Liburan sekolah yang lalu kami membuat acara di puncak, disamping untuk
mempererat persahabatan juga sekaligus memberikan refreshing pada anak
anak setelah ujian sekolah. Kami bertetangga 6 keluarga berangkat
bersama sama dengan 8 mobil dan menginap di villa yang besar dengan 3
paviliun dan 8 kamar tidur. Hari Sabtu kami berangkat bersama sama,
jalanan arah Puncak sudah macet sejak keluar dari pintu toll, setelah
berjuang dengan kemacetan 5 jam sampailah kami di Villa yang kami sewa
tersebut, untunglah tidak terlalu jauh sehingga tidak perlu tersiksa
lebih lama dijepit kemacetan. Masing masing keluarga menempati kamar
masing masing dan sisanya dipakai anak anak atau siapa saja yang ingin
tidur disitu. Disamping 6 keluarga, ada juga yang mengajak adik, paman
maupun keluarga lainnya, jadi diluar anak anak ada 19 orang dewasa atau
remaja.
Para Bapak mempersiapkan acara barbeque untuk nanti malam sementara
ibu-ibu mempersiapkan makanan baik yang sudah kita bawa dalam keadaan
matang maupun yang harus dimasak terlebih dahulu, sementara anak anak
bermain di halaman dan kolam renang. Kami bertetangga sudah saling
mengenal dengan baik sehingga tidak ada perasaan apa apa ketika kami
melakukan liburan bersama dan ini bukanlah yang pertama kali tapi sudah
beberapa kali. Bahkan ketika kami semua bermain di kolam pada sore
harinya, tak ada yang aneh, semua berjalan seperti biasa, saling engejek,
saling menggoda, saling bersenda gurau, meski terkadang gurauannya mpet
ke arah sensitif. Maklum kami semua masih se-usia antara 30 ? 35 tahun,
yang paling kami yakin tidak lebih dari 40 tahun, yaitu Mas Surya, tapi
penampilan dan postur tubuhnya terlihat sama dengan kami semua.
Malamnya kami mengadakan barbeque sambil bermain catur, gaple, atau
permainan apapun untuk melepas ketegangan dan bersantai sambil ngobrol
mengenai segala hal. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam,
sementara bapak-bapak lainnya asik bermain gaple, kami berempat
berdiskusi dibawah indahnya bulan dan bintang malam. Tanpa kusadari
paviliun sudah sepi, rupanya anak anak maupun ibu ibu sudah pada tidur,
mungkin kelelahan. Hanya istriku Lily, Kiki dan seorang pembantu yang
sedang di dapur, membuat kopi untuk kami yang begadang, setelah kopi dan
the terhidang mereka menghilang masuk ke kamar. Satu persatu mereka
menghilang masuk kamar, tingal 6 orang yang masih tahan begadang, untuk
melepaskan penat aku jalan jalan di sekitar Villa sambil memandang
kerlap kerlip lampu di bawah, sungguh indah di malam maupun siang hari,
pantesan banyak orang ingin punya villa di daerah puncak.
Aku menuju Paviliun C tempat kamar kami yang letaknya di ujung, agak
jauh dari bangunan induk, kami satu paviliun dengan keluarga Mas Surya,
dengan menahan dingin kututup rapat sweaterku, sendirian berjalan
dikeremangan lampu taman. Paviliun C terlihat gelap, ?Rupanya mereka
sudah tidur?, pikirku. Sebelum masuk paviliun aku mengitari bangunan
itu, duduk di ayunan di pojok taman bermain yang gelap dan disinari
sinar rembulan, kuhisap asap rokokku dalam dalam dan kuhembuskan sekuat
kuatnya, dalam hati mengagumi arsitektur bangunan yang artistik.
Tiba tiba aku dikejutkan oleh suara langkah di belakangku, ternyata istriku
belum tidur dan menyusulku duduk di sampingku. Kursi besi itu terasa
dingin, istriku merapatkan tubuhnya padaku, sambil memandangi hiasan di
langit yang indah, kupeluk rapat untuk memberikan kehangatan padanya.
Tanpa kata kata kami saling berpelukan dalam keremangan malam tanpa
cahaya lampu, tanpa bicara kami akhirnya berciuman, begitu bergairah di
keheningan malam, tangan istriku sudah mengusap selangkanganku dan
kubalas dengan belaian lembut di dadanya, sweater nya terasa tebal
mengganggu remasanku, apalagi bra-nya yang rapat menutup buah
dadanya. Kuselipkan tanganku di balik sweater, terasa hangat tubuhnya,
kuraba dan kuremas buah dadanya, tanpa permisi dengan sekali sentil
terlepaslah bra yang menyangga buah dadanya. Kami masih saling melumat
bibir, tangannya dengan trampil membuka resliting celanaku dan
mengeluarkan kejantananku, langsung mengocoknya. Kubalas
dengan remasan buah dadanya penuh gairah. ?Jangan disini, ntar dilihat
orang orang? bisikku ?Nggak, terlalu gelap untuk dilihat dari sana?
balas istriku sambil melepaskan ciumannya dan berlutut di bawahku.
Dinginnya malam sudah tidak kami hiraukan, kejantananku sudah berada
dalam jilatan dan kulumannya, aku tidak berani mendesah, takut terdengar
mereka yang masih begadang. ?Udah lama aku tidak melakukannya di luar?
bisiknya disela sela kulumannya. Aku tidak bisa melihat bagaimana
kejantananku keluar masuk mulut istriku tersayang. Tak lama kemudian dia
berdiri dan menarikku ke meja besi di depan kami, dia menarik turun
celana jeans-nya hingga lutut lalu telentang di atas meja itu, aku yakin
dia merasa dingin di atas meja itu tapi tak dihiraukannya. Kuangkat
kakinya dan kujilati vaginanya, dia menggeliat tanpa berani bersuara,
ditariknya kepalaku sebagai pertanda untuk segera mulai. Kunaikkan
kakinya di pundakku dan
kusapukan penisku ke vaginanya yang sudah basah, perlahan kudorong masuk penis tegangku hingga semua tertanam ke dalam.
Dalam keremangan malam kulihat istriku menggigit bibirnya, dia menikmati
kocokanku tanpa suara, aku tahu itu siksaan baginya bercinta tanpa
desahan. Kocokanku makin cepat, dia meremas remas buah dadanya,
terkadang menggigit sendiri jari tangannya untuk menahan desahannya. Aku
masih mengenakan pakaian, hanya penisku yang keluar dari lubang
celanaku. Kami berganti posisi, dia berdiri dan telungkup di meja
sementara aku mengocoknya dari belakang, dinginnya malam tak mampu
menghentikan kami, perlahan dingin berganti dengan panasnya gairah kami.
Kupegang pinggulnya dan kusodokkan penisku dengan keras, kembali dia
menggigit bibir bawahnya menahan nikmat. Kami berpindah kembali ke
ayunan, dia nungging dan kami bercinta dogie style, baru kali ini kami
bercinta sambil ber-ayun, setiap kali kusodokkan penisku dengan keras,
kursi itu berayun dan kembali, begitu seterusnya hingga istriku tak
perlu melakukan gerakan maju mundur. Hampir setengah jam kami bercinta
di
dinginnya malam udara puncak, tak ada desah dan jerit kenikmatan, hanya
keringat kami yang mulai menetes. Tiba tiba kudengar suara orang
bercakap mendekati kami, spontan kami menghentikan permainan dan
membetulkan letak pakaian kami. Untunglah mereka tidak melihat ke arah
taman hingga tak mengetahui keberadaan kami di taman. Masih dalam
keadaan penuh nafsu dan gairah, kami putuskan untuk melanjutkan di
kamar, paviliun itu masih gelap. Kubuka kamar kami, ternyata tempat
tidur kami sudah dipenuhi anak anak yang tidur berangkulan di balik
selimut karena kedinginan. Istriku kemudian membuka kamar sebelahnya
yang tidak terkunci, kamar keluarga Mas Surya, ternyata Mas Surya dan
istrinya, Eliz sudah tidur juga, berangkulan di balik selimutnya. Di
kejauhan kulihat beberapa orang masih begadang di depan bangunan induk,
dengan agak jengkel istriku duduk di sofa ruang tamu, aku tahu aku harus
menghiburnya atau menuntaskan birahinya. Kubuka celanaku dan
menyodorkan penisku yang masih basah cairan vaginanya ke mulutnya, dia
langsung menyambut dengan kuluman penuh nafsu. Tak lama kemudian kami
kembali bergumulan penuh nafsu, celanaku sudah terlepas begitu juga
celananya, kami bercinta dengan mengenakan sweater. Sedikit kesadaranku
timbul, kukunci pintu depan dan belakang, begitu juga kamar anak anak
aku kunci dari luar. Kubiarkan kamar Mas Surya, toh mereka sudah tidur
lelap.
Permainan kami berlanjut, kami bercinta di sofa maupun di karpet ruang
tamu, tanpa kami sadari satu persatu pakaian kami terlepas dari tubuh
kami, telanjang kami bercinta dengan nafsu yang menggelora, sesekali
istriku berani mendesah ketika kukocok vaginanya dengan keras, seakan
lupa bahwa ada Mas Surya dan istrinya di kamar itu. Duapuluh menit sudah
berlalu, aku duduk di sofa sementara istriku duduk dipangkuanku turun
naik dan bergoyang pinggul, mengocok dengan liarnya, kukulum dan kusedot
serta kupermainkan putingnya dengan lidahku, dia menggelinjang nikmat,
diremasnya rambutku. Goyangannya makin menggairahkan,
seakan meremas penisku yang tertanam di vaginanya. Aku tak tahan lebih
lama lagi menahan gairahnya, kemudian menyemprotlah spermaku
di vaginanya, belum habis denyutan penisku menyemprotkan sperma ketika
kurasakan remasan kuat dari dinding vagina istriku, dia mengikutiku
mencapai puncak kenikmatan beberapa detik kemudian, kami saling
berdenyut dan saling berpelukan penuh nikmat. Akhirnya kamipun terkulai
telanjang di sofa ruang tamu, napas kami bersatu dalam birahi yang
indah. Sebelum kami tertidur di sofa, kami kenakan kembali pakaian kami
dan tertidur di sofa ruang tamu. Keesokan paginya semua berjalan seperti
biasa, sebagaian besar berangkat ke daerah Agrowisata bersama anak
anak, sementara aku dan istriku tinggal di villa dan mas Surya pergi
men-servis mobil yang sempat ngadat saat macet. Karena tidurku kurang
nyenyak, setelah mandi dan bersih bersih maka aku lanjutkan tidur
di kamarku yang semalam dipakai anak anak. Jam dinding berbunyi 10 kali
pertanda pukul 10 pagi, belum lelap tidurku sayup sayup kudengar
pembicaraan istriku dengan seorang wanita yang tidak aku tahu
pasti siapa dia. ?Mbak Lily, aku mau tanya, pribadi nih, boleh enggak ?? kata
wanita itu yang ternyata mbak Eliz. ?Ada apa sih mbak, kok kelihatan
serius amat ?? tanya istriku ?Jangan marah ya, janji ya,?anu mbak?..aduh
gimana nih susah ngomongnya? Mbak Eliz terdengar canggung. ?Emangnya
ada apa sih ?? ?Anu mbak emmm.... semalam permainan mbak begitu
menggairahkan dan liar, aku dan Mas Sur jadi menikmatinya sampai habis,
setelah itu kami melakukannya di kamar meski tidak selama dan seheboh
permainan mbak? ?Hah ? kok mbak Eliz?..?jawab istriku, ada nada kaget
disuaranya. ?Iya mbak, maaf ya mbak, ketika aku dengar ada suara
agak berisik aku terbangun, dan lebih kaget lagi ketika kulihat Mbak Lily dan
Mas Hendra sedang begituan? ?Seberapa lama mbak lihat ?? tanya istriku
penasaran ?Sejak mbak Lily mengulum Mas Hendra? jawabnya, berarti itu
baru permulaan, cukup lama dia melihat permainan kami ?Lalu, aku melihat
bagaimana Mas Hendra menjilati mbak, sepertinya mbak begitu menikmati
gitu, aku jadi pingin deh digituin, tapi Mas Sur nggak pernah mau
melakukannya? mbak Eliz melanjutkan. ?Emang mbak melihat kami bersama
dengan Mas Surya ?? Tanya istriku penasaran ?Ketika aku sedang melihat
kalian di lantai, saat itulah Mas Sur bangun dan kami melihat kalian
berdua sambil dia memelukku, terus terang aku salut sama suami mbak,
bisa bermain lama begitu dan banyak posisi, dan ?.. dan?.. dan?.. jangan
marah ya mbak, aku ?aku ?. melihat punya Mas Hendra begitu besar, meski
dalam keremangan aku bisa melihatnya, sampai sampai saat aku bermain
dengan Mas Sur kubayangkan punya Mas Hendra yang besar itu, entah
bagaimana rasanya barang sebesar itu, tak terbayang deh, enak kali mbak
ya sampai mbak menggeliat kelojotan kayak gitu, jangan marah ya mbak aku
kan cuma mengatakan perasaanku apa adanya? ada nada kagum dan ragu ragu
dari suara mbak Eliz.</p> Aku tak tahu bagaimana mbak Eliz bisa
bercerita begitu polos dan terus terang tanpa basa basi seperti itu.
?Emang punya Mas Sur nggak gede ?? pancing istriku ?Entahlah mbak,
tapi punya Mas Hendra kelihatan begitu besar dan ah nggak tau lah mbak?
?Mbak Eliz pingin merasakannya ?? pancing istriku penuh selidik, aku
yakin dia sudah mulai keluar isengnya. ?Jangan marah mbak, aku Cuma
berkhayal saja kok, lagian aku kan nggak mungkin selingkuh dengan suami
teman sendiri, ntar aku dikira apa? mbak Eliz terdengar canggung.
?Bagaimana kalo kuijinkan? benar sudah keluar gairah liarnya ?Maksud
mbak ?? Eliz terdengar kaget ?Ya kamu ngerasain yang kamu bayangkan,
dari pada cuma dibayangkan dan membuatku berpikir yang negatif, lebih
baik di wujudkan saja, iya kan? istriku sudah mulai nakal ?Mbak ijinin
aku sama suami mbak ? ah mbak pasti bergurau nih,ah udahlah mbak, anggap
pembicaraan ini
nggak ada, sekedar iseng? Mbak Eliz mulai gugup. ?Mbak, tolong jawab
dengan jujur, aku serius nih, mbak Eliz mau apa enggak ?? Mereka
terdiam, hanya pancuran air cucian piring yang kudengar, tiba tiba
kudengar suara gelas jatuh berantakan, rupanya ada yang nervous. ?Mbak
beneran nih ? Mas Hendra sendiri gimana ?? tanyanya kaget dan penasaran
?Udahlah, masalah itu serahkan padaku, jawab dulu kamu mau apa enggak ?
Mereka terdiam lagi. ?Entahlah mbak, aku jadi malu nih? dia ragu ragu.
?kalau Mas Hendra mau dan mbak nggak keberatan, ....ya....aku sih....
emmm... malu ah? ?Ya jelas mau dong, dikasih enak kok nggak mau? tegas
istriku ?Sekarang mbak mau apa enggak ? soal suami mbak biar
aku yang atasi, serahkan saja padaku, trust me, kalo emang oke ntar aku
bilang ke mas Hendra? lanjut istriku meyakinkan mbak Eliz, entah apa
yang ada dibenaknya. Tak kudengar pembicaraan lebih lanjut, sepertinya
mbak Eliz masih ragu atau malu untuk meng-iyakan tawaran istriku. ?Tapi
jangan bilang bilang mas Sur ya mbak? kata mbak Eliz berarti setuju
tanpa meng-iyakan. ?Gila apa, emang kita mau cari perkara? suara istriku
meninggi ?Temanin ya mbak? ?Ini orang, udah diijinin masih minta
ditemenin lagi, kayak perawan aja? kata istriku sewot ?Bukan gitu mbak,
aku kan canggung kalo langsung ke kamar mas Hendra, ntar dikira ngajak
selingkuh lagi, padahal kan seijin mbak? ?Ya udah deh, kalo gitu kita
keroyok aja mas Hendra rame rame, kita main bertiga aja, buruan ntar
suamimu keburu datang dari servis mobil? jawab istriku. Mendengar
pembicaraan mereka kejantananku perlahan menegang, apalagi ketika
membayangkan mbak Eliz yang cantik dan mulus. Wanita keturunan Aceh itu
umurnya 1 ? 2 tahun lebih muda dari istriku, tingginya sedikit dibawah
istriku, mungkin 160, tapi body-nya sungguh menggetarkan birahi laki
laki yang melihatnya, apalagi dadanya yang terlihat menonjol menantang,
perkiraanku pasti tidak lebih
kecil dari 36B, kulitnya yang putih mulus bak pualam, sungguh beruntung
aku kalau memang ini terjadi, ingin rasanya aku segera menikmati tubuh
sexy-nya. Tak lama kemudian kudengar langkah menuju ke kamar, aku pura
pura tidur pulas ketika mereka masuk kamar dan mendekati tempat tidur,
ranjang bergoyang ketika mereka naik. Kudengar mereka berbisik bisik
sebentar, tanpa bicara lagi tiba tiba istriku langsung menciumku, pura
pura kaget kubalas kuluman bibir istriku. Sambil menciumku dia meremas
remas kejantananku yang menegang dibalik celana pendek, kuremas buah
dadanya dibalik sweater-nya, kejantananku makin menegang, aku masih
menunggu sentuhan tangan lembut mbak Eliz, kulepas sweater-nya hingga
tampak bra
ungu yang tak lama kemudian tanggal dari tubuhnya. Sekilas kulirik mbak
Eliz hanya berdiri mematung melihat kami berciuman. Tak lama kemudian
kami sudah sama sama telanjang bulat berpelukan dan berciuman didepan
mbak Eliz yang masih berdiri di ujung ranjang. Aku khawatir mbak Eliz
berubah pikiran, maka kuhentikan ciumanku dan menghampirinya, dia mundur
selangkah menjauhiku, tampak keragu raguan di sikapnya, untunglah
istriku membantunya, didekatinya mbak Eliz diraihnya tangannya dan
dituntun ke arah kejantananku yang menegang. Ragu ragu dia egangnya tapi
istriku berhasil memaksanya untuk meremas kejantananku, dia dangku
dengan sorot mata kagum, aku suka dengan cara pandangnya yang penuh
gairah itu. Ketika mbak Eliz mulai meremas dan mengocok, kutarik
tubuhnya dalam pelukanku yang telanjang, bisa kurasakan buah dadanya
yang mengganjal di dadaku. Istriku ikutan memelukku, kini dua wanita
cantik dalam pelukanku, satu telanjang dan satunya masih berpakaian.
Tanpa membuang kesempatan lebih lama, kucium pipi mbak Eliz yang mulus
itu dan terus bergeser ke bibir manisnya, mulanya agak canggung dia
melayani ciuman bibirku tapi kemudian dibalasnya ciumanku dengan tak
kalah
gairahnya, dilumatnya bibirku seakan tak mau melepaskan lagi. Tanganku
mulai menyusuri dadanya, kuremas dengan lembut buah dadanya, seperti
dugaanku, begitu montok dan kenyal, membuatku makin gemas untuk meremas
remas. Remasan dan kocokan empat tangan di kejantananku makin liar,
seliar ciuman dan remasanku pada buah dada mbak Eliz.
Kulepas kaosnya, terlihatlah buah dada montoknya yang masih terbungkus
bra merah berenda, sungguh sexy dan terlihat begitu padat, aku menelan
ludah melihat kemontokan tubuh nan sexy itu, segera kudaratkan ciumanku
ke leher mbak Eliz, dia menggelinjang dan mulai mendesis pelan,
remasanku makin leluasa menggerayangi kedua bukit yang menantang,
kuselipkan tanganku di sela bra-nya, begitu didapati putingnya segera
kupermainkan dengan nakal, gelinjang mbak Eliz makin menjadi, desisnya
makin jelas terdengar. Istriku yang dari tadi memelukku dari belakang
bergeser ke belakang mbak Eliz, ternyata dia melepas bra merah
itu. ?Tadaaaaaaaaa? kata istriku setelah menarik bra mbak Eliz. Aku
kembali terpesona melihat buah dadanya yang polos padat menggantung di
dadanya, belum hilang kagumku, istriku ternyata sudah melorotkan celana
pendek sekaligus celana dalamnya, untuk kesekian kalinya aku melongo
melihat ke-sexy-an tubuh telanjang tetanggaku ini, rambut pubicnya yang
tertata rapi membentuk segitiga, begitu indah. Tangan mbak Eliz dari
tadi tak pernah lepas dari kejantananku, bibir dan lidahku kembali
menyusuri leher jenjangnya dan lidahku langsung menuju ke puncak
bukit yang kemerahan, dengan liar kupermainkan putting yang kecil
menantang, kukulum dan kusedot putingnya sambil mempermainkan dengan
lidahku, geliat dan desis mbak Eliz bertambah berani, rambutnya yang
panjang tergerai bebas saat dia menengadah dan mendesah. Puas melumat
kedua bukit mulusnya, ciumanku turun ke perut dan berhenti di kangannya.
Lidahku menyusuri kedua paha hingga lututnya, sengaja aku tak menyentuh
daerah vaginanya, ingin kupermainkan dia lebih lama lagi, ingin kulihat
dia menggeliat seperti cacing kepanasan. Dugaanku benar, dia kelocotan
dilanda birahi, berulang kali tanganku dituntun ke daerah vaginanya,
tapi aku tak mau melanjutkan. ?Pleeeeeeeaaassssse??pleaaaaaa assssse?
desahnya yang membuat aku tak tega mempermainkan lebih lama lagi.
Kutuntun dia ke arah ranjang dan kutelentangkan, kini tubuh telanjang
dan sexy mbak Eliz telentang penuh pasrah, aku menikmati
saat saat seperti ini. Kutindih tubuh montok itu, kami kembali berciuman
sebentar sebelum akhirnya aku jongkok di antara kedua kakinya. “Ini yang kamu
mau bukan ?” kata istriku yang dari tadi telanjang berdiri menonton suaminya
sedang mencumbu mbak Eliz, istri tetangga. Lidahku menyusuri pahanya
yang mulus, lalu berhenti di selangkangannya. Aku mulai menjilati bibir
vaginanya, dia menggeliat dan menjerit tertahan ketika lidahku menyentuh
klitorisnya, tangannya digigitnya untuk menahan jeritannya. Istriku
yang duduk di sampingnya tersenyum melihatnya, lidahku menari nari di
vaginanya, sesekali kusedot liang vaginanya, tak jarang cairan vaginanya
tertelan mulutku. Mbak Eliz menggeliat tanpa kontrol, pahanya menjepit
kepalaku, tapi tak kuhiraukan. Dua jari tanganku sudah mengocok liang
vaginanya sembari lidahku menyapu klitorisnya, dia menjerit penuh
nikmat. “Aaaaauuuuuggghhhh… .. yessss…yessss… . trussss” jeritnya lepas
sambil meremas remas rambutku, seakan lupa bahwa dia sedang menikmati
suami orang. “Aaagghhh…sssshhhhhh… sssshhhh…yesss… yesss…. yaaa…aku
keluaaaaaaaar” jeritnya tertahan, ternyata dia sudah orgasme hanya
dengan jilatan lidah. Aku tak mempedulikannya, terus kujilati dan
kukocokkan jari tanganku. “Aaaaghhh….
ssssssudah….. ssssssudah….. pleeeeeeaaaase” dia memohonku menghentikan
jilatanku, tapi aku tak mau berhenti begitu saja. “Mas, udah mas, kasih dia
istirahat dulu” celetuk istriku. Dengan berat hati aku beranjak dari
selangkangan mbak Eliz, telentang diantara kedua wanita itu, istriku
segera bergeser ke selangkanganku, diremasnya kejantananku dan langsung
dikulumnya, tak lama kemudian kejantananku sudah meluncur keluar masuk
mulutnya. Kakiku diangkatnya dan dia menjilati kantong bola hingga ke
lubang anusku, aku mendesis sambil meraba dan meremas remas buah dada
mbak Eliz yang masih telentang di sampingku. Mbak Eliz memiringkan
tubuhnya, kini dia dipelukanku, kepalanya disandarkan di bahu ketika
istriku sedang menjilati penisku. Mbak Eliz mulai kembali menciumi
wajahku, terus beralih ke leher dan dadaku, dikulumnya putingku, aku
menggeliat nikmat mendapat perlakuan kedua wanita cantik ini secara
bersamaan. “Mbak, aku duluan ya” pintanya pada istriku ketika ciumannya
sudah sampai di perut. “You are my guest, terserah, asal mau berbagi
ini” jawab istriku sambil menyodorkan penisku ke muka mbak Eliz. Dia
meraih penisku dan engocoknya dengan tangannya, sepertinya dia agak ragu
untuk mengulum penisku. “Terlalu besar mbak, nggak muat nih” katanya
kemudian “Coba aja dulu, ntar akan masuk sendiri” jawab istriku masih
asik menjilati pangkal paha dan kantong bolaku. Mbak Eliz mulai
menjilati kepala penisku, lidahnya berputar putar di ujung penis, lalu
turun ke batangnya hingga pangkalnya, terus naik lagi ke ujung, kepala
kedua wanita itu berimpit di selangkanganku. Wonderful, dua wanita
cantik bermain dengan kejantananku, I’m flying to heaven. Jari tanganku
mengocok vagina
mbak Eliz yang basah, dia menjilat sambil mendesis. “Ya gitu terus
masukin, pelan pelan saja” istriku seakan mengajari mbak Eliz, dan
kepala penisku sudah berada di mulutnya. Kulihat dia kesulitan untuk
memasukkan batangnya, istriku segera mengambil alih, diraihnya penisku
dan langsung dimasukkan ke mulutnya dengan lahapnya, dia mengocok penuh
gairah, lalu dikembalikan lagi ke mbak Eliz, seperti anak kecil yang
mengembalikan permainan yang dipinjamnya. Mbak Eliz berusaha untuk
memasukkan sebanyak mungkin penisku ke rongga mulutnya, hanya setengah
yang bisa dia kulum, istriku menjilati batang penis yang tidak
tertampung, penisku mulai meluncur keluar masuk mulut mbak Eliz, kocokan
jariku di vaginanya makin cepat, desahnya tertahan penisku. Mbak Eliz
ber anjak menaiki tubuhku, sepertinya dia ingin segera merasakan penisku
di vaginanya, tapi istriku mencegahnya. “Jangan posisi ini dulu, pelan
pelan saja, santai saja” kata istriku meminta Eliz telentang di
sampingku. Segera kunaiki dan kutindih tubuhnya, kucium dan
kujilati leher mulusnya, istriku dengan setia menuntun kejantananku ke vagina
mbak Eliz, perlahan lahan kudorong masuk menguak liang sempit di
selangkangannya. “Aaaaagghhhhh… .. pe…lan……. pe…lan…. mas, sakiiiiiiiit, besar
bangeeeet” desahnya seperti seorang perawan yang baru bercinta. “Santai saja
mbak, nggak usah tegang, mas jangan kasar dong” kata istriku yang selalu
bertindak sebagai sutradara dan pengatur laku. Kudorong penisku memasuki
liang sempit itu sebentar lalu kutarik lagi perlahan lahan, kudorong
lagi dan kutarik lagi, makin lama makin dalam penisku melesak kedalam
liang vaginanya, hingga akhirnya semua penisku masuk dalam vaginanya,
kudiamkan sejenak dan kunikmati expresi di wajahnya yang bersemu merah.
Mbak Eliz menggigit bibirnya, entah sakit entah nikmat, padahal liang
vaginanya sudah basah, tangannya mencengkeram pantatku dengan
kencangnya. Dia menahan tubuhku ketika aku mulai gerakan menarik,
kudiamkan lagi sambil menciumi lehernya, buah
dadanya masih terasa mengganjal di dadaku. “Gila gede banget, penuh
rasanya mas, tak kusangka bisa sepenuh ini” bisiknya ditelingaku.
Istriku mulai mengelus kantong bola-ku, membuatku menggelinjang di tas
tubuh mbak Eliz, dia memelukku lebih erat lagi. Perlahan aku mulai
menarik dan mendorong penisku, makin lama makin cepat hingga akhirnya
aku bisa mengocok mbak Eliz dengan gerakan normal, desahan nikmat keluar
dari mulut manisnya membuatku makin bernafsu menggoyangkan pantatku.
Dia ikutan menggoyangkan pantatnya mengimbangiku, rupanya sudah bisa
menyesuaikan diri. Aku berlutut sambil mengocoknya, kuamati wajah mbak
Eliz yang sedang dilanda birahi, wajah cantiknya makin cantik ketika dia
mendesah, membuatku semakin bernafsu. “Egh.. egh.. egh…. enak mas, trus
massssss…yessss… fish me..yess” desahnya lepas seirama kocokanku. Buah
dada montok mbak Eliz berguncang guncang, diremasnya sendiri kedua
bukitnya itu sambil dia mempermainkan putingnya. Istriku meletakkan
kedua kaki mbak Eliz ke pundakku, membuat penisku makin melesak ke
dalam. “Ouhh…yaa.. makasih mbak,…trus masss” desahnya makin merasakan
kenikmatannya, makin cepat kocokanku makin liar dia mendesah. “Gimana ?
enak mbak ?” goda istriku sambil mengelus elus rambutnya. “Ufff... bu..
bukan enak lagii.... tooooop deh” jawabnya di sela sela desahan sambil
meremas remas buah dadanya sendiri. “Enak mana sama suami mbak ?”
tanyaku keceplosan, tak seharusnya aku membandingkan seperti ini. “Tau
ahh” “Enak mana ?” desakku sambil menyodoknya keras “Aaaauugghhhh. ..
ssss... en.. nak... i.... nniii” jawaban atau desahannya, tentu saja dia
akan menjawab begitu, mana mungkin dia menjawab lain kalau sedang
menikmati yang ini. “Aaagghhh…shit… shit…yessss” teriaknya sambil
mencengkeram erat lenganku, dan bersamaan dengan itu kurasakan remasan
otot vaginanya pada penisku, dia mencapai orgasme lagi, tak lebih
sepuluh menit aku mengocoknya. </p> Kuhentikan gerakanku sejenak
untuk merasakan denyutan vagina mbak Eliz yang cukup kuat. Wajahnya
makin cantik lagi dikala orgasme, semu kemerahan terlihat jelas di raut
mukanya yang putih, sungguh berbeda dengan keseharian biasanya. Tubuh
mbak Eliz langsung melemas seiring dengan habisnya denyutan itu, aku
ingin mengocoknya lagi tapi istriku sudah menarik lenganku meminta
giliran. Aku telentang di samping tubuh mbak Eliz yang masih
ngos-ngosan, istriku langsung
mengatur posisinya di atasku dan melesaklah penisku ke vaginanya, vagina kedua
di pagi itu. Jujur saja kurasakan vagina mbak Eliz lebih nikmat dibandingkan
istriku, tapi gerakan dan goyangan istriku jauh lebih erotik dari mbak Eliz, dia
langsung naik turun dan bergoyang pinggul di atasku, aku dan istriku sama sama
mendesah nikmat. Kuraih dan kuremas buah dadanya yang menggantung indah,
lebih kecil dari punya mbak Eliz, tapi sama sama padat dan kenyal.
Kupeluk tubuh istriku sambil mengocoknya dari bawah, dia mendesah dekat
telingaku, kami saling berdekapan erat. Mbak Eliz sepertinya tak tahan
melihat permainan kami, dia lalu mencium pipiku di sisi lain, kuraih
tubuhnya, kuremas buah dadanya lalu kupeluk, sungguh nikmat memeluk dua
wanita yang cantik dan sexy, sambil tetap mengocoknya. Istriku kembali
duduk di atas penisku sambil bergoyang pinggul. “Mbak di atas sana gih”
perintah istriku sambil menjulurkan lidah memberi kode untuk dijilati
vaginanya. Mereka saling berpandangan lalu tersenyum, mbak eliz segera
membuka kakinya tepat di atas mukaku, segera kusambut dengan lidahku.
Kedua wanita ini saling mendesah di atasku, mereka saling berhadapan dan
berpegangan tangan, ada kepuasan tersendiri bisa memberikan kenikmatan
pada dua wanita cantik secara bersamaan, meski aku tidak bisa melihat
expresi wajah keduanya, pandangan dan mukaku tertutup pantat mbak Eliz.
Tiba tiba mereka turun secara bersamaan, aku kecewa, tetapi segera
kekecewaanku berganti dengan kenikmatan lagi, ternyata berganti posisi,
istriku di atas kepalaku sedangkan mbak Eliz pada penisku. Goyangan mbak
Eliz tidak seliar istriku, tapi tetap saja nikmat, kembali mereka
mendesah bersama sama. “Dari belakang mbak” usul istriku tak lama
kemudian “Doggie ??” Tanya mbak Eliz yang masih turun naik di atas
penisku. Tanpa menjawab istriku langsung turun dan nungging di
sebelahku, diikuti dengan mbak Eliz nungging di sebelahnya, kini aku
harus memilih diantara dua vagina yang menantang. Kuamati mereka
sejenak, baru sekarang kusadari kalau pantat mbak Eliz begitu sintal dan
padat, indah dipandang, apalagi kalau digoyang. Tanpa piker panjang,
aku berdiri di belakang mbak Eliz, kusapukan sebentar lalu
kudorong perlahan masuk hingga semua penisku tertanam ke vaginanya.
agghhhh… . pelaaaaan” desahnya ketika penisku menguak liang vaginanya.
Istriku mandangku sambil tersenyum, tapi tak kupedulikan, aku sedang
konsentrasi menikmati mbak Eliz. Penisku mulai meluncur keluar masuk
vaginanya, kupegang pantatnya yang padat berisi, kutarik dan kudorong
seirama kocokanku, mbak Eliz mendesah lebih liar. Buah dadanya ber-ayun
ayun dengan bebasnya, kuraih dan kuremas dengan gemas penuh nafsu,
kupermainkan putingnya, membuat dia makin mendesah dan mulai berani
menggoyangkan pantat mengimbangiku, kenikmatanku bertambah apalagi
ketika istriku memelukku dari belakang dan mengelus dadaku sambil
menciumi tengkuk dan punggungku. Kocokanku pada mbak Eliz makin cepat
dan liar, ketika istriku nungging di sebelahnya meminta giliran, agak
berat aku melepas mbak Eliz yang sedang dalam birahi tinggi, tapi aku
tak bisa mengabaikan istriku. Kugeser tubuhku di belakang istriku,
dengan sekali dorong melesaklah penisku ke vaginanya, langsung kukocok
dengan cepat dan keras, aku tahu kesukaannya, makin liar makin suka dia.
“Mbak keluarnya di aku saja ya” pinta mbak Eliz yang disambut senyuman
oleh istriku di sela desahannya. “Boleh asal setelah itu dibersihkan
dengan mulut” jawab istriku nakal sambil mendesah nikmat “Dengan mulut
mbak ??” tanyanya heran “Iyyaaaa, mau nggak ???” jawab istriku dengan
nada tinggi, aku yang mendengarnya jadi tambah bernafsu, kuhentakkan
makin keras penisku ke vaginanya. “Mmmmm…iya
deh” jawab mbak Eliz sambil mengangkat dua jarinya lalu bergeser ke belakangku
dan memeluk seperti yang dilakukan istriku tadi. “Janji”. Belum sempat
mbak Eliz memberi jawaban, terdengar deru mobil melintas di depan
pavilliun, Mas Surya telah dating. Sebelum kami sempat berpikir harus
berbuat apa, istriku sudah mengambil inisiatif. “Kalian lanjutkan saja,
Mas Surya biar aku yang tangani, believe me” katanya langsung menarik
keluar penisku dan turun dari ranjang, dikenakannya kaos dan celana
pendeknya tanpa mengenakan pakaian dalam, entah sengaja atau terburu
buru aku tak tahu. “Ingat janjimu mbak” teriaknya sesaat sebelum pintu
kamar tertutup. Sepeninggal dia aku dan mbak Eliz saling berpandangan
seperti tak tahu harus berbuat apa. Masih tetap telanjang, kami
mengintip ke jendela dari balik tirai, melihat keadaan, kulihat istriku
berbicara dengan Mas Surya yang baru keluar dari mobil, digandengnya Mas
Surya menuju kolam renang, tanpa berganti pakaian renang istriku
langsung mencebur ke kolam, Mas Surya melepas pakaiannya, dengan memakai
celana dalam dia mengikuti istriku masuk ke kolam, aku yakin Mas Surya
akan segera tahu kalau istriku tidak memakai bra begitu kaosnya basah,
putingnya pasti membayang di balik kaos basah itu, aku tidak tahu dengan
pikiran Mbak Eliz. Membayangkan mereka berdua gairahku kembali naik,
aku bergeser ke belakang mbak Eliz yang masih asik mengintip mereka.
Kupeluk dan kuremas buah dadanya dari belakang, dia tidak memberi
respon. Kubuka kakinya, dia menurut saja, ku usap usapkan penisku ke
pantatnya lalu kusapukan penisku ke vaginanya, dia menoleh ke arahku dan
kubalas dengan senyuman. Tubuhnya menegang ketika penisku meluncur
masuk ke liang vaginanya, dia mendesah tapi matanya tetap tertuju pada
istriku dan suaminya di kolam sana, aku tak peduli apa yang ada di
benaknya. Kukocok dia dengan cepat, tangannya meremas tirai jendela,
kami bercinta dengan berdiri, sambil memegang pantat dan meremas buah
dadanya kukocok makin cepat, dia mendesah lepas, seakan melupakan mereka
yang ada di kolam. “Aduh mas, enak mas, terussss” desahnya lagi,
tangannya tertumpu pada bingkai jendela, aku menyukai pandangan
pantatnya yang mulus, sintal, padat berisi, apalagi saat bergoyang
ketika kukocok, begitu indah dan menggairahkan. Khawatir kami lepas
kontrol dan tirainya tertarik, kami pindah ke sofa, sayup sayup kudengar
tawa dan canda dari kolam. Mbak Eliz duduk di sofa, aku berlutut di
antara kedua kakinya yang terbuka, kupeluk dan kuciumi bibir dan
lehernya, dia memegang penisku, mengocoknya sejenak lalu menyapukan ke
vaginanya, masih saling melumat bibir, penisku kembali memenuhi rongga
vagina mbak Eliz, dia melepaskan lumatannya ketika semuanya sudah berada
dalam vaginanya, dipandanginya mataku dengan sorot penuh gairah.
“Cumbui aku sesuka Mas Hendra, fish me as you like, puaskan aku mas”
bisiknya, ada nada marah pada suaranya, mungkin dia cemburu dengan yang
di kolam, tapi aku tak peduli, yang penting aku bisa menikmati tubuh
sexy mbak Eliz sebanyak yang aku bisa. Kami saling memeluk dan mengocok,
berbagai posisi kami lakukan dari meja, karpet
lantai hingga kembali ke ranjang dengan segala posisi yang ada di imajinasi
kami, entah sudah berapa kali dia mengalami orgasme, tapi selalu berulang dan
berulang lagi. Rasanya tak pernah habis kureguk kenikmatan dari mbak Eliz. Suara
canda dari kolam sudah tak terdengar lagi, kami terlalu asik mengarungi lautan
kenikmatan hingga tak perhatikan sejak kapan terhenti. Tubuhku untuk
kesekian kalinya di atas tubuh mbak Eliz, mengocok dan menggoyang dengan
penuh gairah dan nafsu, kakinya dikaitkan di atas pinggangku, kami
saling mereguk kenikmatan, hingga sampailah aku ke puncak kenikmatan
sexual, tubuhku menegang. “Keluarin di dalam Mas” bisiknya, dan sedetik
kemudian menyemprotlah spermaku di rahim istri tetanggaku yang cantik
ini. “Aaaaaaauuuuuggghhhh” dia menjerit spontan ketika semprotan pertama
menghantam dinding rahim dan vaginanya, tubuhnya ikut menegang dan
sebelum denyutanku habis vaginanya ikutan berdenyut lemah, kami orgasme
hampir bersamaan, saling memeluk erat, napas kami menderu seiring deru
birahi kami. Aku langsung lunglai di atas tubuh dan pelukan mbak Eliz,
kurasakan detak jantungnya yang berpacu cepat. Kami berpelukan dan
saling mendekap tanpa kata, seakan menikmati saat saat nikmat yang baru saja
kami gapai. “Udah dulu ya saying, ntar suamimu tahu” kataku memecahkan
keheningan, kuberanikan memanggil kata saying, mengingat saat nikmat
yang baru saja kami lalui. “Thanks mas, ini the best sex I have ever
had” katanya masih di pelukanku. “Mas Hendra bukan satu satunya selain
suamiku, aku memang beberapa kali selingkuh sama teman, tolong pegang
rahasia ini ya Mas, tapi inilah yang terbaik dan punya Mas Hendra adalah
yang terbesar yang pernah aku tahu selama ini, paling asik deh” katanya
pelan tapi mengagetkanku. Sungguh beruntung laki laki yang telah
menikmati tubuh sexy dan wajah cantik ini. “Mas Surya tahu ?”
tanyaku sambil menutupi kekagetanku. “Entahlah Mas, mungkin juga sudah tahu tapi
dia belum memergoki secara langsung sih, mau Tanya juga nggak berani dia karena
aku juga tahu dia sering selingkuh, bahkan sekali tertangkap basah” Mbak Eliz
terdiam sejenak. “Kehidupan keluarga kami sih nggak ada masalah, selama masalah
itu tidak dibawa ke rumah, dan kita juga nggak pernah mengungkit ungkit masalah
itu, it just fun, selama ini kami happy-happy saja kok, nothing wrong with my
family. Aku berkata sejujurnya bahwa inilah yang terbaik yang pernah aku alami,
aku jadi pingin lagi lain waktu, terserah Mas Hendra apa dengan mbak Lily atau
Cuma kita berdua, aku sih oke oke saja, yang penting kita bisa menjaga keluarga
kita masing masing” lanjutnya, dia menciumku, lalu turun dan berpakaian.
Kami lalu ke ruang tamu, kubuka tirai kamar pertanda kami sudah
selesai, kolam renang terlihat sepi, dia membuatkan aku kopi lalu nonton
TV bareng sambil menunggu kedatangan istriku dan suaminya yang entah
sekarang dimana atau lagi ngapain. Sesekali kami berciuman dan kucuri
remasan buah dadanya. “Kamu belum memenuhi janjimu”, kataku asal. “Yang
mana ?” “Sebelum istriku keluar” “Emang dia pernah melakukannya ? “Bukan
pernah lagi tapi setiap kali kami selesai bercinta” jawabku, melihat
keadaan masih aman, kutarik mbak Eliz ke dapur, aku bersandar di dinding
dan kulorotkan celanaku hingga lutut dan kuminta dia jongkok. Agak ragu
sebentar tapi akhirnya dia menurut, kembali bibir dan lidahnya
menyusuri kejantananku, tak lama kemudian penisku sudah keluar masuk
bibir mungilnya, makin lama makin menegang dan membesar. Kupegang
rambutnya dan kukocokkan penisku di mulutnya. “Eeeegghhh…eeehhhmmm,
gila, tak muat mulutku Mas” Penisku makin cepat keluar masuk mulutnya,
tak lebih dari tiga menit kemudian kusemprotkan spermaku ke mulutnya,
tak banyak memang, tapi aku sudah bisa merasakan orgasme di mulutnya.
Dia berusaha menarik keluar, tapi kutahan kepalanya, dan tertelanlah
spermaku itu, dia seperti mau muntah tapi tak kupedulikan, takkan
kulepas sebelum aku yakin dia sudah menelannya, kuusap usapkan penisku
yang sudah lemas itu ke mukanya, dia menikmatinya. Kami kembali ke ruang
tamu menunggu kedatangan mereka, sepuluh menit kemudian muncullah Mas
Surya dari balik pintu, sendirian dan masih mengenakan celana dalamnya
yang sud ah agak kering, berarti cukup lama dia keluar dari kolam
renang, dia terlihat agak terkejut melihat kami berdua di ruangan itu.
“Eh, kirain kalian ikut Tea Walk” sapanya agak kaku langsung masuk ke
kamarnya. Aku dan mbak Eliz saling berpandangan, dia kemudian menyusul
suaminya ke kamar meninggalkan aku sendirian di ruang tamu. Cukup lama
aku sendirian menunggu istriku sebelum akhirnya dia dating menenteng
pakaiannya, hanya berbalut handuk dan rambutnya basah, padahal dia sudah
lama keluar dari kolam. Dia tersenyum dan langsung masuk kamar, kususul
dan kutarik handuknya hingga terlepas, ternyata dia tidak mengenakan
apa apa dibaliknya, kupeluk dan kudorong dia ke ranjang
yang baru saja aku pakai bercinta dengan mbak Eliz. Sambil berpelukan
dia mulai bercerita apa yang telah terjadi. Ternyata dia membohongi Mas
Surya bahwa kami ikut Tea Walk dan di kolam renang tak hentinya Mas Sur
memandangi tubuhnya, sering tertangkap basah matanya memandang nakal ke
arah buah dadanya yang memang menonjol di balik kaos basahnya, bahkan
tak jarang Mas Surya berusaha menggodanya tapi istriku pura pura tak
tahu. </p> Mungkin karena merasa usahanya tidak mendapat respon,
maka dia i ngin segera ke Pavilliun, entah mau ngapain. Saat Mas Surya
bilas di kamar mandi sebelah kolam, istriku menerobos masuk, langsung
memeluk dan menciumnya, tentu saja Mas Surya kaget tapi segera membalas
dengan penuh nafsu. Ketika istriku memegang kejantanannya yang sudah
menegang di balik celana dalamnya yang masih basah, dia terkejut karena
tidak sebesar yang dibayangkan, agak kecewa juga dia, apalagi
ibandingkan punyaku, tapi ketika dikeluarkannnya ternyata bentuknya yang
lurus ke depan, berbeda dengan penisku, dia langsung bergairah, karena
bentuk seperti itulah kesukaannya. Istriku langsung jongkok di depan Mas
Surya, menjilati sebentar kepala dan batang kemaluannya, lalu
mengulumnya, penis kecil Mas Surya masuk semua ke mulutnya hingga
hidungnya bisa menyentuh rambut pubic-nya. Mas Surya mendesis dan
meremas rambut basah istriku sambil mengocokkan penisnya di mulutnya.
Mata Mas Surya menatap tajam penuh kagum ketika istriku melepas pakaian
basahnya, sama sama telanjang kembali mereka berpelukan dan berciuman,
tangan Mas Surya tiada hentinya meremas buah dada istriku, begitu juga
mulutnya seakan tak mau melepaskan putingnya. Mulanya dia menolak ketika
istriku minta jilatan di vaginanya, tapi istriku tak peduli, dia
memaksa posisi 69 sehingga ketika dia mengulum penis Mas Surya,
vaginanya tepat di atas mukanya. Diawali dengan kocokan jari di vagina,
tatapi akhirnya lidah Mas Surya mampir juga di vaginanya, bahkan menari
nari pada klitoris istriku. Mendapat jilatan di gina, kuluman dan
kocokan istriku makin menjadi, membuat Mas Surya sering kali entikan
jilatannya untuk merasakan nikmatnya kuluman istriku pada penisnya.
Akhirnya mereka bercinta di kamar mandi, dengan hanya beralaskan handuk,
istriku engocok Mas Surya yang telentang di bawahnya, tangannya tak
pernah bosan menjelajahi kedua bukitnya. Ada rasa aneh ketika penis Mas
Surya memasuki liang vagina istriku, tidak biasanya dia merasakan penis
yang kecil seperti itu, tapi lama kelamaan dia bisa menikmati juga
gerakan liar dari penis itu di vaginanya, ada kenikmatan berbeda antara
ukuran besar dan kecil. Mereka kemudian berganti posisi, gantian istriku
telentang, Mas Surya menindih dan mengocoknya, seperti kata istrinya,
permainan suaminya tidak terlalu banyak improvisasi, justru istriku yang
banyak mengambil inisiatif, kedua kakinya di tumpangkan ke bahu Mas
Surya, penisnya lebih dalam masuk ke vagina istriku, tidak lebih dari 7
kocokan kemudian, Mas Surya menyemprotkan spermanya dalam vagina
istriku, tanpa permisi lagi, seenaknya saja dia menyemburkan cairannya
di dalam, denyutannya cukup kuat untuk membuat istriku menjerit kaget
bercampur nikmat, lalu tubuh Mas Surya melemas terkulai di atas tubuh
istriku, agak kecewa juga dia karena belum mencapai orgasme tapi Mas
Surya sudah selesai terlebih dahulu, dan sialnya lagi dia tidak berhasil
membangkitkan kembali gairah Mas Surya, tubuhnya semakin berat menindih
badannya, apalagi di atas lantai yang keras. “Kamu memang hebat, pintar
dan liar” bisik Mas Surya ketika istriku mendorong tubuhnya turun.
“Baru segitu aja sudah memuji, kamu akan kaget bagaimana istrimu
mendapatkan kenikmatan dari suamiku di sana” teriak batin istriku, tapi
dia menutupi dengan senyuman. “Ingin aku mengulangi lagi di tempat dan
suasana yang lebih nyaman, entah kapan, kalau kamu nggak keberatan”
lanjut Mas Surya ketika mereka mengenakan kembali pakaiannya. “Boleh
asal Mas dengan syarat dan aturan
main yang kutetapkan, ntar aku kasih tahu bila saatnya tiba, kalau bisa ketika
di puncak ini” jawab istriku nakal. Akhirnya mereka berdua keluar kamar
mandi, istriku melihat tirai sudah terbuka pertanda kami sudah selesai
dan keadaan aman, tugas sudah diselesaikan dengan baik. Ketika menuju
Pavilliun, istriku teringat k alau celana dalamnya tertinggal di kamar
mandi, segera dia kembali, langsung saja dia masuk. Ternyata si Bobby
salah satu adik tetanggaku yang baru tamat kuliah berada di dalam,
mereka berdua sama sama kaget, apalagi terlihat Bobby memegang celana
dalam istriku sambil meremas selangkangannya. “Ada apa Bob ?” Tanya
istriku menutupi kekagetannya “Aku tahu yang mbak lakukan sama Mas Surya
barusan, aku sudah intip sejak Mbak mengikutinya masuk sini, jadi aku
tahu semuanya” kata Bobby dengan pandangan nakal “Lalu ?” Tanya istriku
menyelidik “Apa Mas Hendra atau mbak Eliz tahu ? bagaimana kalau mereka
mengetahuinya ?” ada nada ancaman. “Jangan bilang mereka ya Bob, please” kata
istriku pura pura terkejut dan takut untuk mengetahui apa maunya “Aku akan tutup
mulut kalau ada imbalannya” Bobby berkata dengan angkernya “OK, berapa
yang kamu mau asal keep this secret” tantang istriku “Aku nggak butuh
duit dari mbak meski aku tidak punya duit, aku Cuma minta hal yang sama
dengan Mas Surya” jawab Bobby, tentu saja mengagetkan istriku. “Bobby
!!!, apa maksudmu” Tanya istriku pura pura bodoh “Ya apa yang mbak
lakukan sama Mas Sur, aku minta yang sama, tapi aku nggak maksa kok,
terserah mbak Lily saja” jawab Bobby enteng menggoda. Bobby sebenarnya
tampan, hitam manis dan badannya atletis karena dia punya hobby aerobik,
sebenarnya bisa saja istriku melayani kemauan Bobby, toh beberapa
gigolo yang kami booking banyak yang usianya tak beda dari dia, bahkan
lebih muda, masih kuliah lagi, tapi istriku tak mau merusak hubungan
dengan kakaknya, ada rasa segan. Istriku terdiam mempertimbangkan,
sebenarnya bukan takut dia cerita ke aku atau mbak Eliz, tapi lebih
banyak pada etika berteman dan bertetangga. “Mbak gak rugi deh, aku
masih perjaka kok, belum pernah melakukan yang gituan, paling juga
onani” bujuk Bobby “Bobby, kalau kamu benar masih perjaka, mbak malah
nggak mau melayani, sebaiknya kamu berikan pada orang yang kamu cintai,
istrimu kelak, tapi mbak akan memberi imbalan tutup mulutmu dengan cara
mbak sendiri dan mbak jamin kamu pasti menyukainya, tapi yang pasti
bukan yang satu itu, asal kamu melupakan semua yang pernah terjadi di
sini, baik antara aku dan Mas Surya maupun aku sama kamu, tidak pernah
terjadi apa apa disini, oke ?” istriku yang nakal mencoba bernegosiasi
sambil mendekati Bobby. Dia masih terdiam ketika istriku memeluk dan
mencium kedua pipinya, terasa jantungnya yang berdetak kencang, apalagi
ketika istriku mendekapnya erat, buah dadanya menempel rapat di dada
Bobby. Dia diam saja dan membalas ketika bibir Bobby melumat bibirnya,
tangan istriku segera menjelajah di selangkangan Bobby ketika Bobby
mulai menjamah buah dadanya. “Aku belum pernah melakukan ini” katanya
terbata bata, tangannya agak gemetaran ketika meremas buah dada istriku.
Istriku bersandar di dinding, dia nurut saja ketika Bobby melepas
kaosnya, bahkan dia mulai mendesis ketika Bobby meremas dan mengulum
kedua buah dada dan putingnya. Terasa kaku dan kasar remasan dan kuluman
Bobby, tapi istriku menikmati permainan perjaka ini, dibiarkannya Bobby
menikmati seluruh tubuhnya, bibirnya, lidahnya, elusannya, tak
sejengkalpun tubuh istriku luput dari jamahannya, kecuali bagian
selangkangan yang masih tertutup celana pendek. Berulang kali Bobby
berusaha melepasnya tapi istriku selalu menolak, dan terus mencoba lagi
hingga akhirnya istriku menyerah. “OK, kamu boleh melakukannya tapi
tetap tidak yang satu itu” tegas istriku, dan tak lama kemudian istriku
kembali telanjang di kamar itu, di depan orang yang berbeda, konyolnya
lagi kini dia telanjang di depan orang yang masih berpakaian lengkap dan
bersepatu cats. Rupanya Bobby Cuma mengelus dan menciumi paha dan
pantat istriku, dia tidak melakukan jilatan di vagina maupun sentuhan di
klitoris seperti perkiraan istriku semula. Bobby paling suka menciumi
pipi, leher dan melumat bibir istriku, juga meremas dan mengulum kedua
buah dadanya. Sambil saling melumat bibir, istriku membuka resliting
celana Bobby dan mengeluarkan kejantanannya, terkaget dia mendapati
kenyataan bahwa penis Bobby cukup besar, mungkin sama dengan punyaku,
dia jongkok di depan Bobby dan mengocok dengan tangannya. “It’s show
time” kata istriku, lalu dia mulai menjilati sekujur penis Bobby,
jilatan nakalnya menjelajah ke seluruh bagian kejantanannya, membuat
Bobby mendesis desis dan meremas rambut istriku. “Oooooooohhhhh… .
sssssssshhhhhh” desisan keluar dari mulutnya ketika istriku memasukkan
penis itu ke mulutnya, penis yang besar itu makin tegang dan membesar
dalam genggaman dan kocokan mulut istriku. Kalau tidak mengingat siapa
Bobby dan hubungan baik dengan kakaknya, ingin rasanya memasukkan
penisnya ke vagina, untuk melampiaskan birahi yang tidak elesaikan
dengan Mas Surya tadi. Sambil mengocok dengan mulut, tanpa setahu Bobby
istriku mempermainkan jarinya di klitoris, dia memerlukan sesuatu di
vaginanya, ingin rasanya mengajak ber-69 supaya sama sama nikmat. Belum
lima menit istriku mengocoknya, tiba tiba Bobby teriak dan langsung
menyemprotkan spermanya di mulut istriku, segera ditariknya keluar
penisnya hingga beberapa semprotan sperma mengenai muka dan rambutnya,
dimasukkannya kembali penis Bobby ke mulutnya, beberapa tetesan masih
keluar mengisi mulut istriku, banyak juga sperma yang disemprotkan
Bobby, maklum baru pertama kali melakukan seperti ini. Istriku bukannya
mengeluarkan penis dari mulutnya ketika semprotannya habis, tapi justru
mempermainkan dengan lidahnya, kontan saja Bobby teriak kegelian dan
mencabut dengan paksa penisnya dari mulut istriku. “Gimana ? puas nggak
?” goda istriku sambil mengusap sisa sperma yang ada di bibirnya. “Gila,
100% mbak” jawab Bobby dengan nada puas “Udah keluar sana, mbak mau
mandi bersihin spermamu yang ada di tubuh mbak ini, lagian ntar mereka
tahu” kata istriku sambil berdiri dan menyalakan shower. “Aku di sini
aja mbak, sambil lihat mbak mandi” kata Bobby “Ah nggak nggak nggak
bisa, ini diluar perjanjian” jawab istriku ketus, sebenarnya dia
khawatir kalau Bobby bisa segera recovery dan minta kelanjutannya, kan
bisa berabe, maklum masih darah muda, disamping itu dia juga takut
terhanyut emosi dan nafsu birahi dengan melayani permintaan Bobby untuk
bercinta. Akhirnya Bobby keluar dan istriku melanjutkan mandi, itulah
sebabnya ketika dia dating dengan menenteng pakaian, rambutnya basah dan
hanya berbalut handuk. Mendengar ceritanya barusan, kuceritakan juga
pengakuan dari Mbak Eliz tentang keluarga yang saling selingkuh, kulihat
pandangan isriku berbinar, entah apa yang ada dalam pikirannya. Nafsuku
naik kembali ingin aku menuntaskan birahi istriku yang tak
terselesaikan, tapi dia menolak. “Jangan sekarang Pa, ntar aja, aku
ingin ngerjain Mas Surya, kita bertiga, Papa setuju kan” pinta istriku,
tak ada alasan bagiku untuk menolak karena dia sudah membantuku dengan
mbak Eliz. “Sekarang kita harus pikirkan bagaimana menyingkirkan mbak
Eliz sementara, Papa ada ide nggak ?” kata istriku. “Aku bisa aja
mengajak mbak Eliz jalan jalan keluar, tapi kalau kamu minta kita
bertiga ya kita harus pikirkan lagi alasannya” jawabku “Kita pikir nanti
deh, sekarang kita keluar cari makan, sekarang sudah hampir jam 1
saatnya makan, siapa tahu kita dapat ide” usul istriku setelah kami
saling terdiam berpikir beberapa lama. Setelah berpakaian sewajarnya
kami keluar kamar, ternyata Mas Surya dan istrinya sudah berada di teras
depan Pavilliun, kami saling menyapa seolah tidak pernah terjadi apa
apa diantara kami, semuanya berjalan normal separti biasa, tak ada rasa
canggung ataupun segan, padahal diantara kami sudah saling menikmati
pasangan masing masing. Bedanya, kini seringkali mbak Eliz memandangku
dengan sorot mata yang penuh gairah, dan kubalas dengan senyum penuh
arti, tentu hal ini hanya kami berdua yang tahu. Mungkin juga hal yang
sama dilakukan Mas Sur dan istriku. Kami berempat ke Bangunan utama yang
letaknya di depan melintas kolam renang, berbaur dan ngobrol dengan
penjaga dan mereka yang tidak ikut Tea Walk, ternyata 3 orang tidak ikut
termasuk Bobby. Anak anak dan lainnya belum pada dating, mungkin mereka
langsung makan siang. “Pa, sepertinya susah menyingkirkan mbak Eliz,
nggak ada alasan yang kuat, agaimana kalau kita ajak aja mereka
bersamaan, kita berempat” usul istriku ketika kami berdua di dapur. “Aku
sih oke saja, toh kita sudah sering melakukannya, tapi gimana ngajaknya
?” tanyaku “Serahkan padaku, panggil mbak Eliz kemari” jawab istriku
meyakinkan, kutinggalkan istriku yang sedang membuat bandrek untuk kami
semua, aku bergabung kembali dengan mereka di teras, dan mbak Eliz
segera ke dapur setelah kuberi tahu. Kulihat mereka berbicara serius
sambil berbisik, terkadang tertawa renyah, entah apa yang dibicarakan,
aku yakin istriku sedang me-lobby mbak Eliz dan percaya cara lobby
istriku yang seringkali membawa hasil. Tak lama kemudian kuhampiri
mereka, ingin tahu hasilnya. “Mulanya dia keberatan kalau suaminya
ikutan, apalagi dengan aku, tapi setelah kubujuk akhirnya dia mau, asal
aku yang memberitahu ke Mas Surya. Pa tahu nggak, ternyata dia pernah
melakukannya dengan dua laki laki……” Percakapan kami terhenti ketika
salah seorang pembantu mendekat. “Aku yakin Mas Surya akan
menyetujui rencana ini, dia bukan halangan yang berarti” lanjutnya setelah
pembantu itu pergi. Kami bergabung kembali sambil membawa beberapa cangkir
Bandrek, kulihat mbak Eliz duduk di samping suaminya dengan pandangan penuh
Tanya. Kami terlalu asyik ngobrol sehingga istriku sepertinya agak kesulitan
mencari kesempatan membicarakan rencananya dengan Mas Surya. “Mas Surya, bisa
Bantu aku sebentar” pinta istriku lalu meninggalkan kami menuju Pavilliun, Mas
Surya mengikutinya, kulihat mbak Eliz memandangku dan kubalas dengan senyuman
dan anggukan. Entah yang lainnya curiga atau enggak, kenapa istriku minta
bantuan Mas Surya dan bukan aku, suaminya. “Mungkin istriku perlu bantuan lagi”
kataku seraya beranjak meninggalkan ruangan. “Aku ikut Mas” kata mbak Eliz
mengikutiku. “Aku nggak yakin apakah Mas Surya mau menyetujui rencana istri Mas,
aku juga masih ragu apakah bisa melihat kenyataan suamiku sedang mencumbu istri
Mas” kata Eliz ketika kami melintas dekat kolam renang. “Aku yakin kamu pasti
bisa, terbukti kamu makin bergairah ketika melihat suamimu sedang bermain dengan
istriku di kolam renang tadi pagi” jawabku meyakinkannya. Pavilliun C
seperti sebelumnya terlihat sepi, tirai kamar tertutup repat, kami
curiga, kuberi tanda pada mbak Eliz untuk masuk dengan cara mengendap endap,
sayup sayup kudengar desahan istriku dari kamar Mas Surya yang sedikit terbuka.
Berdua kami mendekati dan mengintip apa yang sedang terjadi, kami melihat Mas
Surya sedang berlutut di depan istriku yang duduk di tepi ranjang, keduanya
tidak mengenakan celana lagi, istriku sedang menggeliat menerima jilatan dari
suami mbak Eliz, tangannya meremas remas rambut Mas Surya, aku yakin istriku
sudah memberikan kuluman penis padanya. Kurasakan mbak Eliz menggenggam
tanganku erat, entah dia cemburu atau makin bergairah. “dia tak pernah
melakukannya padaku” bisik mbak Eliz, kuberi tanda supaya tidak
bersuara. Sambil menjilati vaginanya, tangan Mas Surya menjelajah ke
daerah dada istriku yang ternyata sudah tidak mengenakan bra, desah
istriku terdengar tertahan. Kuelus pundak mbak Eliz, untuk menenangkan
gejolak emosinya, melihat suaminya
memberi istriku apa yang belum pernah diberikan padanya. Dia membalas dengan
elusan dan remasan di selangkanganku, kejantananku makin menegang. Mbak Eliz
menarikku ke samping, aku bersandar di dinding, dia langsung melorotkan celana
pendekku dan berlutut di antara kedua kakiku, dipegang dan dikocoknya sebentar
kejantananku yang sudah menegang lalu dijilatinya dengan penuh nafsu, tak lama
kemudian kejantananku sudah keluar masuk mulut mbak Eliz. Aku tidak berani
mendesah, sementara di dalam kamar desahan istriku masih terdengar penuh gairah
meskipun lirih. Kukocok mulut mbak Eliz, dia jauh lebih bergairah
mengulumku dibandingkan sebelumnya, mungkin karena cemburu atau dendam,
makin cepat aku mengocoknya. Aku tak berani terlalu bernafsu,
perhatianku sesekali tertuju keluar, takut kalau ada yang lewat pasti
bisa melihat kami karena tirai ruang tamu belum sempat kami tutup.
Desahan istriku sudah berubah, aku hapal betul desahan itu, pasti Mas
Surya sudah melesakkan penisnya ke vagina istriku. Sungguh berani mereka
melakukannya tanpa melihat situasi, sungguh nekat tanpa perhitungan,
pikirku. Kuminta mbak Eliz untuk pindah ke dapur, tapi dia tak mau,
sepertinya ada rasa cemburu dan menikmati mendengar istriku mendesah
bersama suaminya, ternyata aku mengalami hal yang sama, makin mendesah
istriku makin aku bernafsu mengocokmulutnya. Ingin rasanya kulesakkan
segera penisku ke vagina mbak Eliz, tapi keadaan tidak memungkinkan,
mbak Eliz tetap menolak ketika kuberi isyarat untuk pindah ke kamarku,
dia masih menikmati desahan istriku yang kini sudah bergantian dengan
desahan suaminya dari dalam kamar, jilatan dan kulumannya tak henti dari
penisku. Mbak Eliz melepaskan penisku, dia merangkak mengintip ke dalam
kamar, begitu juga aku. Dugaanku benar, kami lihat Mas Surya sedang
menindih tubuh istriku sambil menciumi lehernya, pantatnya turun naik
mengocok vaginanya, sementara kaki istriku menjepit pinggang Mas Surya,
mereka saling memeluk erat mengunci. Mbak Eliz diam saja ketika
kusingkapkan rok-nya, begitu asyik dia melihat suaminya sedang
bersetubuh dengan istriku, aku tertegun sejenak melihat celana dalamnya
hijau tua yang menutupi pantatnya, lebih tepat menghiasi pantatnya
karena hanya seutas tali, celana dalam model String, sungguh sexy
pantatnya yang mulus dan padat berhias itu. Tak perlu membukanya, hanya
menyisihkan tali itu sudah cukup bagi penisku untuk mencapai vaginanya.
Kuciumi dan kujilat pantatnya, dari lubang anus hingga ke vaginanya, dia
menungging makin tinggi pantatnya. Mbak Eliz diam saja ketika kusapukan
kepala penis ke vaginanya yang sudah basah, perlahan sekali aku
mendorong masuk penisku, takut kalau mbak Eliz menjerit, tapi tak luput
juga dia menjerit kecil ketika penisku tertanam semua dan menyentuh
dinding dalam vaginanya. Untungnya jeritan kecil itu tertutup desah
mereka hingga belum menyadari keberadaan kami di luar kamar. Pelan pelan
mulai kukocok mbak Eliz dari belakang, dogie style, aku bisa merasakan
dia kurang enjoy karena harus bercinta tanpa desahan sedikitpun, tapi
tetap menolak untuk berpindah ke kamar. Disamping itu aku harus tetap
waspada dengan keadaan di luar, sebenarnya ini terlalu ceroboh, tak
pernah aku melakukan seceroboh ini, tapi setelah beberapa menit berlalu,
aku mulai menikmati ketegangan ini, baik ketegangan dari dalam kamar
maupun dari luar. Seringkali mbak Eliz menengok ke dalam kamar ketika
kukocok, terutama ketika desahan istriku meninggi, aku tak tahu posisi
apa di dalam. Tiba tiba terdengar jerit orgasme dari Mas Surya, cepat
juga padahal belum 10
menit mereka bercinta, mungkin karena terburu buru. Aku tak tahu harus berbuat
apa, ingin menyelesaikan tapi takut mereka segera keluar, akirnya kucabut
penisku dari mbak Eliz, dia tidak protes berarti setuju untuk menghentikannya.
Kami merapikan pakaian dan duduk di ruang tamu menunggu mereka keluar.
Tak lama kemudian Mas Surya dan istriku keluar kamar, tampak expresi
terkejut dari Mas Surya tapi istriku hanya senyum senyum saja mengetahui
keberadaan kami. “Eh.. Mas Hendra, udah lama ?” terlihat kegugupan pada
pertanyaannya. “Cukup
lama untuk mengetahui Mas dan mbak Lily di kamar” jawab istrinya ketus tanpa
memandang ke arah suaminya, aku yakin cuma pura pura saja untuk
memperkuat posisinya. “Kami hanya……” “Berdua dengan mbak Lily dan
memuaskannya” potong istrinya tetap dengan nada tinggi. Mas Surya diam
saja, memandang ke arahku seakan meminta bantuan, karena tidak tahu
hasil pembicaraanku dengannya sebelumnya maka aku tak berani komentar
dan kualihkan pandanganku keluar, istriku juga diam dan duduk di
sebelahku melihat perlakuan mbak Eliz pada suaminya, kami semua terdiam.
Mbak Eliz berdiri, menggandeng tanganku dan istriku, kami bertiga masuk
kamar yang tadi dipakai Mas Surya dan istriku, pintu sengaja tidak
ditutup, tanpa mempedulikan suaminya lagi dia memeluk dan menciumku.
Mbak Eliz langsung jongkok di depanku dan mengeluarkan kejantananku,
dijilati dan dikulum seperti yang dia lakukan tadi, kutarik istriku ke
pelukanku dan kami berciuman sementara penisku
sudah meluncur nikmat di mulut mbak Eliz. Cukup demonstratif dia mengulumku di
depan suaminya, sambil memeluk dan berciuman dengan istriku, kupegang rambut
mbak Eliz dan mengocoknya. Mbak Eliz mendorongku hingga telentang di
ranjang, setelah melepas rok dan celana dalam mininya, segera membuat
posisi 69 di atasku, seolah dia juga ingin memberikan apa yang belum
pernah diberikan pada suaminya, kusambut vaginanya dengan jilatan lidah
penuh gairah, dan dia mulai mendesah lepas penuh kenikmatan. Istriku
lalu ikutan mbak Eliz mengulum penisku secara bergantian, dua lidah
wanita cantik bekerja di daerah kejantananku, membuatku mendesis desis
nikmat. Mas Surya berdiri di depan pintu melihat istriku dan istrinya
menjilati kejantananku yang jauh lebih besar dari punya-nya. Dia tidak
berani masuk, mungkin ada perasaan bersalah. Desah kenikmatan dan gairah
mbak Eliz sungguh jauh lebih menggairahkan dibanding tadi, seolah dia
ingin memamerkan kenikmatannya pada suaminya, bahwa dia bisa mendapatkan
kenikmatan yang lebih dari orang lain, suami dari wanita yang tadi
disetubuhinya. Mbak Eliz turun dari tubuhku, dikocoknya penisku yang
masih dalam kuluman istriku, dia memandang suaminya sejenak lalu naik ke
atasku, kembali dia menoleh ke suaminya sebelum menyapukan penisku ke
vaginanya dan desahan keras keluar dari mulutnya tanpa tertahan ketika
penisku masuk ke vaginanya. “AAAAauuuugggghhhhhh… ssssssshhhhh…
yessss…enak Massssss”, desahnya sambil bergoyang pinggul dan turun naik
di atasku sambil melepas kaos dan bra-nya. Kuraih dan kuremas buah
dadanya yang bergoyang goyang. Aku tak berani melihat ke arah Mas Surya,
ada rasa kasihan dan perasaan bersalah mempermainkan dia seperti ini.
Istriku beralih ke kepalaku, aku menolak ketika dia mau engangkangiku
karena masih ada sisa sperma Mas Surya di vaginanya. Kutarik tubuh mbak
Eliz dalam pelukanku dan kudekap erat tubuh telanjangnya di depan
suaminya, dia mengimbangi dengan menggoyangkan pantatnya ketika aku
mulai mengocoknya dari bawah, desahan demi desahan nikmat keluar dari
mulutnya, kami saling melumat bibir, istriku mengelus kantong bolaku
membuat aku makin bergairah mengocok. Kami berganti posisi, dogie style
menghadap ke Mas Surya sesuai permintaan
istrinya, istriku memelukku dari belakang, ternyata dia sudah ikutan telanjang,
bauh dadanya di gesek gesekkan ke punggungku sementara tangannya
memegang penisku, yang sedang keluar masuk vagina mbak Eliz. Sungguh
nikmat dan ada sensasi yang tak terlukiskan bercinta dengan wanita di
depan suaminya yang tak berdaya. Aku mengocok dan menjamah seluruh badan
mbak Eliz, tapi masih tetap tak berani memandang ke arah mas Surya,
pandanganku justru aku fokuskan ke tubuh mulus mbak Eliz.
“Ouuuuhhhh…yesss… yaaa…fish me harder…yessss… trus mas…ya…enak masss”
desahnya demonstratif dan kuturuti dengan kocokan yang makin cepat dan
keras, terkadang kuhentakkan penisku ke vaginanya membuat dia menjerit
dalam kenikmatan yang tinggi. Tak lama kemudian kurasakan tubuh mbak
Eliz menegang, dia lalu menjerit keras bersamaan denyutan dan remasan
vaginanya pada penisku. Mbak Eliz mencapai orgasme yang tertunda dari
tadi, kudiamkan sejenak menikmati remasan vaginanya lalu kuteruskan
lagi, dia menggeliat, kutarik rambutnya kebelakang hingga kepalanya
terdongak dan kukocok dengan keras. Aku tak mau menghentikan meskipun
dia sudah orgasme, puncak kenikmatan sudah di depan mata, desahan mbak
Eliz tak kuhiraukan lagi, kocokanku makin cepat dan tidak beraturan,
hingga akhirnya menyemprotlah spermaku di vaginanya. Aku dan mbak Eliz
teriak hampir bersamaan, semburan spermaku membuat mbak Eliz
menggelinjang nikmat menerimanya, dia menoleh ke arahku dengan senyuman
puas, lalu dicabutnya penisku dari vaginanya. Tangannya meraih penisku,
dipegangnya dan menoleh ke arah suaminya lalu dimasukkan ke mulutnya,
dia mengulum penisku yang masih banyak spermanya, dikulum dan
dijilatinya seperti membersihkan sperma dari penisku, aku kembali
mendesis tak menyangka mendapatkan kenikmatan ini. Kuraih buah dada mbak
Eliz dan kuremas remas saat dia menjilati dan mengulum. Kami sama sama
telentang dalam kelelahan yan g nikmat. Istriku yang masih telanjang
turun dari ranjang dan mendekati Mas Surya. “sekarang giliran kita”
katanya sembari meremas remas di selangkangannya yang disambut dengan
remasan di dada. “jangan di sini, kurang aman, kita keluar saja, cari
hotel yang lebih enak” usulku sembari turun dari ranjang mengambil
pakaian, kulemparkan kaos dan rok mbak Eliz tanpa pakaian dalam. Dia
mengenakannya kembali sambil tersenyum ketika mengetahui tidak ada bra
dan celana dalam di situ. Pasangan Surya-Eliz sudah masuk perangkap
kami. Berempat kami meninggalkan Villa, tentu saja tak ada yang curiga
akan kepergian
kami berempat, tak lama kemudian Carnival kami sudah berada dalam antrian
kemacetan jalanan di puncak. Aku dan mbak Eliz di depan sementara Mas Surya
dengan istriku duduk di jok paling di belakang karena jok tengah memang di
lepas, membuat ruangan menjadi lebih lapang, kaca film yang gelap ditambah tirai
tertutup rapat sungguh cocok dengan keadaan kami yang sama sama dibakar birahi,
dari kaca spion dalam bisa kulihat Mas Surya berciuman dengan istriku, tangannya
meremas remas kedua buah dadanya. Melihat suaminya berciuman di
belakang, mbak Eliz menggapai penisku dan meremasnya, jalanan macet
tidak memerlukan konsentrasi penuh, aku bisa menikmati remasan mbak Eliz
sambil memandang istriku dan Mas Surya di belakang. Remasan Mas Sur
berganti dengan kuluman di putting istriku, dia mulai mendesah menikmati kuluman suami mbak Eliz, tangannya meraih
penis dan meremasnya. Kubelokkan Carnival menuju salah satu warung sate,
kudengar suara protes dari belakang ketika mengetahui mobil sudah
parkir di depan warung itu, kami keluar saling bergandengan, tentu orang
tidak menyangka kalau yang digandeng itu bukan pasangan resminya, sama
sama mesra, buah dada mbak Eliz yang montok tanpa bra terlihat jelas
bagiku, entah orang lain. Selama makan mbak Eliz memperlakukanku
layaknya suaminya begitu juga istriku terhadap mas Surya, Mas Surya
sepertinya sudah menikmati permainan ini. Sungguh sulit mendapatkan
hotel atau villa yang masih kosong saat liburan
seperti ini, dari hotel, cottage maupun orang sekitar yang biasa menyewakan
villa, semuanya penuh, fully occupied. Setelah melewati Puncak Pass akhirnya
kami mendapatkan kamar yang masih kosong, dengan terpaksa kami ambil
kamar yang suite dengan 3 kamar yang harganya minta ampun mahalnya,
apalagi hanya untuk dipakai dalam waktu yang tidak lama, sekedar
pelampiasan nafsu liar kami, tapi uang bukanlah masalah kalau hati lagi
senang, kami hanya ingin segera mencapai tempat dan melampiaskan hasrat
masing masing. Kutinggalkan Mas Surya dan istriku yang sedang
menyelesaikan administrasinya, aku langsung menggandeng mbak Eliz menuju
kamar mengikuti Room Boy. Kami duduk di sofa menunggu kedatangan
mereka, mbak Eliz duduk di pangkuanku
lalu merosot bersimpuh di depanku sambil melepas celana pendekku, dia meraih
kejantananku dan mengusap usapkan di wajah sambil menciuminya dengan
gemas. “Ini penis kok segede ini, enak deh, sungguh beruntung mbak Lily
tiap hari bisa
merasakannya” komentarnya sambil mulai menjilati kepala penisku. “Kamu juga
beruntung telah merasakannya” jawabku Dia tidak menjawab karena mulutnya
sudah penuh terisi penisku, meski hanya setengahnya yang bisa dia
kulum, tapi dia berusaha dengan mempermainkan lidahnya di dalam rongga
mulutnya. Mbak Eliz sedang asyik mengocokku ketika suaminya datang
menggandeng istriku. “Wah sudah mulai duluan nih, udah nggak tahan ya”
goda istriku. Tanpa menunggu jawaban kami, istriku menghampiriku, kami
berciuman, Mas Surya memeluknya dari belakang, menyelipkan tangannya ke
dalam kaos istriku dan meremas remas kedua buah dadanya sambil mencium
tengkuknya membuat istriku menggeliat. Mbak Eliz hanya tersenyum sambil
tetap mengulum penisku melihatnya, Mas Surya
melepas kaos istriku, buah dadanya yang padat menantang langsung kukulum, tak
kupedulikan tangan Mas Surya yang sedang meremasnya. Istriku menggeliat dan
mendesah mendapat kuluman dan ciuman di tengkuk. Dia duduk di sampingku
dan Mas Surya duduk di antara kedua kakinya, bersebelahan dengan
istrinya. Kedua suami istri itu memainkan mulut dan lidahnya di daerah
kenikmatan kami dengan cara yang berbeda, istriku melumat bibirku,
sambil menikmati permainan lidah Mas Surya yang sedang lincah bergerak
liar di vaginanya, kepala Mas Surya seolah
tertancap di selangkangan istriku, begitu juga mbak Eliz yang kepalanya terjepit
di antara kakiku.. Tak lama Mas Surya dalam jepitan selangkangan
istriku, dia lalu berlutut, melepas pakaian dan menyapukan penisnya ke
vagina Lily, dengan sekali dorong masuklah penisnya mengisi liang
kenikmatannya dan langsung mengocok cepat, membuat istriku mulai
mendesah. Melihat suaminya sudah duluan menikmati istriku, mbak Eliz
berdiri melepas semua pakaiannya hingga telanjang, lalu ke pangkuanku,
menyodorkan kedua buah dadanya ke mukaku yang langsung kusambut dengan
kuluman penuh gairah, perlahan dia menurunkan tubuhnya, perlahan pula
penisku memenuhi vaginanya. Kupeluk tubuh telanjangnya yang sexy ketika
semua penisku tertanam ke dalam, dia membalas pelukanku dengan rapat
sambil menggoyangkan pantatnya. “Ouh yaaa…yaaaa…enak masssss” desahnya
bersautan dengan desahan istriku yang sedang menerima kocokan Mas Surya.
Aku diam menerima kocokan mbak Eliz sambil mengulum kedua bukit
montoknya, satu tangan meremas mbak Eliz sedang tangan lainnya meremas
buah dada istriku, sama sama kenyal dan padat meski punya mbak Eliz
lebih besar dan montok. Mereka berganti posisi meniru kami, kedua wanita
bergoyang di pangkuan pasangan masing masing, desah dan jeritannya
seolah
berpacu dalam birahi, kukulum dan kusedot putting mbak Eliz, dia menggelinjang
dengan jeritan nikmat tanpa menghentikan goyangannya, terkadang kedua wanita
saling berpandangan dan tersenyum nikmat, tangannya saling berpegangan.
Mas Surya membenamkan kepalanya di antara kedua bukit di depannya,
istriku
meremas rambutnya. Istriku memandang mbak Eliz lalu mengangguk memberi
isyarat, tiba tiba secara bersamaan mereka berdiri, kami tidak sempat
protes, ternyata mereka bertukar tempat kembali ke suaminya masing
masing. Sementara istriku harus menyesuaikan kembali dengan ukuran
penisku pelan pelan melesakkan ke vaginanya, Mbak Eliz langsung
melesakkan penis suaminya ke vaginanya dan bergoyang dengan liarnya.
Istriku memelukku setelah berhasil memasukkan semua penisku ke
vaginanya. “Gila, sepertinya jauh lebih besar dari biasanya, terasa
pennnnnnnuh” bisiknya
sambil mendesah “Lebih enak kan, dia gimana ?” balasku berbisik “Punya Papa
lebih besar tapi dia lebih keras dan tegang lurus, sama sama enak sih” Kuraih
dan kuremas buah dada mbak Eliz yang bergoyang goyang di depan muka
suaminya, kupermainkan putingnya membuat dia menggeliat dan mendesah
sambil pantatnya turun naik di pangkuan sang suami. Kubiarkan istriku
turun naik di pangkuanku sambil memandangi wajah mbak Eliz yang makin
cantik menggairahkan terbakar nafsu. “Aku mau ngerjain mbak Eliz, biar
dia merasakan two in one dengan suaminya” bisikku pada istriku tak lama
kemudian, dia memandangku dan turun dari pangkuan. Aku berdiri di
belakang mbak Eliz, sepertinya dia belum menyadari kehadiranku, kupeluk
dari belakang, kudekap erat dan kuremas buah dadanya sambil menciumi
tengkuknya, dia menggelinjang hebat, apalagi bersamaan dengan kuluman
suaminya pada putingnya, desahannya berubah menjadi jeritan liar nan
nikmat menggairahkan. “Aaaaaagggghhh… sssssshhhh… ehhhhhmmmmm” sambil
menggoyang goyangkan kepalanya, rambut indahnya tergerai menutupi
wajahnya yang kemudian disibakkan suaminya. Aku berdiri di atas sofa,
posisi penisku sejajar kepala mbak Eliz, kusodorkan
penisku yang tegang ke mulutnya, dia meraih dan mengocoknya, kulihat mbak Eliz
memandang ke arah suaminya sebelum akhirnya memasukkan penisku ke
mulutnya, tanpa mengentikan goyangan pinggulnya. Penisku segera keluar
masuk mulut mbak Eliz, tepat di muka suaminya yang sedang meremas remas
kedua buah dadanya, kini mbak Eliz mendapat dua penis di atas dan
dibawah. Istriku hanya berdiri tersenyum melihat kami bertiga dan
memandangku saat merasakan nikmatnya kuluman mbak Eliz. Kupegang rambut
indah mbak Eliz yang tergerai di mukanya dan kukocokkan penisku ke
mulutnya membuat dia tidak bisa bebas bergerak kecuali hanya bergoyang
pinggul. Aku sudah tak mempedulikan lagi inya, yang hanya menonton
bagaimana penisku mengisi mulut istrinya tercinta. Hanya beberapa menit
kami mengeroyok mbak Eliz, ternyata sensasinya terlalu tinggi baginya,
tak lama kemudian kurasakan cengkramannya pada penisku mengeras ,
gerakannya tidak beraturan dan, “Ooooouuugghhhh… yesssss…yaaaa…
yaaaaaaa. .. oh Massssss” jeritnya orgasme, dia menggeliat di pangkuan
suaminya sambil tetap mencengkeram penisku. Tubuh mbak Eliz melunglai
memeluk suaminya, aku turun dan kucium pipinya yang masih bersandar di
bahu sang suami, napasnya masih menderu, sempat kudengar dia berucap
“terima kasih Mas”, entah ditujukan ke aku atau suaminya. “Giliranku”
kata Lily, aku duduk di samping Mas Surya yang masih memangku istrinya.
Lily berlutut di selangkanganku dan memasukkan penisku ke mulutnya, mbak
Eliz turun dari suaminya, menggenggam dan mengocok penisnya yang masih
tegang dan basah karena vaginanya, dikulumnya penis itu seakan
membersihkan dari cairannya. Istriku sambil mengulumku meraih penis Mas
Surya yang masih dalam kuluman istrinya, lalu mengocoknya setelah
ditinggalkan mbak Eliz ke kamar mandi. Mas Surya beralih ke belakang
istriku, mengatur posisinya bersiap untuk doggie. Tak lama kemudian
istriku sudah menerima kocokannya dari belakang, dengan liarnya
menghentakkan tubuhnya ke tubuh istriku yang masih bergairah mengulumku,
sesekali kulumannya terlepas karena sodokan keras Mas Surya. Desahannya
tertahan penisku yang ada di mulutnya, gerakan Mas Surya makin ganas,
ditariknya rambut istriku dan menyodoknya dengan keras, tubuh istriku
terdongak karena sodokannya,
tapi dia tidak pedulikan, sodokan kerasnya tidak melemah, semakin istriku
menggeliat nikmat membuatnya semakin bersemangat. Sambil mengocok,
tangannya tak pernah lepas dari tubuh istriku, dielusnya punggung dan
pantatnya lalu diremasnya kedua buah dadanya yang menggantung bebas.
Dengan cepat istriku sudah bisa menyesuaikan dengan gaya permainan liar
Mas Surya, kembali dia mengulum penisku, kupegang dan kuelus rambutnya,
sesekali kutekan ke arah penis supaya masuk ke mulutnya sebanyak
mungkin, meski dia tidak pernah bisa memasukkan semuanya. Kami berganti
posisi, istriku duduk di pangkuanku, tapi sebelum dia memasukkan penisku
ke vaginanya, Mas Surya sudah mendahului menyapukan kepala penisnya,
dan melesak kembali ke vaginanya. Istriku menoleh ke Mas Surya, dia
hanya membalas dengan senyuman, kini Mas Surya mengocok istriku yang
duduk di pangkuanku. Dia mendesis di pelukanku menerima kembali kocokan
Mas Surya. “Mbak suaminya nakal nih, merebut jatah suamiku” teriak
istriku sambil mendesah ketika melihat mbak Eliz keluar kamar mandi.
Mbak Eliz terlihat makin cantik dengan rambutnya yang tergerai basah dan
hanya berbalut handuk, buah dadanya makin kelihatan montok berisi
tertutup handuk putih. “Biarin aja, itulah balasan kalau kalian menggoda
istri orang, tetangga lagi, bikin mereka kapok mas” jawab mbak Eliz
mencium suaminya lalu duduk di sampingku. Tak kuperhatikan buah dada
istriku yang berayun-ayun di mukaku, kutarik tubuh mbak Eliz mendekat,
kulempar handuk penutup tubuhnya, aroma wangi tercium dari tubuh
segarnya ketika kucium leher dan bibirnya, kami saling mengulum sambil
aku memangku istriku yang menerima kocokan Mas Surya. “Pindah ke kamar
yuk, disini kurang bebas” usul mbak
Eliz Tanpa menunggu jawaban, kudorong istriku turun dari pangkuanku lalu
kutuntun mbak Eliz menuju kamar, sekilas masih kulihat Mas Surya meneruskan
kocokannya terhadap istriku, dia menyetubuhi istriku dari belakang sama sama
berdiri, berpelukan dan berciuman. Sesampai di kamar, kurebahkan tubuh
telanjang mbak Eliz dan langsung kutindih, kususuri tubuhnya yang segar
sehabis mandi, terasa lebih menggairahkan, aku paling menyukai
membenamkan mukaku di antara kedua bukit di dadanya yang montok. Tak
lama kemudian istriku dan Mas Surya masuk kamar, ketika kami sedang
ber-69 dengan mbak Eliz di atas, mereka langsung mengambil posisi
doggie. Istriku mengatur posisi tubuhnya hingga kepalanya di antara
kakiku dan bisa mengulumku bergantian dengan mbak Eliz ketika suaminya
mengocoknya dari belakang, aku tak bisa melihat dengan jelas, tapi bisa
merasakan ketika dua mulut dan dua lidah sedang berada di kejantananku
baik secara bersamaan maupun bergantian, terasa kenikmatan yang
berlebihan. Ranjang serasa bergoyang ketika kudengar jeritan nikmat
istriku akibat hentakan
kuat dari Mas Surya, kulihat dari celah paha mbak Eliz, Mas Surya menjambak
rambut istriku hingga dia terdongak ke belakang dan menyodoknya dengan keras,
buah dada istriku berayun-ayun tak beraturan karena sodokan itu. “Mas,
gantian dong” pinta mbak Eliz pada suaminya, tanpa menunggu jawaban dia
langsung turun dan nungging di samping istriku. Mas Surya melepaskan istriku dan
bergeser di belakang istrinya, langsung penisnya melesak ke vagina mbak Eliz
dengan kecepatan tinggi seperti yang dia lakukan pada istriku, kontan mbak Eliz
menjerit seperti terkaget menerima perlakuan suaminya yang kasar itu, tapi tak
ada tanda protes, justru kulihat expresi kenikmatan di wajahnya yang cantik.
Kuraih buah dadanya yang montok berayun ayun dan kuremas sambil
kupermainkan putingnya, membuat mbak Eliz makin histeris dalam
desahannya. Istriku yang ditinggal Mas Surya, beralih ke atasku,
mengatur posisinya sebelum
akhirnya melesakkan penisku ke liang vaginanya. Jeritan nikmat keluar dari
mulutnya saat penisku menerobos masuk. Setelah terdiam sesaat, mulailah goyangan
pinggulnya di atasku, penisku terasa di remas remas, gerakan istriku semakin
liar, kunikmati sambil meremas remas buah dada mbak Eliz yang sedang mendapat
kocokan dari suaminya. Melihat istriku bergoyang liar dan menggairahkan,
Mas Surya rupanya tergoda juga untuk kembali menikmati istriku yang
memang lebih liar dibandingkan istrinya, ditinggalkannya istrinya yang
sedang mendesah nikmat, tak dipedulikannya suara protes dan kecewa dari
mbak Eliz. Dia berdiri di samping Lily yang sedang terbakar kenikmatan,
menyodorkan penisnya yang masih basah dari mbak Eliz ke mulutnya,
istriku segera meraih penis itu dan langsung mengulumnya sambil tetap
bergoyang pinggul dan turun naik di atasku. Penis mas Surya yang tidak
terlalu besar segera masuk semua ke mulutnya tanpa
hambatan, dia tidak mengalami kesulitan meng-handle dua penis secara bersamaan.
Kedua penis mengocoknya di atas dan dibawah secara bersamaan, mbak Eliz yang
cemberut segera kutarik dalam dekapanku, dia merebahkan kepalanya di dadaku
sambil memandangi penis suaminya meluncur di mulut istriku. Mbak Eliz berlutut
di sisi istriku, kedua wanita itu bergantian mengulum dan menjilati penis Mas
Surya dengan rakusnya. Kami berimprovisasi dengan berbagai gaya dan
posisi di semua tempat di kamar itu, sepertinya sudah menjadi kodrat
bahwa aku lebih sering menikmati mbak Elis dan mas surya lebih menyukai
istriku. Tak ada aturan, yang capek boleh berhenti yang masih kuat
silahkan melanjutkan, permainan selalu bervariasi, kadang MMF, FFM atau
MMFF. Anehnya, Mas Surya yang tadi cepat orgasme, dengan berame rame
seperti ini justru bisa bertahan lebih lama, bahkan istriku sempat
dibuat kewalahan. Kami saling mereguk dan memberi kenikmatan yang seolah
tak pernah habis dinikmati. Selama di kamar tak seutas benang menutupi
tubuh kami, bahkan ketika Room Boy mengantar makan malam, hanya Mas
Surya yang berbalut handuk yang menerimanya, karena aku lagi sibuk
mereguk kenikmatan dengan istriku dan istrinya. Setelah memberi tahu
teman teman di Villa bahwa mungkin kami pulang pagi karena
terjebak kemacetan di Cianjur, malam itu kami habiskan dengan pesta penuh nafsu
seakan there is no tomorrow. Kami bebas melakukan dengan siapa saja, dimana
saja, posisi apa saja, its wild sex, meski cuma kami berempat. Yang
paling mengesankan adalah bercinta bertukar pasangan di keremangan malam
yang dingin di udara terbuka, karena tempat kami memang jauh di pojok yang
jarang dilewati orang. Dinginnya angin malam tak mampu mengusir gairah nafsu
kami yang memang sedang memuncak. Keesokan harinya kami kembali ke Villa
pukul 11 pagi, beberapa pertanyaan muncul mengiringi kedatangan kami,
karena memang hp kami matikan untuk menghindari gangguan. Tak ada yang
curiga dengan apa yang telah kami lakukan semalam, bahkan
beberapa ibu ibu kasihan melihat kami yang kelihatan kurang tidur dan capek,
mereka mengira kita kecapekan karena terjebak macet sehingga menginap di
Cianjur, padahal itu jauh dari realita, justru kami kurang tidur dan capek
karena nikmat. Akhirnya kami kembali membaur dengan tetangga lainnya,
terhadap Mas Surya dan mbak Eliz kami bersikap sewajarnya seperti tidak
terjadi apa apa, begitu juga mereka, tidak ada perubahan sikap kami pada
mereka, paling tidak didepan banyak orang. Sesekali aku masih bisa
mencuri cium ataupun pelukan ataupun rabaan dari Mbak Eliz saat berdua,
istriku hanya tersenyum saja melihat tingkah lakuku itu. Kami masih
berkeinginan untuk melakukannya lagi di lain waktu dan kesempatan, tak
perlu menunggu liburan atau di puncak.
Keyword : cerita seks,cerita dewasa,cerita,kumpulan cerita,mendesah,selingkuh,nikmat,sumber cerita,kumpulan cerita seks,hot story
|
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
1komentar:
Cerita yg tak mendidik,
apakah admin nya mao kalo istri nya di entot orang lain ?
Padahal di agama manapun kan dilarang yg namanya berzina ?
Karena merusak .
Jangan alasan HAM/KEBEBASAN .
Mao berbuat sesukanya .
Ingat hidup cuma sekali , di akhirat yg abadi sudah menanti SIKSA yg pedih , kalo gak percaya , silahkan saja . Tar jg ngerasain.
Posting Komentar