Juni 1991 saya pergi ke Lombok Timur untuk suatu tugas dari bos tempat
saya bekerja untuk menagih hutang bisnis, pada salah satu kolega
bisnisnya. Dari kota Malang yang ada di Jawa aku menggunakan perjalanan
darat sampai ke Banyuwangi lalu menyeberang ke Bali dan dilanjutkan
perjalanan darat lagi hingga ke Padang Bai yang ada di pantai timur
bali, kemudian menyeberang lagi hingga ke Lembar di pulau Lombok,
setelah itu aku masih harus menggunakan jalan darat lagi hingga ke Desa
Mamben Kecamatan Aikmel di ujung Timur pulau Lombok. Setelah kurang
lebih 40 jam dalam perjalanan aku tiba di rumah Haji Mochtar, kolega
bosku yang berhutang tersebut.
Setelah berbasa-basi sejenak dengan Haji Mochtar, beliau mempersilahkan
aku untuk beristirahat terlebih dahulu. Karena memang capek akupun
berterima kasih sekali. Untukku disediakan kamar yang cukup besar
bersebelahan dengan kamar tidur utama tempat tidur Haji Mochtar. Cukup
mewah untuk ukuran rumah desa, selain cukup luas bersih dan nyaman.
Siang itu aku tidur cukup nyenyak setelah dua hari diguncang kendaraan
dalam perjalanan dari Jawa hingga ke Lombok.
Sore harinya aku bangun dalam keadaan segar, keluar dari kamar kulihat
duduk di beranda sambil menghisap rokok. Melihat aku keluar dari kamar,
Haji Mochtar menyambutku lalu memperkenalkan aku dengan anggota
keluarganya ; Masmah istrinya, Yati janda almarhum kakak Haji Mochtar
yang juga kolegaku di Malang serta lima anak Haji Mochtar dan empat anak
Yati. Setelah berbasa-basi sejenak Haji Mochtar menawarkan aku untuk
mandi di sungai. Walaupun di rumah Haji Mochtar ada kamar mandi, namun
keluarga itu masih senang mandi di sungai, lebih segar katanya. Karena
belum pernah mandi di sungai, aku jadi tertarik juga.
Ternyata sungai tempat mandi yang tidak begitu jauh dari rumah Haji
Mochtar itu tidak seperti sungai yang aku bayangkan, lebih tepatnya
telaga menurutku bukan sungai. Air telaga itu jernih sekali hingga batu
dan ikan yang ada di dasarpun tampak. Karena hari belum terlalu sore,
belum tampak orang mandi di sana. Telaga itu di sekat menjadi tiga
bagian dengan mempergunakan anyaman daun kelapa diatas air dan tumpukan
batu dari pemukaan air hingga dasar sungai. Di sebelah paling hulu
tempat mandi dewasa, demikian juga yang di tengah sedangkan di hilir
yang airnya lebih dangkal untuk mandi anak-anak.
Melihat air telaga yang jernih aku jadi ingin segera mandi, karena masih
sepi tanpa canggung aku melepas seluruh pakaianku dan segera masuk ke
air. Segar juga rasanya mandi di sungai, ingin rasanya aku berlama-lama
berendam. Haji Mochtarpun tampaknya juga mempunyai perasaan sepertiku.
Kurang lebih seperempat jam kami berendam aku mendengar ada suara
beberapa perempuan datang ke tempat mandi kami, aku pikir tentunya bilik
yang di tengah adalah untuk bilik pempuan karena tampak lebih rapat dan
aku juga tidak tahu jalan masuknya. Aku tidak ambil pusing dengan suara
perempuan yang datang, sambil berenang agak ke tengah aku memeriksa
batu pembatas bilik, sebab aku penasaran kenapa batu yang di tengah
nampak terputus kurang lebih satu meter panjangnya.
Sesekali aku menyelam agar tahu apakah batas tersebut memang tidak
sampai ke dasar, setelah tahu batas tersebut memang terputus sampai ke
dasar, aku segera kembali ke tepi karena ingin bertanya pada Haji
Mochtar kenapa batas itu terputus. Sewaktu aku menyembul ke permukaan
untuk mengambil nafas, aku mendapati pemandangan yang sangat mengejutkan
; ternyata di tepian di dekat aku meletakan bajuku, aku melihat
beberapa perempuan sedang melepas baju, hendak mandi. Lebih terkejut
lagi mereka nampak tidak terkejut sama sekali dan nampak biasa-biasa
saja. Diantara perempuan-perempuan itu aku melihat Yati dan Masmah istri
Haji Mochtar, sambil melepas celana dalam Masmah menyapaku yang masih
di dalam air, “Segarkan pak, mandi di sungai?”
“I i i ya bu,” jawabku tergagap, sambil mataku tidak lepas dari bukit
kecil di belahan pahanya yang ditumbuhi bulu yang lumayan lebat dan
kasar. Melihat pemandangan seperti itu aku jadi belingsatan sendiri,
penisku mulai mengembang karena pemandangan tersebut. Bagaimana tidak
jika dalam jarak kurang dari 4 meter di depanku ada enam orang perempuan
yang semuanya telanjang bulat.
Aku jadi berpikir apakah aku tadi terbawa arus waktu di bawah air hingga
aku terseret ke bilik tengah ? namun anehnya kenapa para perempuan itu
tidak terkejut? Dalam kegalauan seperti itu aku melihat Yati yang juga
telah telanjang bulat segera menceburkan diri ke air dan berenang
mendekatiku.
Nampaknya dia tahu apa yang tengah aku pikirkan. Setelah mencapai jarak
kurang dari 1 meter dariku Yati berbicara pelan padaku, “Ndak usah
bingung pak, disini kami mandi barengan, campur laki-laki dan perempuan.
Kalau bapak mau lihat, lihat aja mereka juga ndak marah kok kalau
diperhatikan.”
“Kalau suami mereka tahu bagaimana ?” tanyaku.
“Santai saja, sebab di sini wanita adalah konsumsi. Mereka tidak berhak
marah. Itu yang disebelah kiri itu kan suaminya yang itu,” kata Yati
sambil menunjuk seorang wanita yang tengah menggosok betisnya dengan
batu.
Di tepian aku memperhatikan Masmah masih belum menceburkan diri ke air,
dia asyik berbincang dengan seorang wanita. Nampaknya mereka berdua
merasa kalau sedang aku perhatikan. Merasa diperhatikan seperti itu
mereka sama sekali tidak merasa risih, bahkan mereka duduk pada sebuah
batu yang letaknya lebih dekat denganku.
“Tidak usah ditutupi pak, kita semua di sini telanjang kok jadi ndak
usah malu,” kata Yati sambil tangannya berusaha untuk menyingkirkan
tanganku yang menutupi penisku.
“Kalau baru pertama mandi di sini pasti ngaceng,” kata Yati yang entah sengaja atau tidak menyentuh penisku.
“Pak Haji mana tanyaku ?” sambil berbisik.
“Mungkin di sebelah,” jawab Yati.
“Kalau begitu aku menyusul ke sebelah saja,” jawabku sambil berbalik.
“Jangan pak, nanti bisa dapat masalah, kalau masuk ke sana harus berpasangan,” jawab Yati pelan.
“Memang kenapa ?” tanyaku.
“Nanti aja ceriteranya di rumah, sekarang kita ke tepi saja, kalau masih
malu keluar dari air duduk saja di batu itu,” jawab Yati, sambil
menunjuk sebuah batu yang letaknya di dalam air kurang lebih satu meter
dari tempat Masmah duduk. Aku masih bengong dan belum ada respon.
Tiba-tiba Yati melakukan gerakan yang cukup mengejutkan aku,
digenggamnya penisku lalu ditarik sambil berkata, “Ayo duduk di situ,
capek nih berdiri terus.”
“I i iya,” jawabku tergagap karena masih asyik memperhatikan Masmah dan kawannya.
“Duduk situ saja pak, kalau malu keluar dari air,” kata Masmah sambil
membetulkan duduknya lebih masuk ke air hingga pantatnya masuk ke air.
“Sudah duduk sini dulu saya mandi dulu,” kata Yati setelah sampai di batu yang dimaksud.
“Pak Theo kalau mau lihat jangan sungkan sebab disini bebas untuk
melihat tapi haram untuk memegang,” kata Masmah sambil membenahi
duduknya lebih mengangkang karena akan membersihkan selangkangannya,
dalam posisi duduk seperti itu begitu nampak jelas belahan vagina Masmah
yang berada kurang lebih satu meter di hadapanku. Melihat pemandangan
seperti itu makin bertambah tegang saja penisku.
Tanpa kusadari ketiga wanita di depanku juga tengah asyik memperhatikan
batang penisku yang makin mengembang, dan nampak mata mereka begitu
horny memandang batang penisku di air yang jernih itu. Karena merasa
tidak tahan lagi kulihat ketiga wanita dihadapanku itu mulai
menggosok-gosok bibir vagina mereka dengan tangan, aku segera keluar
dari air dan langsung meraih handukku yang tadi kuletakan diatas batu,
lalu dengan cepat aku memakai celana dalam dan celana pendekku dengan
tergesa-gesa.
“Saya duluan bu Yati, tolong pamitkan pak Haji. Mari bu Masmah saya udah
kedinginan nih,” kata ku berbohong. sebenarnya aku ingin segera pulang
untuk onani karena aku ingin segera menyalurkan hasratku dan tidak ada
lawan untuk menyalurkan hasrat tersebut. Lagian aku belum terbiasa
dengan pemandangan seperti tadi.
“Ya pak, segera kami menyusul”, jawab Masmah dan Yati hampir bersamaan.
Setibanya di rumah aku lansung masuk kamar dan melepaskan celana
pendekku untuk segera melakukan onani, namun baru aku mengelus batang
penisku sendiri, aku mendengar suara dari kamar Haji Mochtar, aku tak
ambil pusing. baru aku mau melanjutkan aksiku, aku mendengar pintu
tembusan yang menghubungkan kamarku dan kamar Haji Mochtar terbuka,
tentu saja aku terkejut dan berusaha menutupi bagian bawah tubuhku yang
tidak bercelana. Namun sekali lagi aku dibuat terkejut, dari arah pintu
itu aku melihat Haji Mochtar bersama Masmah istrinya dan dua perempuan
yang salah satunya tadi bertemu aku di sungai memasuki kamarku, lebih
mengejutkan lagi mereka berlima dalam keadaan telanjang bulat.
Sambil tersenyum Haji Mochtar berkata,
“Maaf lho pak tadi di sungai saya tinggal sebab saya bertemu dia.”
sambil menunjuk wanita di sebelahnya yang belum aku kenal sama sekali.
“Oh ndak apa-apa pak, toh saya bisa pulang sendiri,” jawabku.
Lalu Haji Mochtar berkata lagi, “Begini pak, bapak kan tamu saya.Disini
ada adat tidak tertulis yang mewajibkan kami untuk menjamu bapak
sepenuhnya termasuk meminjamkan istri kami sebagai teman tidur jika
bapak menghendaki, seperti bapak menjamu kami kalau kami ke Jawa.
Bedanya kalau di Jawa bapak tidak meminjamkan istri tapi bisa membelikan
perempuan untuk kami, yang seperti itu disini tidak boleh karena itu
zinah.”
“Jadi saya boleh nih pinjam bu Masmah untuk teman tidur saya malam ini,” tanyaku sembrono.
“O boleh pak, bukan hanya Masmah tapi juga kedelapan istri saya yang
lain. Nanti mereka akan saya panggil ke sini semua dengan suami-suami
mereka jika mau. O ya hampir lupa, kenalkan ini Hindun istri saya yang
ke tiga,” kata Haji Mochtar sambil menunjuk wanita yang tadi bertemu aku
di sungai. Perempuan itu lalu mendekatiku dan menjabat tanganku sambil
berkata ;
“Hindun, tadi kita sudah bertemu di sungai kan.”
“Theo, ya tadi kita sudah ketemu,” jawabku.
“Dan ini Mukti, istri saya yang ke sembilan. Sementara ini istri termuda saya,” kata Haji Mochtar.
“Mukti,” Kata perempuan yang berusia kurang lebih 20 tahun itu menjabat tanganku sambil tersenyum.
“Theo,” sambil menyambut uluran tangannya.
“Nah sekarang pak Theo mau pilih siapa untuk menyalurkan hasrat pak
Theo. Silahkan pilih, atau mau pakai ketiganya juga boleh. Tapi kalau
bapak mau pakai kak Yati silahkan nego sendiri karena dia-kan bukan
istri saya jadi saya tidak berhak untuk menawarkan, tapi karena kak Yati
juga merupakan tuan rumah di rumah ini, kak yati juga wajib untuk
menjamu pak Theo,” terang Haji Mochtar lagi.
“Sudah karena aku juga wajib untuk menjamu, maka sekarang aku putuskan
aku yang akan menemani pak Theo tidur, lagian selama dua tahun aku
ditinggal suamiku baru kali ini aku merasa terangsang melihat laki-laki
telanjang. Masmah dan Hindun sekarang juga harus melayani pak Theo,
karena tadi di sungai sudah bikin pak Theo ngaceng, jadi kalian berdua
harus tanggung jawab. Haji Mochtar sekarang harus menunggui kami bermain
supaya bisa belajar bagaimana seharusnya orang bersetubuh, jangan
seperti laki-laki disini yang bisanya hanya bisa main diatas dan
perempuan dibawah terlentang tanpa perlawanan. Mari kita mulai,” potong
yati sambil langsung mendekatiku, seraya melepaskan selimut yang
kubelitkan di pinggang karena aku tidak bercelana.
Setelah berhasil melepaskan selimut itu Yati memagut bibirku sambil
berusaha melepaskan kaosku, setelah kaosku juga terlepas, Yati menoleh
sambil berkata ;
“Kalian berempat perhatikan kami, biar bisa main lebih bagus.”
Setelah itu Yati lansung berjongkok dan memasukan penisku ke mulutnya,
kulihat keempat orang di depanku terbeliak karena baru kali itu mereka
melihat orang melakukan oral sex. Pada saat Yati melakukan oral sex
padaku, kulambaikan tanganku memberi tanda agar Masmah mendekat. Setelah
dekat denganku, lansung kutarik tangan Masmah agar lebih dekat
denganku. Setelah itu kupeluk Masmah dan kupagut bibirnya, nampaknya
Masmah belum pernah ciuman dengan cara seperti itu. Terpaksa aku ajarkan
dia bagaimana harus memberikan perlawanan. Tak lama kemudian Masmah
mulai bisa mengimbangi permainan mulutku di mulutnya. Pada saat Masmah
mulai lancar memagut bibir, kulambai Hindun untuk mendekat, lalu aku
berkata pada Masmah,
“Sekarang ibu coba berciuman dengan bu Hindun.”
Nampak canggung sekali Masmah dan Hindun melakukan perintahku, karena
mereka belum pernah berciuman sesama wanita. Melihat hal itu, lalu
kudorong tubuh masmah agar tidur terlentang di tepi Kasur dengan kaki
menjuntai ke lantai. Kemudian akusuruh Hindun untuk tengkurap diatasnya
untuk kembali mencumbui Masmah. Dalam posisi seperti itu, kurentangkan
kaki Masmah agar selangkanganya membuka, lalu kujambak rambut Yati untuk
melepaskan mulutnya dari penisku. Kemudian aku mmerangkak di lantai
seraya mendekati selangkangan Masmah dan Hindun yang terbuka lebar.
Dengan rakus lalu kubuka belahan vagina Masmah seraya memasukan ujung
lidahku kedalam liang vaginanya.
“Ouuuugh, teeeerrrrrrrus phak Theoh,” Masmah menlenguh panjang sambil tangannya berusaha untuk meraih belakang kepalaku.
Sementara itu dari bawahku Yati telentang dan masih berusaha untuk
mengoral penisku kembali. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, aku
merasa kedua perempuan di depanku mengenjang dan nampak cairan bening
meleleh dari liang vagina mereka berdua, sambil mulut mereka menceracau ;
“Aaaaaduh kak, aku keluuuuuuuuuuuaaaaaaar,” racau Hindun.
“Aaaaaaaaaaku juuuuuughaaaaa,” timpal Masmah.
Aku menjilati seluruh cairan yang keluar dari kedua vagina itu hingga
bersih, lalu berdiri dan kujambak rambut Yati untuk berdiri juga. Aku
menoleh untuk melihat reaksi Haji Mochtar melihat itu.
“Lho kok berdiri terus, duduk situ kan nyaman pak,” kataku sambil
menunjuk sofa yang terletak di seberang tempat tidur. Setelah Haji
Mochtar dan Mukti duduk berdampingan di sofa itu, kusuruh Yati untuk
meng-oral Haji Mochtar. Yati lalu membungkukkan badannya ke depan,
sementara dari arah belakang aku berusaha untuk memasukan penisku
kedalam vaginanya. Walaupun Yati seorang janda dengan empat anak, namun
vaginanya masih terasa sangat sempit, apalagi dalam dua tahun menjanda
tidak ada satu bendapun yang menerobosnya, agak sulit juga aku berusaha
memasukkan penisku pada vagina yati yang sudah lumayan basah itu.
Setelah menempel pada bibir vagina Yati yang kubuka dengan dua jariku,
kutekan kuat-kuat pinggulku ke depan.
“Ouuuuuuuugh, ssssssssshh, aaaaaaaaah,” mulut Yati melenguh dan mendesis seperti orang kepedasan.
“Hhhhhhhh, hhhhhhhh, yeesssss,” timpalku saat batang penisku berhasil menerobos liang vagina Yati.
“Ouuuuuuugh aaaaaaah, eeeeeenaaaaak kaaak,” sambung Haji Mochtar, yang baru pertamakali itu merasakan oral sex.
Setelah kutahan beberapa saat, kutarik pinggulku ke belakang hingga
penisku terlepas dari vagina Yati. Setelah penisku terlepas lalu
kumasukkan lagi pada liang vagina Yati, demikian kuulangi hingga tiga
kali.
“Ouuuuuuuugh, Ouuuuuuuugh,” desah Yati setiap kali penisku menembus bibir vaginanya.
Setelah aku merasa mantap posisiku, kupegang pinggul Yati yang cukup besar itu dengan kedua tanganku lalu kuayun maju mundur.
“Ouuuuuuuuuuughhhhh aaaaaaaah,” desah Yati dengan mulut penuh karena sedang mengulum penis Haji Mochtar.
“Aaaaaaaaah teeeeeeerus phak Theeo, eeeeeeenaaaaaakk,” lenguh Yati lagi.
“Auuuuuuuuuh aaawaass kaaak, aku hampir keluar !!!!!!!” pekik Haji Mochtar tertahan.
Mendengar itu Yati bukannya melepas penis Haji Mochtar, tapi malah
mempergencar serangannya pada penis Haji Mochtar. Dikulumnya seluruh
batang penis Haji Mochtar yang tidak begitu besar itu hingga sampai
kepangkalnya, lalu Yati menggeleng kekiri dan kekanan dengan cepat
sambil menghisap batang penis itu. Diperlakukan seperti itu Haji Mochtar
semakin tak tahan, tubuhnya mulai mengejang dan mulutnya melenguh ;
“Aaaaaaawaaaaas kaaaaaaaak, aku keluarhhhhh !!!!”
“Sseerrrrrrrrrt, ssssssseeeeert,” penis Haji Mochtar memuntahkan lahar panasnya.
“Gllk, glek, aaaaaaah,” Yati menelan seluruh sperma Haji Mochtar yang tertumpah di mulutnya.
Tigapuluh detik kemudian kulihat Haji Mochtar lunglai tak berdaya,
sementara Yati masih sibuk menjilati ujung penis Haji Mochtar.
“Ouuuuuugh sudah kak aku sudah tak tahan lagi, aakku suudaah taaak
kuuuat,” erang Haji Mochtar, sambil menjambak rambut Yati, dan berusaha
menjauhkan mulut Yati dari penisnya.
Melihat itu aku jadi kasihan juga dengan Haji Mochtar, lalu kutarik pinggul Yati yang dari tadi kupegang sambil berkata,
“Ganti posisi hhhhhh!”
Tanpa melepas penisku dari vagina Yati kutarik dia kebelakang lalu aku
berjalan mundur berputar hingga kearah sofa, lalu aku duduk di sofa di
sebelah mukti yang sedari tadi kulihat sibuk menggosok-gosok vaginanya
dengan telapak tangannya sambil memperhatikan kami bertiga. Dengan
posisi aku terduduk di sofa dan Yati berada diatasku dalam posisi
membelakangiku, yati mulai beraksi dengan cara bergerak naik turun
diatasku hingga penisku bergerak keluar-masuk dalam vaginanya. Tanganku
tidak lagi memegangi pinggulnya tetapi kumainkan clitoris Yati dengan
kedua tanganku. Kuperlakukan seperti itu Yati semakin tak tahan.
Gerakannya makin cepat dan mulutnya menceracau dengan suara aneh yang
cukup keras. Hingga dalam kamar terdengar gaduh oleh ceracau Yati,
mungkin dari luar kamarpun terdengar cukup kuat.
“Ouuuuuugh, aaahh, sssssssh, aaaaku maaauu kheeluaaarh phaak Theooooooo !!!! pekik Yati sambil mempercepat gerakannya.
Tiba-tiba kurasakan tubuh Yati mengejang lalu menekan kuat-kuat
pinggulnya ke bawah hingga seluruh batang penisku tertancap seluruhnya
kedalam liang vagina Yati hingga terasa kepala penisku meenyentuh
dinding rahim Yati.
“Oooooouuuuuuh aaaaaaah aaaaaahhhh,” pekik Yati.
“Ssreeeeeet, ssssseeeeeeeeerrrrrr, ssesseerrrrr,”aku merasa ada cairan
kental hangat dari dalam vagina Yati mengguyur batang penisku. Cukup
banyak juga cairan yang keluar dari dalam vagina Yati hingga berleleran
membasahi pangkal pahaku.
“Hhhhhhhhh belum apa-apa sudah mbonjrot, nggak tanggung jawab kataku,”
sambil berusaha mengintip Masmah dari bawah ketiak Yati. Masmah dan
Hindun yang berada di tempat tidur dihadapan Yati nampak terbeliak
melihat itu.
“ayo tanggung jawab!” kataku sambil mendorong tubuh Yati kesamping.
Kemudian aku berdiri dan menyodorkan batang penisku kemulut Yati untuk
dibersihkan. Dengan tubuh lunglai, Yati menerima sodoran penisku lalu
dengan sisa tenaganya mulai menjilati batang penisku hingga bersih.
Setelah bersih, aku lalu berjalan menuju tempat tidur untuk menuntaskan
haratku dengan Masmah. Melihat itu Hindun lalu bangun dan hendak turun
dari tempat tidur, tapi aku mencegahnya.
“Eit mau kemana ? kamu juga kan sudah dipinjamkan padaku oleh suamimu ?” tanyaku pada Hindun.
“Bukannya pak Theo mau main dengan kak Masmah ?” tanya Hindun bingung.
“Denganmu juga mari kita bermain bertiga,” jawabku.
“Iya pak saya juga pingin merasakan seperti Kak Yati tadi, memangnya
bapak masih mampu ? lagipula giliran saya kan setelah Kak Masmah,” tanya
Hindun bingung.
“Ngapain pakai ngantri kayak mau beli karcis bioskop saja, mari sini
kuajari kalian main bertiga,” jawabku sambil memeluk belakang kepala
Hindun agar tak lari dia. Kuberi Hindun ciuman di bibir, nampaknya
Hindun sudah mulai tanggap dan memagut bibirku.
“Hebat baru belajar langsung bisa,” kataku memuji Hindun sambil melepaskan pagutan Hindun di bibirku.
Masmah masih terlentang di kasur, aku lalu tengkurap diatasnya lalu aku
memagut bibirnya. Seperti Hindun, Masmah juga sudah cukup tanggap.
Tiba-tiba aku merasakan tangan Masmah memegang batang penisku dan
berusaha untuk membimbing penisku kearah selangkangannya.
“Eeeit, belum waktunya,” kataku sambil melepaskan pagutanku pada bibirnya.
“Kalian berdua duduk berdampingan di sini” kataku sambil berdiri
ditengah-tengah tempat tidur. Setelah mereka berdua menuruti perintahku,
kusodorkan penisku kearah mulut Masmah. Karena tadi Masmah sudah
melihat apa yang telah dilakukan Yati, diapun mengerti yang kumau.
Segera Masmah memegang batang penisku lalu mulai menjilatinya. Kujambak
rambut ubun-ubun Masmah agar mulutnya terbuka, setelah Masmah membuka
mulutnya, kumasukkan batang penisku kedalam mulutnya. Karena mulut
Masmah agak, kecil terasa sesak penisku dalam mulutnya. Masmah hanya
bisa mengakses penisku hingga sebatas helmnya saja.
Kutarik batang penisku dari mulut Masmah, lalu kusodorkan ke mulut
Hindun yang nampak sudah tak sabar untuk menikmati batang penisku juga.
Karena mulut Hindun lebih besar, terasa lebih longgar dan lebih panjang
batang penisku yang bisa diaksesnya, meskipun tidak sampai setengah dari
batang penisku yang bisa diaksesnya. Setelah merasa cukup menikmati
mulut mereka berdua yang bergantian mengulum penisku, kudorong kepala
Hindun kebelakang agar melepaskan batang penisku. Setelah itu kusuruh
Hindun untuk terlentang dan Masmah menungging diatasnya dalam posisi 69.
Mereka berdua nampak belum paham dengan perintahku.
Setelah kuajari Masmah dan Hindun untuk saling menjilati clitoris lawan
mainnya, aku segara turun dari tempat tidur dan mendekati Mukti yang
sudah belingsatan dari tadi.
“Ayo kamu juga harus belajar jadi penyiar !” kataku sambi berdiri diatas sofa, agar posisi penisku tepat didepan mulut Mukti.
“Mari pak, saya juga pingin merasakan jadi penyiar seperti kak Masmah
dan kak Hindun,” kata Mukti. Mukti lalu memegang batang penisku dan
mulai memainkan dengan ujung lidahnya, tiba tiba kudengar Yati berkata
pada Haji Mochtar, katanya :
“Heh kamu tadi baru main dengan Mukti kan ?”
“Iya kak, memangnya kenapa ?” jawab Haji Mochtar.
“Sudah kamu bersihin belum ?” tanya Yati lagi.
“Belum kak, biasanya kan dia bersihin sendiri,” jawab Haji Mochtar lagi.
“Nggak tanggung jawab, maunya makai aja ndak mau membersihin. Ayo
bersihin, nanti biar kalau dipakai pak Theo sudah bersih”, perintah
Yati.
“Baik kak,” kat Haji Mochtar sambil bangkit berdiri lalu hendak melangkah pergi.
“Eeeee mau kemana kamu ?” Yati bertanya pada Haji Mochtar.
“Gimana sih, katanya suruh bersihin. ya mau ambil lap sama air,” jawab Haji Mochtar jengkel.
“Bodoh, tadi kan sudah diberi contoh sama pak theo, juga sama aku kan
sudah kuberi contoh masak masih mau ambil lap ?” kata Yati.
“Sini lihat cara bersihinnya!” kata Yati sambil bangkit dari sofa lalu
berlutut di lantai tepat dihadapan Mukti. Yati lalu membuka kedua kaki
Mukti yang duduk dengan kaki rapat agar megangkang, setelah kedua kaki
Mukti mengangkan lebar, Yati lalu menyerang pangkal paha Mukti dengan
mempergunakan lidahnya. Diperlakukan seperti itu Mukti mulai mengerang,
“Aaaaarrggh,” suara Mukti tertahankarena mulutnya penuh dengan batang penisku.
Nampak Haji Mochtar mulai bangkit lagi gairahnya, batang penisnya nampak
mulai bergerak untuk bangkit lagi. Dia lalu bergerak menuju belakang
Yati untuk menirukan gerakan kakak iparnya itu pada vagina Yati. Dalam
posisi setengah merangkak seperti itu tentulah pantat Yati yang cukup
besar itu begitu mengundang nafsu untuk disetubuhi. Apalagi Haji Mochtar
sudah memendam rasa untuk merasasakan vagina kakak iparnya itu sejak
bertahun-tahun yang lalu. Sejak almarhum kakaknya masih hidup, tapi
sayang Haji Mochtar tidak pernah berani untuk mengatakan keinginannya
itu pada almarhum kakaknya. Padahal apabila dia berani untuk mengatakan
pada almarhum pasti dipinjamkannya. Perlahan Haji Mochtar bangkit dari
sofa lalu merangkak ke belakang Yati. Setelah wajahnya tepat di belakang
pantat Yati, Haji Mochtar mulai menirukan gerakan lidah Yati pada
vagina kakak iparnya itu. Mendapat serangan secara tiba-tiba tentu Yati
terkejut, dia mulai mengerang ;
“Aaaaaaaah, baaaaaagusssssssss kamu beelajaar duuluu di puuunyakuuuuuuuuu.”
“Sluuurp, ya kak, begini khann ? sluuuuuuuuuurp,” jawab Haji Mochtar.
“Baaguuss, sesekarang kamu beersihiin punya Mukthii,” jawab Yati sambil
menahan nikmat seraya berdiri. Yati lalu ikutan Mukti menjilati penisku.
“Sssssudaaah, rudal ku mauu tak khandangin dhuluu aaaaaaaah,” kataku sambil melompat turun dari sofa menuju ke tempat tidur.
“Kalian berdua selesaikan Haji Mochtar!!” perintahku pada Yati dan Mukti.
Sesampainya diatas tempat tidur, aku lalu mendekati Masmah dari arah
belakang. Kuraih rambut Masmah yang panjang sepantat itu lalu kugulung
agar tidak menggangu serangan yang telah kurencanakan pada Masmah. Tahu
aku dekati Masmah dan Hindun berhenti bermain.
“Eee terus ndak boleh berhenti!” kataku pada mereka berdua.
Aku lalu meraih pantat Masmah yang sedang nungging diatas Hindun,
kuarahkan batang penisku pada vaginanya yang tampak sempit diantara dua
pantatnya yang tidak begitu besar itu.
“Bu Hindun ganti sasaran pada buah pelirku ya, sekalian tolong arahin
rudal ini ke lubang bu Maasmah !” kataku memerintah Hindun sambil
berdiri pada kedua lututku tepat dibelakang Masmah.
“Baaaaaik phaak,” jawab Hindun sambil meraih batang penisku.
“Auuuuuuuh, ssssssaakiit paaak,” erang Masmah karena baru sekali ini dia merasakan penis sebesar punyaku.
“Aaaaaaaaah, buukaaaaiiin bbbibirnya deengan jajarii bbu nDun”, sahutku
sambil menarik pinggang Masmah agar penisku dapat masuk lebih dalam pada
vaginanya.
“Auuuuuuuh, ssssssaakiit paaak susuudah paakk ndaaak kuuuat,” erang Masmah lebih lanjut.
Mendengar itu aku jadi lebih bernafsu untuk menghajar Masmah lebih
lanjut, kutekan penisku kuat-kuat agar bisa masuk seluruhnya dalam
vagina Masmah, lalu aku berhenti untuk memberikan kesempatan pada Masmah
agar bisa beradaptasi dengan penis besarku. Sementara itu aku menoleh
untuk melihat reaksi Haji Mochtar melihat istrinya kesakitan. Aku tidak
melihat reaksi Haji Mochtar, karena dia sudah berganti posisi terlentang
di lantai dan dua perempuan diatasnya berjongkok sambil berhadapan,
Yati pada bagian bawah dan Mukti berjongkok di wajah Haji Mochtar yang
tampak asyik menikmati vagina Mukti dengan lidahnya. Kurang lebih satu
menit kubiarkan batang penisku diam dalam vagina Masmah, sementara
kantung pelirku sesekali dihisap oleh hindun, lalu aku bertanya,
“Masih saakit bu Masmah ?”
“Ssssedikiiiit tataappppi eeeeenaaak phak,” jawab Masmah.
Mendapat jawaban seperti itu aku mulai menarik pantatku kebelakang perlahan lalu mendorongnya kedepan lagi.
“Auuuh, aaaaaah, aaaaaaaaaaa, aaaaaah,” erang Masmah setiap kali aku menekan batang penisku karena menabrak dinding rahimnya.
Semakin lama semakin licin lubang vagina Masmah semakin cepat pula
gerakanku. Tak lama kemudian aku merasakan lobang vagina Masmah
berdenyut, lalu kutekan penisku dalam-dalam pada vagina itu.
“Mmmmmmhhhhhh,mmmmaaaaaahhhhhh”, tiba-tiba Masmah mengerang tertahan
karena mulutnya tersumbat vagina Hindun. Bersamaan dengan itu aku merasa
ada cairan hangat yang menyembur penisku dari dalam vagina Masmah.
Bersamaan dengan itu Hindun mengejang sambil men jepit kepala Masmah
dengan kedua pahanya. Mereka berdua orgasme hampir bersamaan. Setelah
tubuh Masmah melemas, kucabut batang penisku, lalu kubalik posisi mereka
berdua agar Hindun berada diatas Masmah. Sekarang Hindun dalam posisi
nungging berada diatas Masmah. Aku lalu berpindah ke belakang Hindun dan
mulai melakukan serangan yang sama seperti pada Masmah tadi. Vagina
Hindun memang tidak sesempit Masmah jadi agak lebih mudah aku memasukan
batang penisku pada vaginanya, apalagi ditunjang cairan yang begitu
banyak dari dalam vagina memudahkan aku untuk menggoyang maju mundur.
Namun demikian aku merasa vagina Hindun masih cukup sempit.
“Aaaaaaaaaah,aaaaaaah,” erang Hindun setiap kali aku menggerakkan pantatku kedepan dan kebelakang.
“Aaah hhhh uuuuuuuh aaaaaaaaaaaaah,” suara Yati yang sedang bermain di lantai dengan Haji Mochtar.
“Aaaaaaadddduuhh ppaaaaaak aaku keelluar laghiiiiii,” rintih Hindun sambil bandannya mengejang.
Tanpa memperdulikan rintihan Hindun kuayun pantatku lebih cepat, begitu
nikmat rasanya vagina yang menyempit karena tubuh yang mengejang.
Ditambah lagi dengan denyutan yang cukup kuat dalam lobang nikmat Hindun
yang sedang orgasme. Kurang lebih satu menit kemudian tubuh Hindum
melemas tak berdaya. Karena sudah tidak ada perlawanan dari kedua
perempuan di bawahku, aku segera beranjak turun dari tempat tidur lalu
menghampiri Mukti dari arah belakang.
Setiba di belakang Mukti, lalu kuangkat pantat perempuan itu hingga
mencapai posisi merangkak. Dalam posisi seperti itu segera kutusukan
batang penisku kedalam liang senggama Mukti yang sudah basah tersebut.
Walaupun liang senggama Mukti sudah sangat basah sekali karena cairan
nikmatnya sendiri yang bercampur dengan ludah Haji Mochtar. Meskipun
lubang vagina Mukti sudah sangat basah dan licin, namun masih begitu
terasa menggigit, karena walaupun Mukti sudah 5 tahun menikah dengan 5
laki-laki, namun Mukti belum pernah hamil apalagi melahirkan.
“Uuuuuugh, aaaahh, ssssss,” desah Mukti begitu merasakan batang penisku yang cukup besar menembus bibir vaginanya.
“Aaaaah,aaaaah,aaaaaaaaaaaah,” desah Mukti setiap kali aku mengayunkan pantatku maju mundur.
Kurang dari 5 menit kemudian aku merasakan tubuh Mukti mengejang dan mulutnya melenguh panjang,
“Uuuuuuughh ahhh !!!!” Mukti melenguh dan kurasakan ada cairan hangat
yang menyembur penisku di dalam vagina Mukti. Beberapa detik kemudian
aku merasakan tubuh Mukti melemas bagaikan kain basah. Merasa tidak akan
ada perlawanan lagi dari Mukti, segera kucabut batang penisku yang
masih tegak berdiri. Setelah kusingkirkan tubuh Mukti yang lemas, aku
memandang ke sekeliling mencari lawan yang masih mampu untuk melayaniku
melepaskan dorongan dari dalam tubuhku yang serasa mau meledak.
Dari empat perempuan yang ada, kulihat hanya Yati yang masih bertahan.
Yati masih asyik naik turun diatas Haji Mochtar. Nampak gerakan Yati
sudah sangat liar, menandakan dia sudah hampir orgasme untuk yang
kesekian kalinya. Di bawah Yati kulihat Haji Mochtar dengan tubuh
mengejang dan mulutnya mendengus seperti sapi yang sedang disembelih,
nampaknya Haji Mochtar juga hampir ejakulasi. Segera kuhampiri Yati dari
belakang, kutekan punggung Yati agar dia lebih mendekat ke tubuh Haji
Mochtar. Yati yang sudah begitu berpengalaman melayani lebih dari satu
laki-laki segera tanggap maksudku. Segera Yati menghentikan gerakannya
dan memberikan kesempatan buatku untuk memasukkan batang penisku ke
lubang anusnya. Tanpa membuang waktu segera kuarahkan batang penisku ke
lubang anus Yati setelah kuludahi terlebih dahulu, lalu kutempelkan topi
baja penisku pada bibir anus Yati. Dengan kedua tangan kubuka belahan
pantat Yati agar lubang anusnya ikut terbuka. Perlahan tapi pasti aku
mulai menekan batang penisku untuk menembus lubang anus Yati yang sudah
tidak sempit lagi itu, namun karena sudah lebih dari dua tahun Yati
tidak melakukan anal seks, lubang anusnya terasa sangat sempit sekali.
“Aaaaaauuuuuuuuuuuuh ssssssssaaakit, pepepelan phaaak,” rintih Yati menahan sakit dan nikmat.
Setelah berhasil masuk, kutahan sebentar batang penisku dalam lubang
anus Yati, agar Yati dapat beradaptasi. Selang beberapa saat kemudian
Yati mendesis seperti orang kepedasan,
“sssssh,sssssssssh,sssssssssssssh,” begitulah tanda Yati jika siap untuk
penetrasi setiap kali main dengan dua lawan atau lebih. Dulu waktu Yati
masih tinggal di Malang dan suaminya masih hidup, kami sering sekali
main bersama bertiga bersama dengan almarhum suaminya dan pak Hendra bos
kami. Mendapat serangan ganda seperti itu tak lama kemudian Yati mulai
liar gerakannya, Yati menghentak maju mundur tak beraturan pertanda
sudah hampir orgasme. Kulihat haji Mochtar yang berada di bawah juga
semakin liar pertanda sudah hampir klimax, sementara akupun sudah hampir
meledak. Pada kondisi seperti itu segera aku ambil komando ;
“Cabuuuuuuuuuut,” kataku sambil terengah.
“Uuuuuaaaaaaaaaaaaaaah,” sahut Yati sambil merangkak maju hingga kedua batang penis yang menusuknya terlepas.
segera setelah itu Yati bergeser dan merubah posisi duduk di sofa dengan
kedua paha yang mengangkang, sehingga belahan vaginanya nampak merah
merekah. Aku segera berdiri sambil mencekik batang penisku agar tidak
memuntahkan spermaku yang serasa hampir meledak, kutengok Haji mochtar
bingung dan batang penisnya nampak berkedut-kedut hendak menumpahkan
sperma. Segera aku memberi komando ;
“Tahan pak Haji, cekik, jangan sampai muntah dulu. Berdiri pak,” kataku pada Haji Mochtar.
Meski bingung Haji Mochtar menurut saja pada perintahku, segera dia
berdiri sambil mencekik batang penisnya sepertiku. Kutengok ketiga
perempuan yang lain yang berada di kasur, apakah mereka masih menonton
atau sudah terkapar. Ternyata ketiganya masih terkagum dengan permainan
kami bertiga, melihat itu segera kulambaikan tanganku meminta mereka
untuk mendekat, segera mereka bertiga beringsut dari tempat tidur lalu
mendekati kami bertiga. Setelah dekat segera kucium Masmah di depan
suaminya dan kubisikan di telinganya ; “Jilatin vagina Yati, biar dia
orgasme lagi,” kataku di telinga Masmah.
“Ya pak, beres”‘ jawab Masmah.
Segera setelah itu aku melangkah maju dan menyodorkan batang penisku ke
wajah Yati. Segera Yati menyambut batang penisku dengan tangan kanannya
sementara tangan kirinya telah menggenggam penis Haji Mochtar, lalu
dibimbingnya kedua batang penis yang digenggamnya itu mengarah ke
mulutnya. Setelah dekat dijilatnya topi baja penisku dan penis Haji
Mochtar bergantian sambil diurut lembut pada batangnya. Pada saat tangan
Yati bergerak untuk memberikan kocokan yang kedua batang penis Haji
Mochtar berdenyut kuat, segera Yati menarik batang penis tersebut untuk
memasuki rongga mulutnya yang telah terbuka lebar. Segera setelah topi
baja Haji Mochtar menyentuh bibir Yati, menyemburlah cairan kental dari
batang penis itu. Nampaknya Yati tidak mau menyia-nyiakan cairan Haji
Mochtar itu, segera dikulumnya batang penis Haji Mochtar lalu dihisapnya
kuat-kuat hingga tidak setetespun sperma yang tertumpah, semua ditelan
oleh Yati sebagai obat awet muda, sementara itu tangan kanan Yati masih
terus aktif mengocok batang penisku. Tak lama kemudian aku mulai
merasakan kedutan pada batang penisku ;
“Uaaaaaaaah, aaku mau kkeluar nichhhhh,” racauku.
“Aaaku jughaaaaaa,” sahut Yati sambil mendorong tubuh Haji Mochtar ke
belakang, lalu ganti memasukan batang penisku dalam mulutnya lalu Yati
mulai menghisap batang penisku kuat-kuat,sambil mengocok batang penisku
dengan tangannya, tak lebih dari sepuluh kocokan kemudian, batang
penisku mengejang serta menyemburkan lahar panas yang sejak tadi
kutahan,
“Uuuuaaaaaaaaaaahhhhh,hhhhhh,hhhhh,hhhhhh”,lenguhku saat lahar itu menyembur.
Pada saat yang sama dengan tangkas Yati menghisap batang penisku dengan
kuat, hingga terasa Yati hampir menelan batang penisku kedalam
kerongkongannya. Nampaknya serangan yang dilakukan Masmah dari bawah
telah pula berhasil membuat Yati orgasme untuk yang kesekian kalinya.
Pada menit berikutnya kami berenam sudah terkapar kecapaian, Yati dan
Masmah tidur memelukku dari kiri dan kananku, Sementara Mukti da Hindun
memeluk Haji Mochtar. Kurang lebih dua jam kami tertidur kecapaian,
hingga ada suara asing membangunkan kami sambil menggoyang-goyangkan
tubuh kami.
“Inaq, Bapak, uras sembayang subuh julu,” (Ibu, bapak, bangun Sembahyang
Subuh dulu) suara Umi anak Sulung Yati membangunkan kami.
Meski mata terasa berat dan aku juga tidak sembayang karena bukan muslim
akupun terbangun oleh suara itu. Perlahan kubuka mataku, dan kulihat
Umi yang baru kelas dua SMA itu mengguncang tubuh ibunya dalam keaadaan
telanjang bulat juga. Belum habis keterkejutanku, aku berusaha membuka
mata lebih lebar kulhat Rahma anak kedua Haji Mochtar yang baru kelas
dua SMP dan bulu jembutnya baru mulai tumbuh itu juga telanjang bulat
mengguncang tubuh Haji Mochtar membangunkan bapaknya. Sementara itu
Husnul, anak Sulung Masmah tengah membangunkan Mukti, ibu tirinya,
dengan cara menusukan jarinya pada vagina ibu tirinya itu. Belum habis
keterkejutanku, terasa ada kain basah mengusap lembut pada batang
penisku yang lemas dan mengecil karena hawa dingin. Kubuka mata lebih
lebar, dan akupun terbeliak karena dihadapanku kulihat Umi tengah asik
membersihkan batang penisku dengan kain basah. Aku bangun dan duduk
sambil mengucek-ucek mataku berusaha memperhatikan sekelilingku lebih
seksama. Kumelihat disana Husnul dan Fendi serta Zamrah (ketiganya anak
Haji Mochtar dari Masmah) juga Umi dan Rahma (anak Yati) semuanya
telanjang bulat sambil membawa ember dan handuk kecil hendak
membersihkan kelamin kami yang baru saja kami pakai bersetubuh. Dengan
bingung aku perhatikan Yati, Hindun dan Mukti beranjak bangun Lalu duduk
mengangkang di sofa, sementaran Husnul berjongkok di depan Yati sambil
mengusap vagina Yati yang masih berlepotan cairan itu dengan menggunakan
handuk basah yang dipegangnya. Demikian juga dengan Fendi, dia tengah
asik mengelap vagina Mukti, ibu tirinya. Mataku berputar mencari Masmah,
dalam hati aku heran kenapa Masmah tidak ikut antrian untuk
membersihkan vaginanya. Kumelihat Masmah tengah duduk mengangkang
disudut tempat tidur besar itu sambil membersihkan vaginanya sendiri.
Dalam hati aku heran kenapa Masmah justru membersihkan vaginanya sendiri
tidak ikut antrian untuk dibersihkan oleh anaknya. Sementara itu
dibarisan anak perempuan, setelah selesai membersihkan penisku Umi
beranjak untuk membersihkan penis Haji Mochtar, sementara Zamrah dan
Rahma masih asik mengelus penisku dengan lembut. Pada menit berikutnya
kembali Umi mendekati penisku dengan mulut terbuka lalu mulai menjilati
batang penisku. Lalu kemana Haji mochtar ? ternyata Haji Mochtar tengah
asik membersihkan vagina Masmah. Setelah acara bersih-bersih selesai,
mereka semua beriringan menuju ke kolam di samping rumah di kolam yang
disebut telaga itu mereka semua mandi keramas bersama-sama. Usai mandi
mereka semua lalu naik ke gazebo yang berada di dekat kolam itu lalu
sembahyang bersama dipimpin Haji Mochtar. Setelah selesai sembahyang
berjamaah, mereka lalu melepas seluruh pakainnya dan beriringan kembali
ke dalam kamar dimana aku sedari tadi menunggu sambil memperhatikan
mereka dari jendela kamar yang dibuka oleh Umi. Sesampainya dalam
kamarku, Haji Mochtar bertanya padaku,
“Bagaimana pak Theo, masih mampu melanjutkan permainan kita ?”
“Boleh, tapi apa kalian semua tidak pergi kerja ?” jawabku sambil bertanya.
“Baiklah kalau begitu kita lanjutkan permainan kita. Masalah kerjaan kan
banyak pembantu yang mengerjakan. Tapi sebaiknya sebelum kita lanjutkan
permainan kita ada baiknya kita ngopi dulu sambil sarapan,” kata Haji
Mochtar.
“Betul juga itu, sambil ada beberapa beberapa hal yang perlu saya tanyakan,” jawabku.
“Kalau begitu mari kita ngopi dulu di ruang tengah atau di santrean
(gazebo di halaman samping rumah) pak ?” jawab Haji Mochtar sambil
beranjak berdiri.
“Nampaknya di luar masih dingin, sebaiknya kita di ruang tengah saja,” jawabku.
Lalu kami berenam berjalan beriringan menuju ke meja makan di ruang
tengah rumah itu dalam keadaan telanjang bulat semua. Sesampainya di
ruang makan, kami duduk mengelilingi meja makan. Yati dan Masmah duduk
disampingku. Sementara Mukti dan hindun mengapit Haji Mochtar diseberang
kami. Yati menyilangkan paha kirinya pada paha kananku, sementara
Masmah menyilangkan paha kanannya pada kaki kiriku. Demikian pula
diseberang meja kulihat Mukti dan hindun juga melakukan posisi yang sama
pada Haji Mochtar. Pada menit berikutnya anak-anak Haji Mochtar juga
anak-anak Yati beriringan keluar sambil membawa nampan berisi makanan
dan kopi serata ada jamu tradisional. Sambil menikmati hidangan pagi itu
kami bercakap -cakap.
“Bagaimana pak Theo ? puas dengan penyambutan kami ?” tanya Haji Mochtar membuka percakapan.
“Ya begitulah, sangat puas sekali,” jawabku.
“Ya beginilah cara kami menyambut tamu pak, sebab kalau bapak ingin
memilih dan membeli seperti di Jawa disini tidak ada pak. Sebab itu zina
dilarang agama pak,” terang Haji Mochtar.
“Tapi kalau saya menyetubuhi istri bapak dan bu Yat dan semua itu kan bukan istri saya. Apa itu bukan zina pak ?” tanyaku.
“Oh itu bukan zina pak, lagian saya kan yang mempersilahkan bapak untuk
menyetubuhi istri saya dan saya juga ada serta melihat, apalagi kalau
ternyata istri saya bisa memuaskan bapak itu adalah suatu kehormatan
bagi saya dan keluarga pak. Kecuali jika bapak bersetubuh dengan istri
saya tanpa sepengetahuan saya, bapak dan istri saya bisa dihukum pak.
Tapi ini hanya berlaku selama satu minggu. Selebihnya kalau lewat dari
satu minggu maka bapak akan dihukum dan wajib untuk menikahi wanita yang
sedang bapak setubuhi,” terang Haji Mochtar lagi.
“Lalu hukumannya apa pak ?” tanyaku penasaran
“Hukumannya bapak akan diarak ke halaman masjid yang ada di pusat desa
bersama wanita yang bapak setubuhi bersama dengan suaminya dalam keadaan
telanjang bulat, lalu bapak harus bersetubuh dengan disaksikan oleh
orang sedesa ini. Jika ada dari penonton yang ingin bersetubuh dengan
terhukum harus dilayani tanpa syarat. Hukuman ini baru berhenti jika
kepala kampung atau tuan guru sudah menyatakan cukup,” Terang Haji
Mochtar lagi.
“Lalu waktu kita selesai main tadi kenapa anak-anak dibiarkan masuk ke
kamar kita pak ? bukankah itu tidak baik bagi perkembangan jiwa mereka
pak ?” tanyaku lagi.
“Oh itu, jangan salah sangka dulu pak, bagi anak-anak yang telah cukup
umur wajib untuk melihat orangtuanya bersetubuh, agar mereka nanti kalau
menikah tidak canggung dan telah bisa untuk melakukan persetubuhan.
Tetapi ada larangan bagi anak-anak untuk menyentuh kelamin orang tua
kandungnya, namun wajib untuk menyentuh dan membersihkan kelamin
orangtua tirinya. Bagi anak laki-laki wajib untuk melayani atau menikahi
ibu tirinya jika si ibu menginginkannya. Demikian pula anak perempuan
pada bapak tirinya atau tamu kehormatan yang berada di rumahnya. Jadi
kalau bapak menginginkan anak gadis saya maka anak sayapun akan melayani
bapak dibawah arahan ibunya agar bapak bisa terpuaskan,” kata Haji
Mochtar lagi.
Sementara itu para wanita disamping kami dengan aktif dan atraktif
mengelus penis kami agar bangun lagi, nampak mata mereka sangatlah horny
sekali. Tak lama berselang Umi, Rahma dan Zamrah masih dalam keadaan
telanjang bulat mendekatiku seiring dengan lambaian tangan ibunya untuk
mendekat.
“Um, tolong kamu ambil mug besar yang ada di dekat tempat tidur ibu di kamar !” kata Yati menyuruh Umi anaknya.
“Baik bu,” kata Umi sambil melangkah pergi.
Tak lama berselang Umi datang sambil membawa mug besar berisi air teh yang sudah diendapkan selama semalam.
“Ini bu,” kata Umi sambil menyodorkan mug tersebut pada Ibunya.
“Sekarang kamu bantu ibu mencuci penis pak Theo dan punya paman Mochtar,” kata Yati.
“Baik bu,” Kata Umi seraya merangkak ke bawah meja.
Pada menit berikutnya aku merasakan ada tiga pasang tangan yang
bergantian mengelus batang penisku dalam mug yang berisi teh itu,
perlahan tapi pasti aku merasa mulai ereksi kembali. Aku tidak tahu apa
campuran teh dalam mug itu, tapi yang jelas sejak dulu waktu masih di
Malang Yati selalu mencuci batang penis kami dengan ramuan tersebut.
Efek dari ramuan tersebut memang begitu nyata seperti yang kurasakan
sekarang ini.
“Diminum dulu jamunya pak Theo, Setelah itu kita main lagi yah,” kata Yati dengan manja dan mata yang sayu.
“Memangnya bu Yati dan bu Nasmah tidak ke pasar ?” tanyaku sambil menerima gaelas berisis jamu yang disodorkan Yati.
“Sejak kedatangan pak Theo kemarin pagi, di pasar saya sudah mengatakan
pada para pembantu bahwa kami berdua tidak ke pasar selama tiga hari
ini. Biar mereka yang menjaga toko,” kat Masmah menyahut pertanyaanku.
“Lalu selama tiga hari ini bu Masmah mau kemana ?” tanyaku lagi.
“Kami berdua mau menemani pak Theo, terus terang kemarin kak Yati
menceritakan bahwa tongkol pak Theo begitu istimewa dibanding dengan
semua tongkol yang pernah dirasakan oleh kak Yati. Ternyata memang
benar, walaupun selama hidup saya baru merasakan tongkol bapak dan
tongkol suami saya. Kalau pak Theo mau, saya ingin menjadi istri bapak,
sehingga bapak bisa ngent*t saya sampai kapanpun.” kata Masmah polos di
hadapan suaminya.
“Sebaiknya memang pak Theo mau menikahi istri saya pak, sebab bapak
bebas menggauli istri saya hanya dalam satu minggu ini pak. Bila bapak
tdak menikahi salah satu dari perempuan di sini, maka bila minggu depan
bapak masih tinggal di sini saya tidak bisa memberikan selimut buat
bapak lagi,” sambung Haji Mochtar mendukung keinginan istrinya.
Bagai disambar petir rasanya, heran istri sendiri malah ditawarkan untuk
dinikahi laki-laki lain. Pak haji ini sudah pening atau jangan-jangan
istrinya mau dipakai bayar hutang ?
“Tapi ini tidak ada hubungan dengan tugas saya untuk menagih hutang kan pak ?” tanyaku ragu.
“O, tidak. Masalah itu jangan khawatir pak, sebenarnya uang untuk
membayar hutang itu sudah ada sejak dulu. Cuma saya tidak tahu mengapa
kak Yati melarang saya untuk membayarkan,” jawab Haji Mochtar.
“Aku memang melarang Mochtar untuk mengirim uang itu, supaya ada alasan
untuk mengundang pak Teo dan pak Hendra untuk datang kemari. Sebab
semenjak aku pindah kemari hingga suamiku meninggal aku belum pernah
terpuaskan dalam sex. Pak Theo kan tahu waktu di Jawa dulu kan setiap
minggu tiga kali kita party, dan terus terang saya hanya terpuaskan oleh
tongkol pak Theo. Saya kangen ini pak !” kata Yati sambil mengelus
penisku dengan lembut.
“Lalu kapan uang itu mau dikirim ?” tanyaku.
“Siang ini pun bisa, asal pak Theo mau menikahi saya dan Masmah. Kalau
pak Theo tidak percaya silahkan pegang buku tabungan saya dan nanti kita
pergi ke Masbagik, di BRI nanti kita kirim uang itu sekalian seluruh
uang saya silahkan untuk pak Theo semuanya,” jawab Yati.
“Kalau begitu permasalahannya kenapa kita musti menikah ? toh bu Yati
tetap bisa merasakan tongkol saya kapan pun bu Yati mau”,jawabku.
“Tapi saya ingin kita menikah, sebab saya tidak ingin dihukum keliling
desa dalam keadaan telanjang bulat. Saya juga tidak mau kita menikah
secara negara, saya cuma ingin mas Theo menikahi saya dengan cara kami,”
kata Yati lagi.
“Bukan secara negara. Lalu secara kalian, gimana itu ?” tanyaku bingung.
“Begini, dalam tatanan adat kelompok kami ada cara menikah tersendiri
yang tidak perlu mengurus segala surat menyurat sebagaimana umumnya.
Kita cukup melapor pada kepala adat atau disini kami menyebutnya tuan
guru, lalu kita mengundang kerabat dan tetangga. Kemudian kita disumpah
didepan orang banyak, resmilah status pernikahan kita. Tinggal
mengadakan pestanya,” terang Yati.
“Yah kalau begitu bolehlah, tapi kenapa musti pake pesta segala ?” jawabku.
“Ini wajib. Dan dalam pesta nanti sebagai pengantin kita berhak untuk
memilih pasangan dari para tamu untuk kita jadikan selingan selama dalam
pesta,” terang Haji Mochtar.
“Pesta sex maksudnya ? Lalu jika kita menginginkan untuk menyetubuhi
istri salah satu tamu, apa suaminya tidak marah ?” tanyaku bingung.
“Ya, pesta seperti itulah, dan kalau ada tamu yang istri atau suaminya
diinginkan oleh pengantin mereka tidak boleh marah, malah suatu
kehormatan bagi yang pasangannya dipilih oleh pengantin. Apalagi jika
pengantin itu datang dari luar daerah seperti bapak,” terang haji
Mochtar lagi.
“Ya baiklah kalau begitu,” jawabku ringan.
Setelah kami putuskan untuk mengirim uang siang nanti, kami melanjutkan
pesta kami. Aku tak tahu ramuan apa yang telah aku minum namun jamu
trdisional mereka itu sangatlah manjur sekali. Penisku terasa ngaceng
lebih tegang dari biasanya walaupun barusan dipakai. Segera kupeluk Yati
dan Masmah untuk kuajak bertempur lagi. Masmah yang tadinya nampak
lemas, setelah meminum jamu nampak sangatlah bugar. Melihat aku telah
siap untuk bertempur lagi, segera keempat perempuan itu bersiap untuk
masuk kembali ke kamar. Sesampainya di kamar segera aku membagi tugas.
“Bu Yat, tolong ajari Mukti dan Hindun tehnik yang lebih baik. Sementara
bu Masmah main dengan saya giliran pertama,” kataku pada Yati.
“Baik mas, tapi tolong jangan memanggil kami dengan sebutan ibu. Sebab sekarang ini kami adalah selimut mas Theo”, kata Yati.
“Lalu aku harus panggil apa ?” tanyaku bingung.
“Cukup panggil nama saja. Dan sebelum mulai babak ke dua, kami semua
wajib melumasi tongkol mas Theo”, jawab yati seraya mengelus lembut
batang penisku.
“Maaf pak Theo, kalau tidak keberatan untuk babak ke dua ini saya minta
ijin untuk bergabung belakangan. Sebab saya ada urusan sebentar,” sela
Haji Mochtar.
“Mau kemana kamu Moch ? Ada tamu kok malah mau pergi!” timpal Yati.
“Aku ingin memanggil semua istriku kak, aku ingin mereka semua belajar
permainan seperti orang-orang kota pada kakak dan pak Theo supaya
pinter,seperti kakak,” Jawab Haji Mochtar.
“Kalau menurut aku jangan sekarang lebih baik besok saja toh besok masih
banyak waktu dan sekarang mas Theo kan sudah capek,” larang Yati.
“Ya kalau begitu terseah kakak saja”, Jawab Haji Mochtar.
“Memang ada berapa istri pak Haji ? dan kemana mereka ?” tanyaku.
“Istri saya ada delapan pak, mereka juga memiliki suami selain saya,
jadi mereka ada di rumah suami-suami mereka yang lain,” jawab Haji
Mochtar.
“Sudah wawancaranya nanti saja, kita mulai saja babak kedua. Udah nggak tahan nich,” kata Yati.
“Ya kalau begitu ayo pindah ke kamar,” ajakku sambil merangkul Yati dan Masmah.
Kami pun melangkah kembali ke kamar. Sesampainya di kamar Yati memintaku
untuk duduk di sofa, Yati dan Masmah lalu duduk di lantai sambil
mengulum batang penisku bergantian. Sementara itu Mukti dan Hindun duduk
disebelah kiri dan kananku sambil kuremas buah dada mereka
masing-masing sebelah, sambil kupagut bibir mereka bergantian. Kira-kira
tiga menit kemudian, kedua wanita yang mengerjaiku dari bawah, (Yati
dan Masmah) menghentikan kegiatan mereka. Yati lalu berdiri
mengangkangiku dengan posisi membelakangi aku, selanjutnya Yati mulai
bergerak menurunkan pantatnya. Sementara Masmah duduk bersimpuh di
lantai diantara kedua pahaku yang mengangkang. Tangan kanan Masmah
menggegam penisku, sementara tangan kiri Masmah membimbing selangkangan
Yati mengarah tepat ke penisku. Perlahan tapi pasti kurasakan topi
bajaku mulai menyentuh gundukan daging yang empuk dan basah, beberapa
detik kemudian kurasakan kepala penisku mulai membelah belahan vagina
Yati yang basah, bllleeeessssssssssssss perlahan tapi pasti adik kecilku
memasuki liang vagina Yati.
“Aaaaah, mmmmfffhhhhhhhhhh,” lenguh Yati seiring dengan masuknya batang penisku pada Vaginanya.
“Tahan kak!” Kata Masmah ketika seluruh batang penisku telah terbenam seutuhnya dalam vagina Yati
Lalu sambil berlutut diantara kedua pahaku Masmah mulai membungkuk dan
mulai menjilati buah zakarku lalu menjilati klitoris Yati.
Keyword : cerita seks,cerita dewasa,cerita,kumpulan cerita,mendesah,selingkuh,nikmat,sumber cerita,kumpulan cerita seks,hot story
|
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar