;
Promosi Blog Gratis
My Ping in TotalPing.com

Kamis, 04 Desember 2014

[Real Story] NAYA 01

Kamis, 04 Desember 2014

Naya

Dengan jemari lentiknya, Naya menyimpulkan tali jubah mandinya sembari berjalan masuk ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala macam kepenatan pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup, itu semua karena pekerjaan di kantor barunya benar-benar menyita seluruh tenaga dan konsentrasinya.



Air segera mengucur deras dengan seketika begitu Naya memutar tuas keran air yang ada dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan putih mulusnya ke air guna merasakan tingkat kepanasan air. “Moga-moga, mandi berendam ini dapat menjernihkan pikiranku.” ucapnya pelan.




Butuh beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh karenanya, selagi menunggu bathup penuh, Naya menuju dapur yang ada di lantai dasar untuk membuat segelas jus melon kegemarannya. Jus melon, olahan minuman dari buah yang bagi Naya adalah teman setia ketika menemaninya berendam.

Cobalah oh sayang hatiku pasti jadi milikmu
Bila kau tunjukkan kasih sayang padaku
Sepenuh hati dengan cintamu
Sayangi aku selayaknya aku kekasihmu
Aku wanita yang butuh cinta
Bukan hanya perzinahan
Yang dapat kau lalui lalu kau pergi


Tak sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir tipis Naya melantun sebait lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan diiringi gerakan tarian manja, Naya menyanyikan keseluruhan tembang yang dibawakan oleh grup band lawas tersebut. Hingga ketika melewati ruang tengah, Naya dikagetkan oleh sesuatu.


“Eh, Mitha, kamu kok sudah pulang?” tanya Naya dengan nada kaget akan keberadaan putri semata wayangnya di sudut kursi ruang tengah.


“I-iya, mi. Hari ini lesnya libur, khan sekarang hari jumat.” jawab Mitha yang juga terkejut akan kehadirannya Naya yang tiba-tiba.


“Haloo, halooo, Mith? Mitha?” panggil seorang pria yang ada di ujung telepon.


“Eh, iya. Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami.” sambung Mitha.


“Hayo, kamu sedang telepon ama siapa, sayang?” tanya Naya menggoda anak perempuan satu-satunya. Didekatkannya telinga Naya pada gagang telephon yang berada pada genggaman Mitha, seolah ia ingin nguping. Namun karena malu, Mitha segera menghindarkan gagang telephon itu jauh-jauh dari jangkauan maminya.


“Ah, Mami kepo banget deh. Cuma temen kok, Mi.” jawab Mitha malu-malu.


“Hahaha… Dasar anak kecil.” tawa Naya yang akhirnya menyerah untuk menginvestigasi putrinya itu.


“Udah sana, mami mandi gih. Tuh denger, suara aer bathupnya dah penuh.”


"Iya deh... Yang masih ABG..." canda Naya genit.


“Halloohh… iya…” kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah barusan tak ada apa-apa.


Sambil tersenyum, Naya pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang telepon. Dia segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.


Dari dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Naya sebenarnya berusaha untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya itu, namun entah kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika menelpon, dia terlihat seperti sesosok mata-mata yang sedang membocorkan rahasia. Duduk disudut ruangan, bergelap-gelapan dengan pandangan mata yang selalu siaga mengawasi kondisi sekitar.


Mau tak mau, Naya pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin blender yang sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam indra pendengarannya. Dan mendadak, Naya lupa akan tujuan awalnya membuat jus melon sebagai teman mandi berendamnya.


“Hihihi… iya bener, rasanya bikin deg-degan gimana gitu…” ucap Mitha lirih sambil sesekali ia tertawa kecil.


”...”


“Bener-bener, bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku. Beda banget.”


”...”


“Gedhe dan panjang.”


”...”


“Iya, Mitha juga pengen…”


”...”


“Aduh, kapan ya bisa seperti kemaren lagi?” kembali Mitha celingukan, menengok ke arah dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak ada seseorang pun yang mendengar percakapannya.


“Mitha juga merindukan sodokan batang panjangmu, sayang, hihihi…” kembali Mitha tertawa kecil.


“Merindukan sodokan batang panjangmu?” tanya Naya dalam hati. “Batang apakah yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”


Mendadak muka Naya menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Apakah mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin teman lelakinya? Mitha khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum sepantasnya ia mendiskusikan tentang hal itu dengan teman lelakinya.


Naya mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada beberapa kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.


Pulang larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang paling mengejutkan adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal itulah yang membuat pikiran Naya menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang terjadi pada kelakuan putri satu-satunya itu.


"Ah, kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen.”


Kembali Naya membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk mendengarkan percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang membuat detak jantungnya seolah berhenti.


“Mitha juga pengen ngejilatin kontolmu, Mas. Pengen banget minum pejuhmu lagi.”


DEG...!


Naya seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau terdengar begitu samar, namun Naya yakin, jika barusan ia mendengar putrinya ingin meminum sperma lelaki teman bicaranya.

“Mitha ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa nerusin rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren.”


“Udin?” tanya Naya dalam hati.

Mendengar pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Naya berjingkat pelan. Mendekat ke arah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan… “Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya?


Mitha menengok ke arah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari tempat duduknya. "Sialan! Udah dulu ya, sayang, ada mami…"

Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Naya langsung menyerbu ke arah Mitha sambil berteriak lantang. "Berikan telepon itu!" bentak Naya sembari menyambar gagang telephon dari tangan putrinya.


"Dengar ya, Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue ga akan segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?" bentak Naya sambilmenutup telepon.

Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima. "Miii, apa yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa, miiiih?”


“Mami ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan seperti itu.”


“Tapi, miii, aku mencintainya..."


“Buka matamu, sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu.”


“Mitha tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama Mitha.”


“Jadi kamu menentang pendapat mami?”


“Mami jahat! Mitha benci Mami.”

"Udah-udah, kamu dihukum. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah. Sana masuk kamar!”

"Aku benci mami. Aku benar-benar benci mami!" tangis Mitha histeris. Ia berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.


Tiba-tiba, rasa bersalah muncul dalam hati Naya. Apakah dia salah atau terlalu keras dalam mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan lelaki busuk semacam Udin. Apakah Naya kurang dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya, sehingga Mitha bisa menjalin hubungan spesial dengan lelaki tak terurus seperti Udin.


Udin, lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng, putih atau bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam belel, celana jean sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai pengedar narkoba yang entah itu benar atau salah, semakin membuat citra Udin mejadi begitu buruk dimata Naya.


Naya kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal perkenalannya dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang membantu mengantarkan Naya berangkat interview karena mobilnya entah kenapa susah untuk dinyalakan. Dan ternyata, semenjak kejadian itu, Udin menjadi tumpuan harapan bagi Naya dalam hal trasportasi. Baik sebagai sarana antar jemput atau untuk minta tolong segala macam kebutuhan Naya.


Yah dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan ketika Naya tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.


Ramah, baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Naya percaya untuk menggunakan jasa Udin. Namun ada satu hal yang Naya kurang suka dengan tukang ojek itu. Udin memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri semata wayang Naya juga mulai sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat mesum Udin menjadi semakin menjadi-jadi.


Hingga pernah, Naya beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto dirinya ataupun Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau baju dengan atasan berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Naya sempat mendapati adanya sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu digunakan Udin.


Yup, Udin beronani di kamar mandi.nya


Memang sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Naya benar-benar yakin jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi itu berasal dari batang penisnya.


Udin juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah diatur, suka melawan, dan mulai menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.


Dulu, putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan baju seksi, namun sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani mengenakan jinsketat atau jeans super pendek, berkaos kecil, yang kesemuanya menonjolkan lekuk tubuhnya


“Huuuhhh… “ desah Naya lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau. “Mas Loddy, apa yang harus Naya lakukan?” tanya Naya dalam hati. Diraihnya gagang telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan beberapa tombol.


Naya berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu memberikan masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun tiba-tiba Naya memilih meletakkan gagang telepon, dan tak jadi menghubungi suaminya. Ia tak mau mengganggu pikiran suaminya dengan masalah lagi. untuk sementara, ia pendam saja dulu masalah ini.

Naya kembali ke arah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan bergegas ke kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi, meletakkan gelas jus disamping bathup dan mulai melucuti jubah mandinya. Naya berjalan ke cermin dan membiarkan jubahnya jatuh ke lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari untuk memeriksa tubuhnya sendiri sebelum mandi.


Dengan jeli, mata bulat Naya memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Naya merasa bangga akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun sudah memiliki seorang putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun terkadang membuatnya sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan berdua, tak jarang banyak orang yang salah mengira jika mereka kakak adik.


Rambut hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang dibalut kulit berwarna kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih dari 50 kg itu pun sering membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat kesintalan tubuh ibu satu anak itu. Belum lagi dengan tonjolan buah dada 36C dan bongkahan bokongnya yang membulat indah, membuat Naya benar-benar seperti bidadari.

“Waktunya berendam…” bisik Naya dalam hati.


Segera saja, Naya meluncurkan kaki jenjangnya ke dalam bathup. Mencoba beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya air yang menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya sudah masuk semua ke dalam bathup itu.


“Oooouuuhh… nyaman sekali rasanya.” desahnya lirih.


Diusapnya pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut, paha hingga kedua betis butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua daerah itu sembari memeriksa kulit mulusnya. Naya memejamkan mata, dan menenggelamkan seluruh tubuhnya.


***


Tak terasa, sudah hampir sejam Naya tertidur di bathup. Karena begitu sadar dari lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang memenuhi bathup itu sudah tak lagi hangat.


Segera saja Naya beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh langsingnya. Naya mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta lengannya sebelum pindah ke dadanya.


Mendadak, Naya tersentak kaget saat sabun dan buih-buihnya meluncur di sekitar puting payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu sensitif, bukan sensitif lagi, melainkan super sensitif. Sentuhan sepelan apapun, selalu dapat mengirimkan getaran kejang ke sekujur tubuhnya.


Puting payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh ke depan, sehingga terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit oleh kain branya.Dan saat ini, kedua putting payudara itu benar-benar sensitive, keras dan sakit.


Naya menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum meluncur di atas perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan meluncur ke tungkai pahanya. Dia tergoda untuk membiarkan tangannya berlama-lama di antara kakinya, daerah intim wanita yang selalu membuatnya merasa geli barcampur nikmat ketika digosok.


“Andai kamu ada disini, mas.” sambil terus mengusap selangkangannya, kembali Naya membayangkan kehadiran suaminya.


Rasa licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting payudaranyamembuat dia terangsang. Ingin sekali rasanya bercinta saat itu juga, namun Loddy, suami Naya masih dinas diluar kota. Dan masih ada waktu sekitar seminggu lagi hingga suaminya bisa pulang dan menyetubuhinya.


Lagi-lagi. Naya harus menahan birahi yang memuncak itu. Naya ingin ketika suaminya pulang, ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara penuh.


Setelah kurang lebih lima menit membilas tubuh, Naya akhirnya menyudahi mandi sorenya. Ditariknya karet penyumbat bathup itu dan ia segera beranjak keluar kamar mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan handuk putih tebal lalu menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.


Mendadak, Naya merasa begitu lapar. Mandi berendam di sore hari seperti ini memang sangat menguras stamina. Walau sama sekali tak melakukan aktifitas apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang melewati dua pulau.


Dengan rambut yang masih digelung kain handuk, Naya keluar dari kamarnya dan menuju ke dapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha sedang menjalani hukumannya di dalam kamarnya.


Namun, ketika Naya melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara cekikikan yang sangat ia kenal. Dengan cepat, Naya membuka pintu kamar putrinya dan melihat kesekeliling ruangan. Mitha yang semula sedang tertawa-tawa, langsung menyembunyikan handphone yang ia genggam ke belakang punggungnya begitu maminya masuk.


“Kesinikan handphonemu…” pinta Naya.


“Buat apa, Mi?” tanya Mitha.

“Kesiniin…!!!” ucap Naya lagi dengan nada sedikit keras.


Dengan berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat dengan posisi Naya berdiri.


"Mitha smsan ama Rezy, Mii… Bener kok…”


“Yuk kita lihat…”


Merasa pernah muda, Naya tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu saja. Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya yang bernama Rezy.


“Baru juga sms-an bentar, sayang. Mitha udah kangen ama kontol abang udin ya? Sampe nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon.


“BANGSAT lo, Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Naya seketika dan mengakhiri pembicaraan. “Mitha… mami kecewa denganmu. Mami tak mengira kamu masih berhubungan dengan lelaki mesum itu.”


“Biarin! Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat mami menghalang-halangi hubungan kami…”


“Berani kamu ya?” Emosi Naya meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan membiarkanmu seperti ini.”


"Mitha ga mau ikut…” tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan lengandi depan dadanya.


“Ikut…!” bentak Naya sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha. Diseretnya putri semata wayangnya itu ke arah kamar tidurnya. "Kali ini kita tukeran kamar tidur…“ ujar Naya sambil mendorong Mitha secara paksa memasuki kamar tidurnya. “Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu rasanya dikurung…” tambah Naya lagi sambil mengunci pintu kamar tidurnya.


“Mitha benci mami. Mitha ga mau punya mami jahat seperti mami…!” histeris Mitha dari dalam kamar Naya.


Sebenarnya, Naya merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada Mitha barusan. Akan tetapi ia sama sekali tak memiliki jalan keluar tentang apa yang harus dilakukan guna memisahkan putri satu-satunya dengan ojek kampung itu.


Naya merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody. Namun, kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat suaminya itu khawatir akan apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.


Dengan langkah gontai dan pikiran kalut, Naya berjalan kearah dapur dan membuat makan malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange jus, satu untuk dirinya, dan satu untuk Mitha.


Sejahat-jahatnya ibu, Naya tak tega juga melihat putrinya hanya meringkuk di sudut tempat tidurnya. “Mitha, nih makan malamnya udah mami siapin, yuk kita makan malam bareng.”


Tak ada jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih benar-benar sebal akan hukuman dari Naya.


Walau sedang menghukum putri semata wayangnya, Naya juga tak tega melihat putrinya itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan makan malam itu di dalam kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan mengunci kamarnya lagi.


“Aku mami yang sadis…” ujar Mitha dalam hati.


Malam semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap. Dan karena kamar tidur Naya malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak mau Naya harus tidur di kamar Mitha.


“Sudah lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini.” sejenak, Naya mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio set, lemari, rak buku dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna pink. Dinding berwarna hijau muda yang ditempeli beberapa poster idola, AC dan dua buah jendela yang ada disamping-samping tempat tidur. Tak ada yang special dari kamar itu, sama seperti remaja cewe pada umumnya.


Naya kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya terdapat beberapa photo Mitha mengenakan bikini seksi bersama teman-temannya ketika berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat tubuh putrinya mengenakan bikini, Naya benar-benar bersyukur karena telah memiliki putri yang cantik seperti Mitha.


Perhatian Naya mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih aktif karena lampu indicator masih menyala. Penasaran akan apa yang ada dalam laptop Mitha, Naya segera membuka laptop itu.


Tak ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi tugas-tugas sekolah, photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya ‘menggeledah’ isi laptop Mitha, Naya menyadari ada sebuah folder yang sangat mengganggu. Folder berisikan gambar-gambar Mitha yang menurutnya kurang sesuai dengan gambaran anak berusia 15 tahun.


Folder itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia berkenalan dengan Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan segala macam coretan tangannya dengan cara memphotonya dan menyimpannya di dalam laptop.


Corat-coretan vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha. Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat. Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut. Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.


Dan yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung itu. Mulai dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna, blowjob, hingga photo penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut Mitha.


“Ya ampun, sudah sejauh inikah hubungan mereka?” Tak tahan dengan pikiran yang mendadak menghantui, Naya segera mematikan laptop putrinya dan duduk di tempat tidur. Dengan nafas yang masih menderu-deru, Naya mencoba menenangkan diri.


Satu hal yang dipikirkan Naya semenjak ia melihat photo-photo catatan Mitha. “Udin harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha. Ya, itulah satu-satunya cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu lagi.” batin Naya sembari menenggak seluruh jus orange sisa makan malam itu hingga tak tersisa.


Mendadak, kepala Naya pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak matanya menjadi sangat berat.


***


Naya tiba-tiba terbangun dalam keremangan lampu kamar. Dia tidak tahu berapa lama ia telah tertidur. Kepalanya masih terasa berat dan nafasnya terengah-engah. Dengan paksa, Naya mencoba untuk membuka mata. Namun sejauh ini, hanya kegelapan yang dapat ia tangkap dengan kedua mata bulatnya.


“Kenapa dengan tubuhku?” tanya Naya dalam hati. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, nafasnya panas dan pendek, badannya terasa hangat dan enteng.


“Apa aku terkena demam karena terlalu lama berendam?” tanya Naya lagi.


Naya merasa fantastis. Seluruh tubuhnya terasa begitu berbeda dari biasanya. Kulitnya terasa begitu kencang, begitu sensitive, hingga ia mampu merasakan semilir hembusan angin dari lubang hidung yang menerpa tubuhnya. Payudaranya membesar dan mengeras dengan putting yang seolah tak mau mengalah, ngilu dan bengkak.


Anehnya, dia tidak merasa lelah sama sekali. Setiap kali ia menggeliatkan badan, gesekan antara kulit dan kain sprei menimbulkan gelitikan aneh di sekujur tubuhnya yang membuatnya seketika merinding nikmat.


“Ooouhh... sssshh… ada apa dengan diriku ini?” tanya Naya sambil terus menggeliatkan tubuhnya, menggesek-gesekkan tubuh sintalnya dengan kain sprei.


“Mas Loddy… Kamu kok lama sekali sih pulangnya?!” Naya tiba-tiba mengigaukan kehadiran suaminya. Malam ini, ia benar-benar merasa kangen dengan suami tercintanya. Hingga ia menyadari, ada sesosok manusia yang berdiri di sudut kamar.


“Mas loddy, itu kamu ya?” tanya Naya. “Kamu pulang lebih cepat ya mas? Sini, mas, mendekat. Adek kangen banget sama kamu, mas. Sini!” pinta Naya sambil melambaikan tangannya pada sosok tersebut.


Sosok itupun mendekat dan duduk disamping tempat tidur. “Mas Loddy, kamu kok diam saja, kamu nggak kangen ya sama istrimu yang kesepian ini?” Dalam gelap, Naya langsung memeluk sosok lelaki yang ada disamping tempat tidurnya itu dan menciuminya bertubi-tubi.


“Mas, kamu tahu nggak, mendadak adek pengen begituan. Kamu tau khan, mas, sudah lebih dari 2 minggu adek tak kamu jamah, mas. Yuk, mas. Kamu mau khan?”


Sosok itu mengangguk.


“Nah, gitu donk, mas. Ayo sekarang buka semua bajumu, mas. Adek udah bener-bener nggak tahan lagi, mas, pengen buru-buru ngerasain sodokan batang perkasamu.”


Perasaan kangen yang turut ditunjang dengan birahi yang mendadak muncul, membuat Naya tak sanggup lagi menahan keinginan dirinya untuk disetubuhi secepatnya. Naya tak peduli jika suaminya baru tiba, Naya tak peduli akan rasa capai yang mungkin saja dialami suaminya, yang jelas, malam itu dirinya harus mendapat kepuasan yang sudah beberapa hari ini Naya inginkan.


Mengiyakan keinginan Naya, sosok itupun segera melucuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya. “Kamu tiduran aja ya, dek…” ujar sosok itu dengan nada yang berat.


Sebuah tangan menyentuh kaki Naya dan naik ke lututnya. Sosok itu berayun dan berlutut di antara kakinya, membungkuk dan memberikan ciuman basah di lutut dan paha Naya.


Perlahan namun pasti, ciuman demi ciuman mulai bergerak naik ke arah selangkangan Naya. Ciuman demi ciuman membawa gelijang geli pada paha dan vagina. Membuat sekujur tubuhnya menjadi merinding.


“Ooohhh, mas… Stop, mas… Geli…“ desah Naya yang sepertinya kurang setuju akan perlakuan sosok suaminya itu. “Geli, mas…“


“Kamu suka?” tanya sosok itu singkat.


“Ho’oh… cuman adek heran, tumben kamu mau jilat-jilat kaki adek?“


“Kenapa?”


“Biasanya kamu khan ga pernah melakukan foreplay. Adek suka, mas…” desah Naya yang merasa keenakan akan stimulus lidah sosok suaminya.


“Kali ini aku punya kejutan yang pasti akan membuatmu suka, dek…”


"Kejutan apa, mas? Kamu mau apa?”


Mendadak, sosok itu menghentikan jilatan lidah pada kaki Naya, dan langsung berpindah naik ke atas. Mulai menjilat celah vagina Naya yang sudah membanjir basah.


“Lendir kamu banyak sekali, dek…” ujar sosok suami Naya.


“Mas, kamu mau apa? Kamu tahu adek nggak suka dijilat di situ." Naya mengingatkan suaminya, tapi entah kenapa tubuhnya seolah mengijinkan lidah suaminya bermain disitu.


“Nikmatin aja, dek…”


"Yah, mungkin malam ini adek pengen nyobain sesuatu yang beda." suara Naya meninggi ketika ciuman sosok suaminya itu jatuh di bibir vaginanya. Lidah basah itu bekerja dengan cepat dan efisien. Membuat lendir kenikmatannya membanjir dengan deras.

“Geli, mas… geli…” ujar Naya yang baru kali pertama merasakan oral seks. Dan dengan kedua tangannya, Naya mencoba mendorong suaminya menjauh dari vaginanya yang meranum merah. Namun, tubuh suaminya yang cukup kurus itu terlalu kuat.


“Memek kamu wangi banget, dek…” puji sosok suami Naya yang semakin gencar menjilat dan menyerucup semua lendir vagina Naya.


“Bentar, mas... bentar… adek merasa geli sekali…” Naya menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan, mencoba menghindar dari jilatan buas suaminya yang terasa begitu nikmat itu. Merasa tak tahan lagi akan gelitik rasa geli pada vaginanya, Naya mencoba mendorong kepala suaminya. Di sentuhnya pipi suaminya yang sekarang terasa kempes.


“Shhh… Kamu kurusan, mas…” komentar Naya setelah menyentuh wajah suaminya dalam gelap. “Ooouuggghhh… Enak, maaass…”


Mendengar Naya mulai menikmati jilatan lidah kasarnya, sosok suami Naya pun semakin bersemangat lagi untuk mengoral vagina tak berbulu milik istrinya itu.


Naya menyambut keberingasan suaminya dengan meminta kepala yang ada diantara selangkangannya semakin aktif dalam menstimulus vagina dan klitorisnya. Tangan Naya naik dari pipi ke rambut suaminya. Naya mendapati rambut suaminya sudah panjang, dengan pony yang sepertinya sudah menjuntai melebihi alis.


“Oooouuugghh... Tuhaaaan… enak sekali, mas…” jerit Naya sambil mencengkeram kepala suaminya ketat supaya ia membenamkan lidahnya lebih dalam.

Mendadak, salah satu tangan suaminya menggapai naik, ke arah payudara Naya dan mulai meremas bongkahan dadanya dengan perlahan. Suaminya meremas puting tegaknya, lalu dengan perlahan ibu jari dan jari telunjuk mulai menyentil, memelintir dan menyentak putting Naya dengan gaya yang berbeda. Jauh lebih kasar daripada biasanya.


Tiba-tiba, pinggul Naya menjadi tidak terkendali, dia akan orgasme. “Mas… maaassss… adek mau dapet, mas… ooouugghhh…“ jerit Naya menjadi-jadi ketika stimulus lidah kasar suaminya semakin beringas. “Oooouugghhh… jilat memek adek terus, mas…”


Rupanya, apa yang pada awalnya Naya kurang begitu suka, sekarang ia mulai menikmatinya. Terbukti dari jeritan dan desahan mulutnya yang berkali-kali meminta sang suami supaya memberikannya orgasme secepat mungkin.


“Maasssss… adek mau keluuuaaa…”


Namun mendadak, suami Naya itu menghentikan jilatan lidahnya. Berhenti seketika dan menatap Naya yang tergolek lemah di depan wajahnya.


“Aaaaahhh… maaasss… kok berhenti…?” Dengan nafas yang masih terengah-engah, sejenak, Naya merasa begitu sebal akan perlakuan suaminya barusan. Coba suaminya itu meneruskan jilatan lidahnya, pasti saat ini naya sudah menggelijang-gelijang keenakan karena orgasme oral pertamanya. Orgasme yang sama sekali belum pernah ia dapatkan dari daging yang bernama lidah.


“Yuk, mas… adek udah nggak tahan…” pinta Naya yang sudah tak mampu lagi menahan desakan gejolak birahinya.

Naya merasa begitu menginginkan hadirnya batang penis suaminya untuk menggaruk kegatalan yang ada di dalam lubang vaginanya. Naya merasa, inilah saatnya bercinta setelah beberapa minggu ditinggalkan suaminya keluar kota.


“Mas… yuk, mas… sodok memek adek, mas… adek udah ga tahan lagi…” ujar Naya sambil meminta badan suami yang masih berada di selangkangannya untuk naek ke atas dan menindih tubuh langsingnya.


Tanpa membuang waktu lama, Naya menjulurkan tangannya kebawah dan meraihselangkangan suaminya. Walau masih dalam kondisi kamar yang remang, dengan sigap, Naya mampu menangkap batang panjang milik suaminya. “Titit kamu keras sekali, mas… jauh lebih keras dari biasanya…”


Ada perasaan bangga yang dirasa oleh Naya begitu ia menggenggam penis panjang suaminya. Karena setelah lebih dari 15 tahun menikah, suaminya masih menghargai keseksian dirinya dengan bisa ereksi sekeras ini. Bagi Naya, kerasnya ereksi adalah salah satu penghargaan lelaki yang bisa ditunjukkan kepada wanitanya.


Tapi, malam ini penis suaminya itu terasa begitu berbeda. Sangat jauh berbeda. Naya merasa, batang panjang yang menggelantung di selangkangan suaminya itu bukanlah daging penis seperti yang biasa ia rasakan selama ini. Naya merasa daging itu lebih mirip pentungan kayu, sama sekali bukan lipatan daging lembek seperti biasanya.


“Titit kamu beda, mas… rasanya kok panjang banget ya?“ tanya Naya keheranan. Namun karena keinginan Naya untuk segera mendapatkan birahi sudah terlalu tinggi. Ia sama sekali tak mempedulikan keanehan batang suaminya itu, dan dengan sigap Naya menarik batang penis suaminya itu mendekat ke arah celah vaginanya yang sudah membanjir basah oleh cairan pelumas.


Malam itu Naya benar-benar sudah terlalu bernafsu. Ia seolah sangat menginginkan untuk dapat merasakan kenikmatan persetubuhan. Ia ingin segera dapat merasakan gelinjang orgasme.


“Pokoknya aku harus puas malam ini…” desah Naya pada sosok suaminya itu.


“Iya, dek… kamu bakal mendapatkan semuanya itu malam ini.”


"Buruan, mas… Setubuhi istrimu ini." semburnya keluar. “Adek pengen ngentot, mas… Entotin adek sekarang." Naya mendadak heran, tak pernah dalam sejarah kamus hidupnya ia menggunakan pemilihan kata kasar ketika bercinta. Ia selalu berkata “ Tusuk atau sodok”. Ia tak pernah menyebut kata "Entot"


Dan itu kata jorok pertamanya ketika lebih dari 15 tahun bercinta

Naya membuka kedua pahanya lebar-lebar, seolah mempersilakan batang panjang suaminya untuk dapat segera berkunjung ke rahimnya. “Titit kamu besar banget, mas…” puji Naya berkali-kali kepada suaminya itu. “Adek pasti puas malam ini…”


Walau sedang dalam kondisi birahi tinggi, Naya sekilas berpikir akan perubahan penis suaminya saat ini. Penis itu tumbuh menjadi begitu besar dan panjang. Bahkan tumbuh terlalu besar. Karena ketika kepala penis itu mulai mendobrak pertahanan celah kewanitaannya, timbul rasa sakit yang tak pernah Naya rasakan selama ini.


“Pelan-pelan, mas… sakit banget…” desah Naya sambil mencoba merasakan enaknya persetubuhan itu.


Namun, entah karena sudah terlanjur merasakan enak, atau karena sama-sama tak sabar untuk merasakan nikmatnya persetubuhan, sosok itu sama sekali tak menggubris permintaan Naya, karena yang terjadi, suami Naya itu terus mendorong batang panjangnya untuk masuk kedalam celah sempit yang sudah membanjir basah itu.


Secara berkala, sodokan demi sodokan mulai membuka celah kenikmatan Naya. Menghantar gelombang geli, sakit dan nikmat yang tak terucap. Hingga mau tak mau Naya harus membuka membuka kakinya lebar-lebar guna mengakomodasi besarnya batang penis yang ada diantara pahanya.


“Penis Loddy tampaknya telah tumbuh begitu besar hingga saat ini, vaginaku terasa begitu penuh…” batin Naya.

Naya merasa, jika ujung penis suaminya terasa seperti bola golf yang sangat besar dan keras. Walaupun saat itu Naya sudah membuka paha dan vaginanya lebar-lebar, tetap saja, malam itu, ia merasa seperti perawan yang sama sekali belum pernah bercinta sedikitpun.


Sakit, perih dan tersiksa.

Semua terasa sama sekali tak proporsional. Karena malam itu, yang Naya rasakan bukanlah rasa nikmat seperti persetubuhan yang biasa mereka rasakan . Melainkan lebih mirip seperti sakitnya vagina ketika melahirkan.


Dan dari rasa sakit ini, mendadak Naya sadar, benar-benar sadar, jika penis suaminya ini begitu besar, malah terlalu besar.


“Apakah sekarang Lody menggunakan Viagra?” pikir Naya. Karena hanya itulah satu-satunya pemikiran yang muncul di otak Naya.


Kembali, rasa dan keinginan untuk dapat segera merasakan kenikmatan orgasme melanda pikiran Naya. Sehingga, guna mencapai itu semua, mau tak mau Naya harus mengesampingkan rasa sakit yang teramat sangat di vaginanya itu.


Sejenak Naya mencoba memejamkan mata, berkonsentrasi penuh untuk menghilangkan rasa sakit dan mencoba focus kepada kenikmatan sodokan batang panjang suaminya.


“Kesempatan nikmat seperti ini tak boleh aku sia-siakan…” batin Naya sembari terus mengakomodasi batang panjang suaminya yang sudah banyak terbenam di vaginanya. “Terlebih dengan segala macam kesibukan pekerjaan Loddy yang semakin tinggi… Aku harus puas… aku harus puas…”


“Nggak tiap hari aku bisa merasakan kenikmatan bersetubuh…” pikir Naya lagi. “Terlebih dengan adanya Mitha yang sekarang sudah semakin dewasa… Tak bisa lagi setiap saat, aku dan Loddy bebas bercinta.”


Pikiran Naya untuk beberapa saat kembali pada Mitha, putri semata wayangnya yang sekarang sedang menjalani hukuman kurung di kamarnya, mitha yang semakin susah diatur, semakin bandel, dan sedang kasmaran dengan ojek kampong.


“Aku harus segera membicarakan masalah ini dengan Loddy besok… yang jelas, sekarang aku harus puas terlebih dahulu. Tapi…” tiba-tiba, Naya segera tersadar. Naya dan Mitha khan baru saja bertukar tempat tidur. Yang ada di kamar tidur Naya adalah Mitha, dan yang sedang berada di kamar Mitha adalah Naya.


“Mas, kok kamu tahu adek tidur disini?” tanya Naya sedikit heran. Alih-alih menjawab pertanyaan Naya, Loddy semakin memperdalam sodokan penisnya.


“Aaahhhsss… Maaas… Kok kamu bisa tahu adek ada disini? “ tanya Naya sambil keenakan.


Heran, bingung, sekaligus penasaran. Berjuta pertanyaan tiba-tiba timbul dalam pikiran Naya. Bagaimana suaminya bisa tahu jika dia malam ini tidur di kamar putrinya?


"Ini aneh sekali, mas… benar-benar aneh.“ gumam Naya. "Terlebih, titit kamu. Tidak seperti biasanya. Titit kamu terlalu besar, mas…"


“Ya beda lah…” ujar sosok lelaki yang masih menindih tubuh langsing Naya dan menyodok-nyodokkan sekujur batang penis panjangnya ke dalam celah kenikmatan Naya yang membanjir basah.


”Karena aku bukan suami tante…!!!”


DEG…!!!


Mendengar perkataan sosok yang sedang menyetubuhinya itu, jantung Naya seolah berhenti berdetak. Sekilas, dari suara dan cara bicaranya, Naya tahu siapa sosok yang sedang bercinta dengannya. Sekilas, dari postur tubuh, potongan rambut dan aroma tubuhnya, mia mengenali siapa sosok yang saat ini sedang menyetubuhinya. Dan sekilas, dari ukuran batang penisnya yang jauh dari normal, Naya yakin jika sosok yang sedang memberikan kenikmatan duaniawi ini adalah...


Udin!!!

"Tante bakal suka kontol panjang saya… tante bakal merasakan bagaimana kontol besar ini akan memuasin memek gatel tante…” suara mesum itu kembali terdengar dengan jelas. Suara yang beberapa saat lalu sangat ia benci. Suara yang beberapa saat lalu sangat hina ditelinganya. Suara yang jelas-jelas bukan milik suaminya.


“Udin?” tanya Naya dengan nada benar-benar panik. Sebelum ia menutuptangannya ke mulutnya.

"Iya, tante… saya Udin… pacar Mitha…”


Astaga, ternyata sosok yang saat ini sedang menyetubuhi dirinya bukahlah Lody, suami Naya. Sosok itu adalah Udin, si ojek kampung pacar Mitha, anak semata wayangnya.


Tak pernah sekalipun Naya membayangkan akan terjadinya situasi seperti ini. Naya tahu sekali akan Loddy suaminya yang sangatlah pencemburu. Senyum sedikit ke lelaki lain saja, bisa membuat Lody menjadi uring-uringan, apalagi sampai melakukan perselingkuhan. Naya tak bisa membayangkan betapa murkanya Loddy jika dia sampai tahu wanita yang ia nikahi, saat ini sedang bersetubuh dengan orang lain.


“Bangsat lo, Din… cepet cabut tititmu… Cabut…!!!” Dengan segenap tenaga, Naya berusaha mendorong tubuh Udin. Namun sekuat-kuatnya tangan ramping Naya, ia seolah mendorong tembok. Tubuh kurus Udin sama sekali tak bergerak, sedikitpun.

"Tante… Memekmu seperti memek perawan, peret banget…" kata Udin.

“Bangsat lo, Din… Bangsat… CABUUUTT…!!!” Tak kehabisan akal, Naya mulai memukul-mukulkan genggaman tangannya ke wajah tukang ojek itu.


Tapi, Udin yang sudah merasa berada diatas angin, segera menangkap kedua pergelangan tangan Naya dan langsung melentangkannya jauh-jauh kearah samping, sehingga Naya yang dalam posisi tak berdaya, lebih terlihat seperti orang yang pasrah daripada orang yang meronta-ronta.


“Bangsat lo, Din… Cabut titit lo, Din… Cabut…!!!”


Melihat Naya yang masih mencoba meronta, Udin tak kehabisan akal. Mulut dengan bibir tebalnya langsung ia majukan kedepan, menyeruput putting kiri Naya yang tegang kemerahan.


Melihat posisi yang sangat tak menguntungkan ini, “Ooouuugghhhh… Sshhh… “ mau tak mau Naya hanya bisa melengguh. “Ouuhhhggg… Bangghsaaat lo, Diinn…” ujar Naya yang seolah mencoba merasakan gelijang kenikmatan pada puting payudaranya. Sejenak rontaan tangannya mereda, dan tubuhnya melemas.


Melihat Naya yang sudah takluk akan jilatan dan kenyotan bibirnya, Udin tak langsung mendiamkan wanita jajahannya begitu saja. Dengan gerakan perlahan, Udin yang merasa jika sekujur batang penisnya sudah sepenuhnya masuk ke dalam vagina Naya, mulai menggerakkan batang panjangnya mundur


“Bener nih tante ga mau ngentot ama Udin?” tanya tukang ojek itu dengan nada menggoda sambil mulai menggerak-gerakkan batang penis yang sudah menancap dalam di vagina Naya.


Mendengar suara cabul Udin, Naya yang semula terlena seolah kembali tersadar. “Bangsat lo, Din… CABUT BANGSAT… CABUT…!!!” Naya meronta lagi sejadi-jadinya.


Udin yang masih merasa diatas angin kembali menggoda keimanan vagina Naya. Dengan tak mengurangi gerakan-gerakan menyodok pelannya, ia terus menggoda liang kenikmatan Naya dengan batang penis raksasanya. Udin tahu, jika walau Naya berkata bahwa ia sama sekali tak menginginkan persetubuhan yang terlarang ini, vagina Naya berkata hal yang berbeda.


Vagina Naya sudah sangat becek dan merekah merah. Lendir yang keluar dari akibat persetubuhan batang dan celah kenikmatan ibu satu anak ini pun tak dapat berbohong. Merembes, banjir keluar dengan derasnya dan mulai berubah menjadi busa-busa putih.


“Bener nih tante ga mau Udin entotin?” goda Udin.


“Cabut, Din… Cabuuuuuttt…!!!” Ujar Naya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.


“Ya udah kalo tante nggak mau… Udin bakal cabut kontol ini.” ujar Udin santai. Dibenamkannya batang panjang miliknya itu untuk terakhir kalinya, sebelum ia benar-benar mencabut keluar secara perlahan.


“Ouuuhhhh…” erang Naya ketika merasakan penis besar Udin itu terbenam seluruhnya ke dalam liang kenikmatannya dan menyentuh dinding terdalam dari vaginanya. “Titit Ojek kampung ini benar-benar enak… Titit ini mampu menggelitik vagina terdalamku… Beda sekali dengan titit mas Loddy… Benar-benar beda…” galau batin Naya. Matanya terpejam, dan bibir bawahnya tergigit.


Tiba-tiba, timbul perasaan galau dari dalam pikiran Naya ketika Udin mulai mencabut batang panjang penisnya. Naya merasakan sensasi yang aneh. Naya merasa begitu kosong. Naya merasa, seperti ada kesedihan yang mendalam seiring tercabutnya penis panjang Udin dari vaginanya.


Depresi di wajah cantik Naya terlihat begitu besar, dan entah apa yang ada dipikiran Naya saat itu sehingga pada akhirnya, kaki Naya mendadak merangkul pinggang Udin, menahan gerakan mundurnya dan meminta untuk maju kembali.


“Kok kaki tante nahan pantat Udin? Tadi bilangnya suruh nyabut…”


Galau, bingung, benci, dan pingin. Semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Memang sih, penis Loddy tak sebesar penis Udin. Penis Loddy juga tak sepanjang penis Udin. Dan yang paling nyata, penis Loddy tak seenak penis Udin.


Setetes air mata meleleh dari sudut matanya. Membayangkan kenikmatan dosa yang sedang ia lakukan. Naya harus segera memutuskan. Persetubuhan ini adalah salah. Benar-benar salah. Naya adalah wanita yang terhormat, walau ia tak menjabat apapun, namun di mata tetangga dan lingkungannya, derajat Naya cukup tinggi. Cukup disegani.


Disatu sisi, Naya sangat menginginkan persetubuhan ini, Naya sangat haus akan sensasi orgasme yang sudah lama tak ia rasakan dari penis Loddy, suaminya, dan entah kenapa, Naya mulai menikmati debaran aneh yang menggelora dalam dadanya dan vaginanya.


Namun, kembali naya bimbang, tak peduli berpedoman pada alasan apapun, namanya selingkuh adalah hal yang sangat salah. Naya harus memutuskan sesuatu. Harus…


“Entot aku, Din…” desah Naya dengan bibir yang masih tergigit.


“Hah! Udin ga salah denger nih, Tan?” tanya Udin.


“Gila! Kamu gila, Naya… kamu bakal bercinta dengan orang yang sama sekali bukan suamimu.” pikiran sehat Naya mencoba menyadarkannya. “Dia hanyalah tukang ojek…”


Tapi, benar kata pepatah “Nafsu mampu merubah segalanya…”


“Iya… Entot aku, Din… Entot aku dengan kasar…” pinta Naya dengan kalimat kotor. Pada akhirnya, Naya tak bisa lagi menghiraukan akan segala macam norma ada yang berlaku. Saat ini, hanya satu hal yang benar-benar ia inginkan. Mendapat kepuasan dengan maksimal.


Kembali, Naya menggerak-gerakkan kakinya yang masih melingkar di pinggang Udin. Kaki jenjang itu seolah meminta pinggang Udin untuk kembali maju, menabrakkan batang panjang penisnya ke liang senggamanya yang terdalam.


“Entotin aku, Diiinnnn… Entotin aku…” Naya berkata tanpa berpikir. Pikirannya seolah tertutup oleh kenikmatan dari penis besar Udin. Penis yang terasa seolah selalu bergetar di setiap saraf vaginanya. Vagina gatal yang selalu haus akan gelitikan urat-urat penis ojek kampung ketika meluncur keluar masuk.


Naya merasa penis Udin mampu menyentuh daerah terjauh vaginanya. Penis itu seolah menggapai dan menggaruk hingga sangat dalam, menekan rahimnya dengan keras setiap kali ia sodok.


“Tante bakal puas… Tante ga bakal kecewa… dan tante bakal menginginkan kontol Udin untuk selalu dapat memuaskan tante…” Tanpa mengambil ancang-ancang, Udin segera menghajar liang senggama milik ibu kekasihnya itu. Menghajar dengan sekuat tenaga, menusukkan dalam-dalam penis berukuran ekstranya.


Tanpa rasa ampun.


“CPAK… CPAK… CPAK… CPAK… CPAK…” suara tumbukan penis dan vagina basah terdengar begitu keras di tengah suasana malam yang gelap ini.


“Ooouuhhh… Memekmu benar-bener enak, Tan… Jauh lebih enak dari memek pelacur di kampung sebelah…” desah Udin yang semakin mempercepat sodokan di vagina Naya.


“Kurang ajar, vagina terawat milikku dibandingkan dengan vagina pelacur murahan.” batin Naya.


“Sumpah… Enak banget, Tantekuuu… sepertinya Udin bakal cepet keluar nih, Tan, kalo peretnya memek tante kayak gini…” Merasakan kenikmatan jepitan vagina ibu satu anak ini, Udin seolah kesetanan. Matanya merem melek, dan mulutnya terus melumat kedua putting payudara Naya. Seolah tak mau kalah, Naya pun merasakan hal yang serupa. Gatal di vaginanya seolah terobati oleh sodokan-sodokan kasar ojek kampung yang semula tak ia sukai itu.


Saat ini, Naya sama sekali tak merasakan adanya perasaan jijik sedikitpun ke Udin. Tak ada perasaan marah, ataupun benci. Dan anehnya, vaginanya yang beberapa saat tadi terasa begitu perih menyakitkan, akibat sodokan penis panjang Udin, saat ini tak terasa menyiksa lagi. Malah, penis besar, hitam, dan menyeramkan itu, sekarang terasa begitu enak.


“Tante, Udin mau keluar…” ujar ojek kampung itu tiba-tiba.


“Ooouuhh… Kamu pake kondom khan, Din?” tanya Naya keenakan.


"Enggak. Udin kalo ngentot ga pernah pake kondom."


“Sialan…” jerit Naya.

"Tapi tenang saja, Tan… Tante ga bakalan hamil ketika pertama kali bercinta dengan orang baru... terlebih jika tante merasa keenakan." kata Udin dengan muka serius.

“Pemikiran bodoh, aneh dan menyesatkan darimana itu?” tanya Naya.


“Dari teman-teman Udin lah, Tan.” jawab Udin lagi.


"Cabut tititmu ketika kamu keluar... Jangan keluarin spermamu di dalam memekku…" pinta Naya.

Seperti sepasang pedagang dan pembeli yang sedang dalam proses negosiasi, Naya dan Udin pun tawar menawar sembari saling merasakan kenikmatan persetubuhan yang mereka lakukan.


“Yah… kalo ga boleh di dalem, trus dikeluarin dimana donk?”


“Di kamar mandi aja.”

"Nggak mau ah… Kalo Udin ga boleh keluarin peju di memek Tante, Udin mau Tante sepongin kontol Udin, trus pas Udin mau keluar, Tante telan peju Udin...”


“Nggak mau…”


“Ya udah… Kalo gitu Udin tetep keluarin peju Udin di memek Tante…" ujar Udin sambil terus menyodok-nyodokkan penis panjangnya ke Naya.

Seumur-umur, Naya belum pernah melakukan oral seks. Apalagi sampai menelan sperma lawan mainnya.


"Ternyata… Tante ga sehebat Mitha!" Ujar Udin tiba-tiba sambil menghentikan gerakan sodok-menyodoknya.


“Kenapa dengan Mitha?”


“Ya udah deh… Gapapa… Kali ini Udin keluarin peju di kamar mandi… Besok pagi aja Udin minta Mitha buat nyepongin kontol Udin…”


DEG…!!! Kembali, detak jantung Naya seolah berhenti berdetak setelah mendengar kata-kata Udin barusan.


Tukang ojek ini bakal meminta putri satu-satunya buat mengoral penisnya jika Naya tak mau mengabulkan permintaannya. Dan seolah tahu akan kelemahan utama Naya, Udin menyengir lebar.


“Besok kamu minta Mitha nyepongin kontolmu, Din?” tanya Naya bingung.


“Iya… abisnya Tante ga mau nyepongin kontol Udin…” jawab Udin enteng.


“Kalo tante sepongin kontolmu… kamu ga bakal minta ama Mitha lagi khan, Din?”


“Iya. Kalo tante selalu muasin kontol Udin… Udin ga bakal minta Mitha lagi.”


Naya tak bisa berpikir jernih jika sudah disangkut pautkan dengan putri kesayangannya. Seolah kehilangan kesadaran, akhirnya Naya menyetujui permintaan aneh Udin.


“Jadi gimana, tan? Tante bakal sepongin kontol Udin khannn?” tanya Udin yang seolah sudah tahu jawabannya.

"I-iya, Din…” jawab Naya terpaksa.


“Mulut tante bakal nerima pejuh Udin?”


“Iya…”


“Tante bakal bakal telen pejuh Udin?”


“…” tak menjawab pertanyaan terakhir Udin, Naya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.


“Gila Naya… Kamu sudah benar-benar gila…!” Selama ini, membayangkan air mani saja sudah membuat Naya merasa mual, apalagi menelan sperma. Itu hal yang sangat menjijikkan, tapi, setelah dipikir-pikir, hal itu jauh lebih baik daripada kemudian ia mendapati dirinya hamil karena benih tukang ojek.


“Okelah kalo begitu… sekarang Tante bakal merasakan gimana nikmatnya kontol Udin…” Merasa senang karena permintaaannya dikabulkan Naya, Udin kembali mengambil ancang-ancang. Membetulkan posisi paha Naya dan meletakkan betis kaki jenjang Naya pada pundaknya. Kali ini Udin bakal melancarkan sodokan-sodokan brutalnya dengan cara yang lebih brutal.


Naya yang sudah pasrah, mendadak merasakan kenikmatan dari hal yang dinamakan persetubuhan. Rasa nikmat yang sudah lama tak ia rasakan. Rasa nikmat yang sudah lama tak ia peroleh dari suaminya.


“Sssshh… Oooouuggghhh… Diiinnn… Sssshhhh…” desah Naya.


Naya tak lagi banyak berbicara. Ia hanya mendengus dan mengerang. Naya mulai menyerah pada kenikmatan dan kedatangan gelombang orgasme dari batang panjang tukang ojek yang dulu ia benci. Ibu 34 tahun ini terlihat begitu menikmati permainan cintanya yang ia lakukan dengan batang panjang milik pacar putrinya.


Anda sedang membaca artikel tentang [Real Story] NAYA 01 dan anda bisa menemukan artikel [Real Story] NAYA 01 ini dengan url https://kumpulan-ceritaxxx.blogspot.com/2014/12/real-story-naya-01.html, anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel [Real Story] NAYA 01 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link [Real Story] NAYA 01 sumbernya.

Keyword : cerita seks,cerita dewasa,cerita,kumpulan cerita,mendesah,selingkuh,nikmat,sumber cerita,kumpulan cerita seks,hot story



Selamat Datang Di Cerita Seks Terbesar di Indonesia

Admin Mesum - 01.29
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI

1komentar:

Wayang Poker mengatakan...

Situs POKER paling menarik....
Apalagi kalau bukan www,royalqq,poker
Kini Hadir Game Terbaru ===>> GAME SAKONG
Dengan didukung server terbaik...
Sehingga permainan selalu lancar
Paling rame, Paling fair, NO ROBOT, Murni Player vs Player
Disinilah tempat berkumpulnya Master-Master Poker
Deposit minimum Rp. 15.000
Support Bank BCA, MANDIRI, BNI, BRI
Salam ROYALQQ

Posting Komentar

Silahkan Promosikan Situs/Web atau Blog Anda Disini



Shout
Review http://kumpulan-ceritaxxx.blogspot.com on alexa.com
backlink
Email extractor software for online marketing. Get it now free, Email Extractor 14. online-casino.us.org

 
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Kumpulan Ceritaxxx - All Rights Reserved