menceracau dengan suara aneh yang cukup keras. Hingga dalam kamar terdengar gaduh oleh ceracau Yati, mungkin dari luar kamarpun terdengar cukup kuat.

“Ouuuuuugh, aaahh, sssssssh, aaaaku maaauu kheeluaaarh phaak Theooooooo !!!! pekik Yati sambil mempercepat gerakannya.

Tiba-tiba kurasakan tubuh Yati mengejang lalu menekan kuat-kuat pinggulnya ke bawah hingga seluruh batang penisku tertancap seluruhnya kedalam liang vagina Yati hingga terasa kepala penisku meenyentuh dinding rahim Yati.

“Oooooouuuuuuh aaaaaaah aaaaaahhhh,” pekik Yati.

“Ssreeeeeet, ssssseeeeeeeeerrrrrr, ssesseerrrrr,”aku merasa ada cairan kental hangat dari dalam vagina Yati mengguyur batang penisku. Cukup banyak juga cairan yang keluar dari dalam vagina Yati hingga berleleran membasahi pangkal pahaku.

“Hhhhhhhhh belum apa-apa sudah mbonjrot, nggak tanggung jawab kataku,” sambil berusaha mengintip Masmah dari bawah ketiak Yati. Masmah dan Hindun yang berada di tempat tidur dihadapan Yati nampak terbeliak melihat itu.

“ayo tanggung jawab!” kataku sambil mendorong tubuh Yati kesamping. Kemudian aku berdiri dan menyodorkan batang penisku kemulut Yati untuk dibersihkan. Dengan tubuh lunglai, Yati menerima sodoran penisku lalu dengan sisa tenaganya mulai menjilati batang penisku hingga bersih. Setelah bersih, aku lalu berjalan menuju tempat tidur untuk menuntaskan haratku dengan Masmah. Melihat itu Hindun lalu bangun dan hendak turun dari tempat tidur, tapi aku mencegahnya.

“Eit mau kemana ? kamu juga kan sudah dipinjamkan padaku oleh suamimu ?” tanyaku pada Hindun.

“Bukannya pak Theo mau main dengan kak Masmah ?” tanya Hindun bingung.

“Denganmu juga mari kita bermain bertiga,” jawabku.

“Iya pak saya juga pingin merasakan seperti Kak Yati tadi, memangnya bapak masih mampu ? lagipula giliran saya kan setelah Kak Masmah,” tanya Hindun bingung.

“Ngapain pakai ngantri kayak mau beli karcis bioskop saja, mari sini kuajari kalian main bertiga,” jawabku sambil memeluk belakang kepala Hindun agar tak lari dia. Kuberi Hindun ciuman di bibir, nampaknya Hindun sudah mulai tanggap dan memagut bibirku.

“Hebat baru belajar langsung bisa,” kataku memuji Hindun sambil melepaskan pagutan Hindun di bibirku.

Masmah masih terlentang di kasur, aku lalu tengkurap diatasnya lalu aku memagut bibirnya. Seperti Hindun, Masmah juga sudah cukup tanggap. Tiba-tiba aku merasakan tangan Masmah memegang batang penisku dan berusaha untuk membimbing penisku kearah selangkangannya.

“Eeeit, belum waktunya,” kataku sambil melepaskan pagutanku pada bibirnya.

“Kalian berdua duduk berdampingan di sini” kataku sambil berdiri ditengah-tengah tempat tidur. Setelah mereka berdua menuruti perintahku, kusodorkan penisku kearah mulut Masmah. Karena tadi Masmah sudah melihat apa yang telah dilakukan Yati, diapun mengerti yang kumau. Segera Masmah memegang batang penisku lalu mulai menjilatinya. Kujambak rambut ubun-ubun Masmah agar mulutnya terbuka, setelah Masmah membuka mulutnya, kumasukkan batang penisku kedalam mulutnya. Karena mulut Masmah agak, kecil terasa sesak penisku dalam mulutnya. Masmah hanya bisa mengakses penisku hingga sebatas helmnya saja.

Kutarik batang penisku dari mulut Masmah, lalu kusodorkan ke mulut Hindun yang nampak sudah tak sabar untuk menikmati batang penisku juga. Karena mulut Hindun lebih besar, terasa lebih longgar dan lebih panjang batang penisku yang bisa diaksesnya, meskipun tidak sampai setengah dari batang penisku yang bisa diaksesnya. Setelah merasa cukup menikmati mulut mereka berdua yang bergantian mengulum penisku, kudorong kepala Hindun kebelakang agar melepaskan batang penisku. Setelah itu kusuruh Hindun untuk terlentang dan Masmah menungging diatasnya dalam posisi 69. Mereka berdua nampak belum paham dengan perintahku.

Setelah kuajari Masmah dan Hindun untuk saling menjilati clitoris lawan mainnya, aku segara turun dari tempat tidur dan mendekati Mukti yang sudah belingsatan dari tadi.

“Ayo kamu juga harus belajar jadi penyiar !” kataku sambi berdiri diatas sofa, agar posisi penisku tepat didepan mulut Mukti.

“Mari pak, saya juga pingin merasakan jadi penyiar seperti kak Masmah dan kak Hindun,” kata Mukti. Mukti lalu memegang batang penisku dan mulai memainkan dengan ujung lidahnya, tiba tiba kudengar Yati berkata pada Haji Mochtar, katanya :

“Heh kamu tadi baru main dengan Mukti kan ?”

“Iya kak, memangnya kenapa ?” jawab Haji Mochtar.

“Sudah kamu bersihin belum ?” tanya Yati lagi.

“Belum kak, biasanya kan dia bersihin sendiri,” jawab Haji Mochtar lagi.

“Nggak tanggung jawab, maunya makai aja ndak mau membersihin. Ayo bersihin, nanti biar kalau dipakai pak Theo sudah bersih”, perintah Yati.

“Baik kak,” kat Haji Mochtar sambil bangkit berdiri lalu hendak melangkah pergi.

“Eeeee mau kemana kamu ?” Yati bertanya pada Haji Mochtar.

“Gimana sih, katanya suruh bersihin. ya mau ambil lap sama air,” jawab Haji Mochtar jengkel.

“Bodoh, tadi kan sudah diberi contoh sama pak theo, juga sama aku kan sudah kuberi contoh masak masih mau ambil lap ?” kata Yati.

“Sini lihat cara bersihinnya!” kata Yati sambil bangkit dari sofa lalu berlutut di lantai tepat dihadapan Mukti. Yati lalu membuka kedua kaki Mukti yang duduk dengan kaki rapat agar megangkang, setelah kedua kaki Mukti mengangkan lebar, Yati lalu menyerang pangkal paha Mukti dengan mempergunakan lidahnya. Diperlakukan seperti itu Mukti mulai mengerang,

“Aaaaarrggh,” suara Mukti tertahankarena mulutnya penuh dengan batang penisku.

Nampak Haji Mochtar mulai bangkit lagi gairahnya, batang penisnya nampak mulai bergerak untuk bangkit lagi. Dia lalu bergerak menuju belakang Yati untuk menirukan gerakan kakak iparnya itu pada vagina Yati. Dalam posisi setengah merangkak seperti itu tentulah pantat Yati yang cukup besar itu begitu mengundang nafsu untuk disetubuhi. Apalagi Haji Mochtar sudah memendam rasa untuk merasasakan vagina kakak iparnya itu sejak bertahun-tahun yang lalu. Sejak almarhum kakaknya masih hidup, tapi sayang Haji Mochtar tidak pernah berani untuk mengatakan keinginannya itu pada almarhum kakaknya. Padahal apabila dia berani untuk mengatakan pada almarhum pasti dipinjamkannya. Perlahan Haji Mochtar bangkit dari sofa lalu merangkak ke belakang Yati. Setelah wajahnya tepat di belakang pantat Yati, Haji Mochtar mulai menirukan gerakan lidah Yati pada vagina kakak iparnya itu. Mendapat serangan secara tiba-tiba tentu Yati terkejut, dia mulai mengerang ;

“Aaaaaaaah, baaaaaagusssssssss kamu beelajaar duuluu di puuunyakuuuuuuuuu.”

“Sluuurp, ya kak, begini khann ? sluuuuuuuuuurp,” jawab Haji Mochtar.

“Baaguuss, sesekarang kamu beersihiin punya Mukthii,” jawab Yati sambil menahan nikmat seraya berdiri. Yati lalu ikutan Mukti menjilati penisku.

“Sssssudaaah, rudal ku mauu tak khandangin dhuluu aaaaaaaah,” kataku sambil melompat turun dari sofa menuju ke tempat tidur.

“Kalian berdua selesaikan Haji Mochtar!!” perintahku pada Yati dan Mukti.

Sesampainya diatas tempat tidur, aku lalu mendekati Masmah dari arah belakang. Kuraih rambut Masmah yang panjang sepantat itu lalu kugulung agar tidak menggangu serangan yang telah kurencanakan pada Masmah. Tahu aku dekati Masmah dan Hindun berhenti bermain.

“Eee terus ndak boleh berhenti!” kataku pada mereka berdua.

Aku lalu meraih pantat Masmah yang sedang nungging diatas Hindun, kuarahkan batang penisku pada vaginanya yang tampak sempit diantara dua pantatnya yang tidak begitu besar itu.

“Bu Hindun ganti sasaran pada buah pelirku ya, sekalian tolong arahin rudal ini ke lubang bu Maasmah !” kataku memerintah Hindun sambil berdiri pada kedua lututku tepat dibelakang Masmah.

“Baaaaaik phaak,” jawab Hindun sambil meraih batang penisku.

“Auuuuuuuh, ssssssaakiit paaak,” erang Masmah karena baru sekali ini dia merasakan penis sebesar punyaku.

“Aaaaaaaaah, buukaaaaiiin bbbibirnya deengan jajarii bbu nDun”, sahutku sambil menarik pinggang Masmah agar penisku dapat masuk lebih dalam pada vaginanya.

“Auuuuuuuh, ssssssaakiit paaak susuudah paakk ndaaak kuuuat,” erang Masmah lebih lanjut.

Mendengar itu aku jadi lebih bernafsu untuk menghajar Masmah lebih lanjut, kutekan penisku kuat-kuat agar bisa masuk seluruhnya dalam vagina Masmah, lalu aku berhenti untuk memberikan kesempatan pada Masmah agar bisa beradaptasi dengan penis besarku. Sementara itu aku menoleh untuk melihat reaksi Haji Mochtar melihat istrinya kesakitan. Aku tidak melihat reaksi Haji Mochtar, karena dia sudah berganti posisi terlentang di lantai dan dua perempuan diatasnya berjongkok sambil berhadapan, Yati pada bagian bawah dan Mukti berjongkok di wajah Haji Mochtar yang tampak asyik menikmati vagina Mukti dengan lidahnya. Kurang lebih satu menit kubiarkan batang penisku diam dalam vagina Masmah, sementara kantung pelirku sesekali dihisap oleh hindun, lalu aku bertanya,

“Masih saakit bu Masmah ?”

“Ssssedikiiiit tataappppi eeeeenaaak phak,” jawab Masmah.

Mendapat jawaban seperti itu aku mulai menarik pantatku kebelakang perlahan lalu mendorongnya kedepan lagi.

“Auuuh, aaaaaah, aaaaaaaaaaa, aaaaaah,” erang Masmah setiap kali aku menekan batang penisku karena menabrak dinding rahimnya.

Semakin lama semakin licin lubang vagina Masmah semakin cepat pula gerakanku. Tak lama kemudian aku merasakan lobang vagina Masmah berdenyut, lalu kutekan penisku dalam-dalam pada vagina itu.

“Mmmmmmhhhhhh,mmmmaaaaaahhhhhh”, tiba-tiba Masmah mengerang tertahan karena mulutnya tersumbat vagina Hindun. Bersamaan dengan itu aku merasa ada cairan hangat yang menyembur penisku dari dalam vagina Masmah.

Bersamaan dengan itu Hindun mengejang sambil men jepit kepala Masmah dengan kedua pahanya. Mereka berdua orgasme hampir bersamaan. Setelah tubuh Masmah melemas, kucabut batang penisku, lalu kubalik posisi mereka berdua agar Hindun berada diatas Masmah. Sekarang Hindun dalam posisi nungging berada diatas Masmah. Aku lalu berpindah ke belakang Hindun dan mulai melakukan serangan yang sama seperti pada Masmah tadi. Vagina Hindun memang tidak sesempit Masmah jadi agak lebih mudah aku memasukan batang penisku pada vaginanya, apalagi ditunjang cairan yang begitu banyak dari dalam vagina memudahkan aku untuk menggoyang maju mundur. Namun demikian aku merasa vagina Hindun masih cukup sempit.

“Aaaaaaaaaah,aaaaaaah,” erang Hindun setiap kali aku menggerakkan pantatku kedepan dan kebelakang.

“Aaah hhhh uuuuuuuh aaaaaaaaaaaaah,” suara Yati yang sedang bermain di lantai dengan Haji Mochtar.

“Aaaaaaadddduuhh ppaaaaaak aaku keelluar laghiiiiii,” rintih Hindun sambil bandannya mengejang.

Tanpa memperdulikan rintihan Hindun kuayun pantatku lebih cepat, begitu nikmat rasanya vagina yang menyempit karena tubuh yang mengejang. Ditambah lagi dengan denyutan yang cukup kuat dalam lobang nikmat Hindun yang sedang orgasme. Kurang lebih satu menit kemudian tubuh Hindum melemas tak berdaya. Karena sudah tidak ada perlawanan dari kedua perempuan di bawahku, aku segera beranjak turun dari tempat tidur lalu menghampiri Mukti dari arah belakang.

Setiba di belakang Mukti, lalu kuangkat pantat perempuan itu hingga mencapai posisi merangkak. Dalam posisi seperti itu segera kutusukan batang penisku kedalam liang senggama Mukti yang sudah basah tersebut. Walaupun liang senggama Mukti sudah sangat basah sekali karena cairan nikmatnya sendiri yang bercampur dengan ludah Haji Mochtar. Meskipun lubang vagina Mukti sudah sangat basah dan licin, namun masih begitu terasa menggigit, karena walaupun Mukti sudah 5 tahun menikah dengan 5 laki-laki, namun Mukti belum pernah hamil apalagi melahirkan.

“Uuuuuugh, aaaahh, ssssss,” desah Mukti begitu merasakan batang penisku yang cukup besar menembus bibir vaginanya.

“Aaaaah,aaaaah,aaaaaaaaaaaah,” desah Mukti setiap kali aku mengayunkan pantatku maju mundur.

Kurang dari 5 menit kemudian aku merasakan tubuh Mukti mengejang dan mulutnya melenguh panjang,

“Uuuuuuughh ahhh !!!!” Mukti melenguh dan kurasakan ada cairan hangat yang menyembur penisku di dalam vagina Mukti. Beberapa detik kemudian aku merasakan tubuh Mukti melemas bagaikan kain basah. Merasa tidak akan ada perlawanan lagi dari Mukti, segera kucabut batang penisku yang masih tegak berdiri. Setelah kusingkirkan tubuh Mukti yang lemas, aku memandang ke sekeliling mencari lawan yang masih mampu untuk melayaniku melepaskan dorongan dari dalam tubuhku yang serasa mau meledak.

Dari empat perempuan yang ada, kulihat hanya Yati yang masih bertahan. Yati masih asyik naik turun diatas Haji Mochtar. Nampak gerakan Yati sudah sangat liar, menandakan dia sudah hampir orgasme untuk yang kesekian kalinya. Di bawah Yati kulihat Haji Mochtar dengan tubuh mengejang dan mulutnya mendengus seperti sapi yang sedang disembelih, nampaknya Haji Mochtar juga hampir ejakulasi. Segera kuhampiri Yati dari belakang, kutekan punggung Yati agar dia lebih mendekat ke tubuh Haji Mochtar. Yati yang sudah begitu berpengalaman melayani lebih dari satu laki-laki segera tanggap maksudku. Segera Yati menghentikan gerakannya dan memberikan kesempatan buatku untuk memasukkan batang penisku ke lubang anusnya. Tanpa membuang waktu segera kuarahkan batang penisku ke lubang anus Yati setelah kuludahi terlebih dahulu, lalu kutempelkan topi baja penisku pada bibir anus Yati. Dengan kedua tangan kubuka belahan pantat Yati agar lubang anusnya ikut terbuka. Perlahan tapi pasti aku mulai menekan batang penisku untuk menembus lubang anus Yati yang sudah tidak sempit lagi itu, namun karena sudah lebih dari dua tahun Yati tidak melakukan anal seks, lubang anusnya terasa sangat sempit sekali.

“Aaaaaauuuuuuuuuuuuh ssssssssaaakit, pepepelan phaaak,” rintih Yati menahan sakit dan nikmat.

Setelah berhasil masuk, kutahan sebentar batang penisku dalam lubang anus Yati, agar Yati dapat beradaptasi. Selang beberapa saat kemudian Yati mendesis seperti orang kepedasan,

“sssssh,sssssssssh,sssssssssssssh,” begitulah tanda Yati jika siap untuk penetrasi setiap kali main dengan dua lawan atau lebih. Dulu waktu Yati masih tinggal di Malang dan suaminya masih hidup, kami sering sekali main bersama bertiga bersama dengan almarhum suaminya dan pak Hendra bos kami. Mendapat serangan ganda seperti itu tak lama kemudian Yati mulai liar gerakannya, Yati menghentak maju mundur tak beraturan pertanda sudah hampir orgasme. Kulihat haji Mochtar yang berada di bawah juga semakin liar pertanda sudah hampir klimax, sementara akupun sudah hampir meledak. Pada kondisi seperti itu segera aku ambil komando ;

“Cabuuuuuuuuuut,” kataku sambil terengah.

“Uuuuuaaaaaaaaaaaaaaah,” sahut Yati sambil merangkak maju hingga kedua batang penis yang menusuknya terlepas.

segera setelah itu Yati bergeser dan merubah posisi duduk di sofa dengan kedua paha yang mengangkang, sehingga belahan vaginanya nampak merah merekah. Aku segera berdiri sambil mencekik batang penisku agar tidak memuntahkan spermaku yang serasa hampir meledak, kutengok Haji mochtar bingung dan batang penisnya nampak berkedut-kedut hendak menumpahkan sperma. Segera aku memberi komando ;

“Tahan pak Haji, cekik, jangan sampai muntah dulu. Berdiri pak,” kataku pada Haji Mochtar.

Meski bingung Haji Mochtar menurut saja pada perintahku, segera dia berdiri sambil mencekik batang penisnya sepertiku. Kutengok ketiga perempuan yang lain yang berada di kasur, apakah mereka masih menonton atau sudah terkapar. Ternyata ketiganya masih terkagum dengan permainan kami bertiga, melihat itu segera kulambaikan tanganku meminta mereka untuk mendekat, segera mereka bertiga beringsut dari tempat tidur lalu mendekati kami bertiga. Setelah dekat segera kucium Masmah di depan suaminya dan kubisikan di telinganya ; “Jilatin vagina Yati, biar dia orgasme lagi,” kataku di telinga Masmah.

“Ya pak, beres”‘ jawab Masmah.

Segera setelah itu aku melangkah maju dan menyodorkan batang penisku ke wajah Yati. Segera Yati menyambut batang penisku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya telah menggenggam penis Haji Mochtar, lalu dibimbingnya kedua batang penis yang digenggamnya itu mengarah ke mulutnya. Setelah dekat dijilatnya topi baja penisku dan penis Haji Mochtar bergantian sambil diurut lembut pada batangnya. Pada saat tangan Yati bergerak untuk memberikan kocokan yang kedua batang penis Haji Mochtar berdenyut kuat, segera Yati menarik batang penis tersebut untuk memasuki rongga mulutnya yang telah terbuka lebar. Segera setelah topi baja Haji Mochtar menyentuh bibir Yati, menyemburlah cairan kental dari batang penis itu. Nampaknya Yati tidak mau menyia-nyiakan cairan Haji Mochtar itu, segera dikulumnya batang penis Haji Mochtar lalu dihisapnya kuat-kuat hingga tidak setetespun sperma yang tertumpah, semua ditelan oleh Yati sebagai obat awet muda, sementara itu tangan kanan Yati masih terus aktif mengocok batang penisku. Tak lama kemudian aku mulai merasakan kedutan pada batang penisku ;

“Uaaaaaaaah, aaku mau kkeluar nichhhhh,” racauku.

“Aaaku jughaaaaaa,” sahut Yati sambil mendorong tubuh Haji Mochtar ke belakang, lalu ganti memasukan batang penisku dalam mulutnya lalu Yati mulai menghisap batang penisku kuat-kuat,sambil mengocok batang penisku dengan tangannya, tak lebih dari sepuluh kocokan kemudian, batang penisku mengejang serta menyemburkan lahar panas yang sejak tadi kutahan,

“Uuuuaaaaaaaaaaahhhhh,hhhhhh,hhhhh,hhhhhh”,lenguhku saat lahar itu menyembur.

Pada saat yang sama dengan tangkas Yati menghisap batang penisku dengan kuat, hingga terasa Yati hampir menelan batang penisku kedalam kerongkongannya. Nampaknya serangan yang dilakukan Masmah dari bawah telah pula berhasil membuat Yati orgasme untuk yang kesekian kalinya.

Pada menit berikutnya kami berenam sudah terkapar kecapaian, Yati dan Masmah tidur memelukku dari kiri dan kananku, Sementara Mukti da Hindun memeluk Haji Mochtar. Kurang lebih dua jam kami tertidur kecapaian, hingga ada suara asing membangunkan kami sambil menggoyang-goyangkan tubuh kami.

“Inaq, Bapak, uras sembayang subuh julu,” (Ibu, bapak, bangun Sembahyang Subuh dulu) suara Umi anak Sulung Yati membangunkan kami.

Meski mata terasa berat dan aku juga tidak sembayang karena bukan muslim akupun terbangun oleh suara itu. Perlahan kubuka mataku, dan kulihat Umi yang baru kelas dua SMA itu mengguncang tubuh ibunya dalam keaadaan telanjang bulat juga. Belum habis keterkejutanku, aku berusaha membuka mata lebih lebar kulhat Rahma anak kedua Haji Mochtar yang baru kelas dua SMP dan bulu jembutnya baru mulai tumbuh itu juga telanjang bulat mengguncang tubuh Haji Mochtar membangunkan bapaknya. Sementara itu Husnul, anak Sulung Masmah tengah membangunkan Mukti, ibu tirinya, dengan cara menusukan jarinya pada vagina ibu tirinya itu. Belum habis keterkejutanku, terasa ada kain basah mengusap lembut pada batang penisku yang lemas dan mengecil karena hawa dingin. Kubuka mata lebih lebar, dan akupun terbeliak karena dihadapanku kulihat Umi tengah asik membersihkan batang penisku dengan kain basah. Aku bangun dan duduk sambil mengucek-ucek mataku berusaha memperhatikan sekelilingku lebih seksama. Kumelihat disana Husnul dan Fendi serta Zamrah (ketiganya anak Haji Mochtar dari Masmah) juga Umi dan Rahma (anak Yati) semuanya telanjang bulat sambil membawa ember dan handuk kecil hendak membersihkan kelamin kami yang baru saja kami pakai bersetubuh. Dengan bingung aku perhatikan Yati, Hindun dan Mukti beranjak bangun Lalu duduk mengangkang di sofa, sementaran Husnul berjongkok di depan Yati sambil mengusap vagina Yati yang masih berlepotan cairan itu dengan menggunakan handuk basah yang dipegangnya. Demikian juga dengan Fendi, dia tengah asik mengelap vagina Mukti, ibu tirinya. Mataku berputar mencari Masmah, dalam hati aku heran kenapa Masmah tidak ikut antrian untuk membersihkan vaginanya. Kumelihat Masmah tengah duduk mengangkang disudut tempat tidur besar itu sambil membersihkan vaginanya sendiri. Dalam hati aku heran kenapa Masmah justru membersihkan vaginanya sendiri tidak ikut antrian untuk dibersihkan oleh anaknya. Sementara itu dibarisan anak perempuan, setelah selesai membersihkan penisku Umi beranjak untuk membersihkan penis Haji Mochtar, sementara Zamrah dan Rahma masih asik mengelus penisku dengan lembut. Pada menit berikutnya kembali Umi mendekati penisku dengan mulut terbuka lalu mulai menjilati batang penisku. Lalu kemana Haji mochtar ? ternyata Haji Mochtar tengah asik membersihkan vagina Masmah. Setelah acara bersih-bersih selesai, mereka semua beriringan menuju ke kolam di samping rumah di kolam yang disebut telaga itu mereka semua mandi keramas bersama-sama. Usai mandi mereka semua lalu naik ke gazebo yang berada di dekat kolam itu lalu sembahyang bersama dipimpin Haji Mochtar. Setelah selesai sembahyang berjamaah, mereka lalu melepas seluruh pakainnya dan beriringan kembali ke dalam kamar dimana aku sedari tadi menunggu sambil memperhatikan mereka dari jendela kamar yang dibuka oleh Umi. Sesampainya dalam kamarku, Haji Mochtar bertanya padaku,

“Bagaimana pak Theo, masih mampu melanjutkan permainan kita ?”

“Boleh, tapi apa kalian semua tidak pergi kerja ?” jawabku sambil bertanya.

“Baiklah kalau begitu kita lanjutkan permainan kita. Masalah kerjaan kan banyak pembantu yang mengerjakan. Tapi sebaiknya sebelum kita lanjutkan permainan kita ada baiknya kita ngopi dulu sambil sarapan,” kata Haji Mochtar.

“Betul juga itu, sambil ada beberapa beberapa hal yang perlu saya tanyakan,” jawabku.

“Kalau begitu mari kita ngopi dulu di ruang tengah atau di santrean (gazebo di halaman samping rumah) pak ?” jawab Haji Mochtar sambil beranjak berdiri.

“Nampaknya di luar masih dingin, sebaiknya kita di ruang tengah saja,” jawabku.

Lalu kami berenam berjalan beriringan menuju ke meja makan di ruang tengah rumah itu dalam keadaan telanjang bulat semua. Sesampainya di ruang makan, kami duduk mengelilingi meja makan. Yati dan Masmah duduk disampingku. Sementara Mukti dan hindun mengapit Haji Mochtar diseberang kami. Yati menyilangkan paha kirinya pada paha kananku, sementara Masmah menyilangkan paha kanannya pada kaki kiriku. Demikian pula diseberang meja kulihat Mukti dan hindun juga melakukan posisi yang sama pada Haji Mochtar. Pada menit berikutnya anak-anak Haji Mochtar juga anak-anak Yati beriringan keluar sambil membawa nampan berisi makanan dan kopi serata ada jamu tradisional. Sambil menikmati hidangan pagi itu kami bercakap -cakap.

“Bagaimana pak Theo ? puas dengan penyambutan kami ?” tanya Haji Mochtar membuka percakapan.

“Ya begitulah, sangat puas sekali,” jawabku.

“Ya beginilah cara kami menyambut tamu pak, sebab kalau bapak ingin memilih dan membeli seperti di Jawa disini tidak ada pak. Sebab itu zina dilarang agama pak,” terang Haji Mochtar.

“Tapi kalau saya menyetubuhi istri bapak dan bu Yat dan semua itu kan bukan istri saya. Apa itu bukan zina pak ?” tanyaku.

“Oh itu bukan zina pak, lagian saya kan yang mempersilahkan bapak untuk menyetubuhi istri saya dan saya juga ada serta melihat, apalagi kalau ternyata istri saya bisa memuaskan bapak itu adalah suatu kehormatan bagi saya dan keluarga pak. Kecuali jika bapak bersetubuh dengan istri saya tanpa sepengetahuan saya, bapak dan istri saya bisa dihukum pak. Tapi ini hanya berlaku selama satu minggu. Selebihnya kalau lewat dari satu minggu maka bapak akan dihukum dan wajib untuk menikahi wanita yang sedang bapak setubuhi,” terang Haji Mochtar lagi.

“Lalu hukumannya apa pak ?” tanyaku penasaran

“Hukumannya bapak akan diarak ke halaman masjid yang ada di pusat desa bersama wanita yang bapak setubuhi bersama dengan suaminya dalam keadaan telanjang bulat, lalu bapak harus bersetubuh dengan disaksikan oleh orang sedesa ini. Jika ada dari penonton yang ingin bersetubuh dengan terhukum harus dilayani tanpa syarat. Hukuman ini baru berhenti jika kepala kampung atau tuan guru sudah menyatakan cukup,” Terang Haji Mochtar lagi.

“Lalu waktu kita selesai main tadi kenapa anak-anak dibiarkan masuk ke kamar kita pak ? bukankah itu tidak baik bagi perkembangan jiwa mereka pak ?” tanyaku lagi.

“Oh itu, jangan salah sangka dulu pak, bagi anak-anak yang telah cukup umur wajib untuk melihat orangtuanya bersetubuh, agar mereka nanti kalau menikah tidak canggung dan telah bisa untuk melakukan persetubuhan. Tetapi ada larangan bagi anak-anak untuk menyentuh kelamin orang tua kandungnya, namun wajib untuk menyentuh dan membersihkan kelamin orangtua tirinya. Bagi anak laki-laki wajib untuk melayani atau menikahi ibu tirinya jika si ibu menginginkannya. Demikian pula anak perempuan pada bapak tirinya atau tamu kehormatan yang berada di rumahnya. Jadi kalau bapak menginginkan anak gadis saya maka anak sayapun akan melayani bapak dibawah arahan ibunya agar bapak bisa terpuaskan,” kata Haji Mochtar lagi.

Sementara itu para wanita disamping kami dengan aktif dan atraktif mengelus penis kami agar bangun lagi, nampak mata mereka sangatlah horny sekali. Tak lama berselang Umi, Rahma dan Zamrah masih dalam keadaan telanjang bulat mendekatiku seiring dengan lambaian tangan ibunya untuk mendekat.

“Um, tolong kamu ambil mug besar yang ada di dekat tempat tidur ibu di kamar !” kata Yati menyuruh Umi anaknya.

“Baik bu,” kata Umi sambil melangkah pergi.

Tak lama berselang Umi datang sambil membawa mug besar berisi air teh yang sudah diendapkan selama semalam.

“Ini bu,” kata Umi sambil menyodorkan mug tersebut pada Ibunya.

“Sekarang kamu bantu ibu mencuci penis pak Theo dan punya paman Mochtar,” kata Yati.

“Baik bu,” Kata Umi seraya merangkak ke bawah meja.

Pada menit berikutnya aku merasakan ada tiga pasang tangan yang bergantian mengelus batang penisku dalam mug yang berisi teh itu, perlahan tapi pasti aku merasa mulai ereksi kembali. Aku tidak tahu apa campuran teh dalam mug itu, tapi yang jelas sejak dulu waktu masih di Malang Yati selalu mencuci batang penis kami dengan ramuan tersebut. Efek dari ramuan tersebut memang begitu nyata seperti yang kurasakan sekarang ini.

“Diminum dulu jamunya pak Theo, Setelah itu kita main lagi yah,” kata Yati dengan manja dan mata yang sayu.

“Memangnya bu Yati dan bu Nasmah tidak ke pasar ?” tanyaku sambil menerima gaelas berisis jamu yang disodorkan Yati.

“Sejak kedatangan pak Theo kemarin pagi, di pasar saya sudah mengatakan pada para pembantu bahwa kami berdua tidak ke pasar selama tiga hari ini. Biar mereka yang menjaga toko,” kat Masmah menyahut pertanyaanku.

“Lalu selama tiga hari ini bu Masmah mau kemana ?” tanyaku lagi.

“Kami berdua mau menemani pak Theo, terus terang kemarin kak Yati menceritakan bahwa tongkol pak Theo begitu istimewa dibanding dengan semua tongkol yang pernah dirasakan oleh kak Yati. Ternyata memang benar, walaupun selama hidup saya baru merasakan tongkol bapak dan tongkol suami saya. Kalau pak Theo mau, saya ingin menjadi istri bapak, sehingga bapak bisa ngent*t saya sampai kapanpun.” kata Masmah polos di hadapan suaminya.

“Sebaiknya memang pak Theo mau menikahi istri saya pak, sebab bapak bebas menggauli istri saya hanya dalam satu minggu ini pak. Bila bapak tdak menikahi salah satu dari perempuan di sini, maka bila minggu depan bapak masih tinggal di sini saya tidak bisa memberikan selimut buat bapak lagi,” sambung Haji Mochtar mendukung keinginan istrinya.

Bagai disambar petir rasanya, heran istri sendiri malah ditawarkan untuk dinikahi laki-laki lain. Pak haji ini sudah pening atau jangan-jangan istrinya mau dipakai bayar hutang ?

“Tapi ini tidak ada hubungan dengan tugas saya untuk menagih hutang kan pak ?” tanyaku ragu.

“O, tidak. Masalah itu jangan khawatir pak, sebenarnya uang untuk membayar hutang itu sudah ada sejak dulu. Cuma saya tidak tahu mengapa kak Yati melarang saya untuk membayarkan,” jawab Haji Mochtar.

“Aku memang melarang Mochtar untuk mengirim uang itu, supaya ada alasan untuk mengundang pak Teo dan pak Hendra untuk datang kemari. Sebab semenjak aku pindah kemari hingga suamiku meninggal aku belum pernah terpuaskan dalam sex. Pak Theo kan tahu waktu di Jawa dulu kan setiap minggu tiga kali kita party, dan terus terang saya hanya terpuaskan oleh tongkol pak Theo. Saya kangen ini pak !” kata Yati sambil mengelus penisku dengan lembut.

“Lalu kapan uang itu mau dikirim ?” tanyaku.

“Siang ini pun bisa, asal pak Theo mau menikahi saya dan Masmah. Kalau pak Theo tidak percaya silahkan pegang buku tabungan saya dan nanti kita pergi ke Masbagik, di BRI nanti kita kirim uang itu sekalian seluruh uang saya silahkan untuk pak Theo semuanya,” jawab Yati.

“Kalau begitu permasalahannya kenapa kita musti menikah ? toh bu Yati tetap bisa merasakan tongkol saya kapan pun bu Yati mau”,jawabku.

“Tapi saya ingin kita menikah, sebab saya tidak ingin dihukum keliling desa dalam keadaan telanjang bulat. Saya juga tidak mau kita menikah secara negara, saya cuma ingin mas Theo menikahi saya dengan cara kami,” kata Yati lagi.

“Bukan secara negara. Lalu secara kalian, gimana itu ?” tanyaku bingung.

“Begini, dalam tatanan adat kelompok kami ada cara menikah tersendiri yang tidak perlu mengurus segala surat menyurat sebagaimana umumnya. Kita cukup melapor pada kepala adat atau disini kami menyebutnya tuan guru, lalu kita mengundang kerabat dan tetangga. Kemudian kita disumpah didepan orang banyak, resmilah status pernikahan kita. Tinggal mengadakan pestanya,” terang Yati.

“Yah kalau begitu bolehlah, tapi kenapa musti pake pesta segala ?” jawabku.

“Ini wajib. Dan dalam pesta nanti sebagai pengantin kita berhak untuk memilih pasangan dari para tamu untuk kita jadikan selingan selama dalam pesta,” terang Haji Mochtar.

“Pesta sex maksudnya ? Lalu jika kita menginginkan untuk menyetubuhi istri salah satu tamu, apa suaminya tidak marah ?” tanyaku bingung.

“Ya, pesta seperti itulah, dan kalau ada tamu yang istri atau suaminya diinginkan oleh pengantin mereka tidak boleh marah, malah suatu kehormatan bagi yang pasangannya dipilih oleh pengantin. Apalagi jika pengantin itu datang dari luar daerah seperti bapak,” terang haji Mochtar lagi.

“Ya baiklah kalau begitu,” jawabku ringan.

Setelah kami putuskan untuk mengirim uang siang nanti, kami melanjutkan pesta kami. Aku tak tahu ramuan apa yang telah aku minum namun jamu trdisional mereka itu sangatlah manjur sekali. Penisku terasa ngaceng lebih tegang dari biasanya walaupun barusan dipakai. Segera kupeluk Yati dan Masmah untuk kuajak bertempur lagi. Masmah yang tadinya nampak lemas, setelah meminum jamu nampak sangatlah bugar. Melihat aku telah siap untuk bertempur lagi, segera keempat perempuan itu bersiap untuk masuk kembali ke kamar. Sesampainya di kamar segera aku membagi tugas.

“Bu Yat, tolong ajari Mukti dan Hindun tehnik yang lebih baik. Sementara bu Masmah main dengan saya giliran pertama,” kataku pada Yati.

“Baik mas, tapi tolong jangan memanggil kami dengan sebutan ibu. Sebab sekarang ini kami adalah selimut mas Theo”, kata Yati.

“Lalu aku harus panggil apa ?” tanyaku bingung.

“Cukup panggil nama saja. Dan sebelum mulai babak ke dua, kami semua wajib melumasi tongkol mas Theo”, jawab yati seraya mengelus lembut batang penisku.

“Maaf pak Theo, kalau tidak keberatan untuk babak ke dua ini saya minta ijin untuk bergabung belakangan. Sebab saya ada urusan sebentar,” sela Haji Mochtar.

“Mau kemana kamu Moch ? Ada tamu kok malah mau pergi!” timpal Yati.

“Aku ingin memanggil semua istriku kak, aku ingin mereka semua belajar permainan seperti orang-orang kota pada kakak dan pak Theo supaya pinter,seperti kakak,” Jawab Haji Mochtar.

“Kalau menurut aku jangan sekarang lebih baik besok saja toh besok masih banyak waktu dan sekarang mas Theo kan sudah capek,” larang Yati.

“Ya kalau begitu terseah kakak saja”, Jawab Haji Mochtar.

“Memang ada berapa istri pak Haji ? dan kemana mereka ?” tanyaku.

“Istri saya ada delapan pak, mereka juga memiliki suami selain saya, jadi mereka ada di rumah suami-suami mereka yang lain,” jawab Haji Mochtar.

“Sudah wawancaranya nanti saja, kita mulai saja babak kedua. Udah nggak tahan nich,” kata Yati.

“Ya kalau begitu ayo pindah ke kamar,” ajakku sambil merangkul Yati dan Masmah.

Kami pun melangkah kembali ke kamar. Sesampainya di kamar Yati memintaku untuk duduk di sofa, Yati dan Masmah lalu duduk di lantai sambil mengulum batang penisku bergantian. Sementara itu Mukti dan Hindun duduk disebelah kiri dan kananku sambil kuremas buah dada mereka masing-masing sebelah, sambil kupagut bibir mereka bergantian. Kira-kira tiga menit kemudian, kedua wanita yang mengerjaiku dari bawah, (Yati dan Masmah) menghentikan kegiatan mereka. Yati lalu berdiri mengangkangiku dengan posisi membelakangi aku, selanjutnya Yati mulai bergerak menurunkan pantatnya. Sementara Masmah duduk bersimpuh di lantai diantara kedua pahaku yang mengangkang. Tangan kanan Masmah menggegam penisku, sementara tangan kiri Masmah membimbing selangkangan Yati mengarah tepat ke penisku. Perlahan tapi pasti kurasakan topi bajaku mulai menyentuh gundukan daging yang empuk dan basah, beberapa detik kemudian kurasakan kepala penisku mulai membelah belahan vagina Yati yang basah, bllleeeessssssssssssss perlahan tapi pasti adik kecilku memasuki liang vagina Yati.

“Aaaaah, mmmmfffhhhhhhhhhh,” lenguh Yati seiring dengan masuknya batang penisku pada Vaginanya.

“Tahan kak!” Kata Masmah ketika seluruh batang penisku telah terbenam seutuhnya dalam vagina Yati

Lalu sambil berlutut diantara kedua pahaku Masmah mulai membungkuk dan mulai menjilati buah zakarku lalu menjilati klitoris Yati.

Anda sedang membaca artikel tentang Tugas Ke Daerah dan anda bisa menemukan artikel Tugas Ke Daerah ini dengan url http://kumpulan-ceritaxxx.blogspot.com/2012/03/tugas-ke-daerah.html, anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Tugas Ke Daerah ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Tugas Ke Daerah sumbernya.

Keyword : cerita seks,cerita dewasa,cerita,kumpulan cerita,mendesah,selingkuh,nikmat,sumber cerita,kumpulan cerita seks,hot story



Selamat Datang Di Cerita Seks Terbesar di Indonesia

Admin Mesum - 06.26
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Promosikan Situs/Web atau Blog Anda Disini



Shout
Review http://kumpulan-ceritaxxx.blogspot.com on alexa.com
backlink
Email extractor software for online marketing. Get it now free, Email Extractor 14. online-casino.us.org

 
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Kumpulan Ceritaxxx - All Rights Reserved